Visitor

Sunday, October 6, 2013

Essay : Penerapan IQ, SQ dan EQ Dalam Dunia Pendidikan

                Kesuksesan atau keberhasilan seseorang tidak hanya ditentukan oleh latar belakang pendidikan yang mereka miliki, tapi juga perlu adanya keseimbangan antara EQ (Emotional Quotient/aspek emosi), SQ (Spiritual Quotient/aspek religius) dan IQ (intelectual quotient/aspek kecerdasan) untuk mendapat hasil yang maksimal dalam kehidupan. Pada perkembangan saat ini, pola pembangunan SDM masih terlalu mengedepankan IQ tanpa melihat EQ dan SQ. Korupsi adalah salah satu contohnya dimana banyak pejabat-pejabat negara yang malah melakukan korupsi untuk pribadi maupun partai. Untuk bisa jadi pejabat tentu diperlukan lulusan pendidikan tinggi tapi tanpa melihat aspek EQ dan SQ yang dimiliki orang tersebut. Oleh karena itu, kondisi seperti diatas sudah waktunya untuk diakhiri, diganti dengan pendidikan yang menerapkan IQ, EQ dan SQ secara seimbang.
                 IQ (Inteleqtual Quetion) merupakan kecerdasan dalam hal kemampua kognitif seseorang yang biasanya terhubungan kemampuan memori otak. Dalam dunia pendidikan IQ mempunyai peran yang penting dalam hal penalaran memecahkan masalah tapi belum tentu orang yang mempunyai kecerdasan IQ yang tinggi dapat sukses dimasa depannya. Ini dikarenakan perlu adanya kontrol terhadap kemampuan IQ tersebut yakni diperlukan juga EQ dan SQ.
                EQ (Emotional Quetion) merupakan kecerdasan yang berhubungan dengan perasaan individu sendiri. EQ dalam dunia pendidikan sangat diperlukan untuk mengontrol agar emosi individu siswa tidak sampai melebihi batasnya. Biasanya orang yang mempunyai IQ tinggi, cenderung mempunyai sifat EQ pendian atau tidak mau bersosialisasi dengan lingkungannya. EQ dapat dilatih dengan bersosialisasi dengan teman nya sehingga jika dia tidak mampu mengendalikan ada teman tersebut yang dapt memberi kontrol
                SQ (Spiritual Quetion) merupakan kecerdasan yang berhubungan dalam hal kepercayaan atau spritual pribadi. kecerdasan ini juga sangat penting dalam hal ketenagan jiwa sehingga antara IQ, EQ dapat ditenangkan dengan kecerdasan SQ sendiri.SQ sendiri dapat diperoleh dengan belajar dari guru spiritual masing-masing atau mempelajari kitab-kitab sesuai kepercayaannya sehingga orang tersebut dapat mencapat ketenangan dalam hal mencari ilmu atau yang lain.  SQ dalam pendidikan dapat mendorong lebih giatnya untuk belajar karena dengan adanya kecerdasan SQ yang tinggi akan menambah semangat belajar dan mempunyai tujuan hidup.
                Maka dapat disimpulkan orang dengan IQ tinggi ditandai cerdas menganalisa masalah teknis, EQ tinggi ditandai dengan kemampuan mengelola non-teknis, dan SQ tinggi ditandai dengan menyeimbangkan kebutuhan DUNIA-AKHIRAT. Jika salah satu diunggulkan, maka potensi yang lainnya akan dinomor duakan dan akibatnya, ketika ketiga faktor tersebut tidak memperoleh muatan perhatian yang sama. Hal ini dapat menyebabkan timbulnya berbagai macam masalah serius, seperti jika lebih menonjolkan IQ dibandingkan yang lainnya, maka ia akan kehilangan kearifannya, contoh seperti Hitler. Jika lebih menonjolkan SQ dibandingkan yang lainnya, maka ia menjadi fanatik, ekstrim, seperti halnya banyak kejadian Jihad bom bunuh diri yang marak terjadi beberapa tahun belakangan ini. Dan jika lebih menonjolkan EQ dibandingkan yang lainnya, maka ia pandai merayu, menipu, dan lain sebagainya. Maka diperlukan adanya keseimbangan kecerdasan IQ, EQ dan, SQ untuk mencapai kesuksesan dalam dunia pendidikan atau non pendidikan. 

Read More

Thursday, October 3, 2013

ESSAY : Kurangnya Mahasiswa dalam Menulis KaryaI lmiah

 Download Versi Doc : DOWNLOAD

"Tidak Imbangnya Jumlah Karya Ilmiah dengan Jumlah Mahasiswa Indonesia"

Mahasiswa tentu tidak bisa lepas dari lingkungan ilmiah. Itu dikarenakan mereka memang berada dalam ruang lingkup keilmuan. Pada  posisi tersebut, mahasiswa dituntut untuk lebih sering membaca maupun menghasilkan sebuah karya tulis seperti menulis laporan praktikum, penelitian, karya ilmiah, dan  skripsi. Sayangnya  sampai sekarang ini, kemampuan menulis ilmiah oleh mahasiswa masih tergolong rendah. Hal itu Berdasarkan data Indonesian Scientific Journal Database, yakni terdata sekitar 13.047 buah jurnal di Indonesia yang berkategori ilmiah, sangat tertinggal jauh dari  Malaysia yang sudah 55.211 dan Thailand 58.931.

       Banyak faktor yang mempengaruhi rendahnya kemampuan menulis mahasiswa terutama dalam menulis karya ilmiah. Salah satu penyebab utamanya adalah kurangnya minat membaca mahasiswa Indonesia. Membaca dan menulis tentu tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Mustahil seseorang bisa menulis kalau yang bersangkutan tidak suka membaca karena kedua kegiatan tersebut saling beriringan. Dimaksudkan  dengan membaca,  mahasiswa dapat menambah wawasan pengetahuan dan juga untuk menambah referensi untuk menulis karya ilmiah yang dikerjakannya.
Penyebab lain dari rendahnya semangat berkarya tulis dikarenakan kurangnya            penghargaan dari pihak perguruan tinggi maupun pemerintah terhadap sebuah karya anak bangsa. Hal itu dapat dicontohkan yang mana karya-karya B.J habibie lebih banyak di hargai di luar negeri di bandingkan di Indonesia. Sedangkan pada contoh kedua adalah seorang anak bangsa yang mati-matian membuat mobil yang inovativ yakni “Ferrari” Tucuxi malah di plagiat oleh pemerintahnya sendiri tanpa seizin pembuatnya. Dari sana dapat diambil kesimpulan bahwa pemerintah Indonesia kurang menghargai karya anak bangsa. Pemerintah Cuma tahu bagaimana bisa mendapatkan uang dari karya tersebut tanpa mengetahui bagaimana jerih payah sang pembuatnya. Pemerintah Indonesia lebih tahu hasil akhirnya tanpa mengetahui bagaimana proses pembuatannya dan bagaimana seseorang berjerih payah untuk mebuat karya itu sendiri.
Faktor lainnya juga  yang menyebabkan rendahnya kemampuan mahasiswa Indonesia dalam menulis karya ilmiah yakni  tugas – tugas dari dosen itu sendiri yang lebih diberatkan mahasiswa dari pada menulis karya ilmiah. Mahasiswa menanggapi negatif dan sering merasa terbebani dengan tugas dari dosen – dosennya. Sebenarnya  banyak perlombaan karya ilmiah yang dapat memancing minat mahasiswa untuk menulis karya ilmiah, tapi sayangnya lomba tersebut hanya diikuti oleh sebagian kecil dari jumlah mahasiswa yang ada. Rendahnya minat menulis atau mengikuti lomba menulis karya ilmiah tersebut mungkin dikarenakan sikap mahasiswa yang lebih menyukai pekerjaan yang ringan. Mereka sering melakukan hal-hal yang instan dalam kehidupannya di perguruan tinggi seperti perilaku menyalin sebuah tulisan dari karya orang lain tanpa mengikuti kaidah-kaidah dalam penulisan karya ilmiah adalah suatu contoh nyata dari kebiasaan instan tersebut

Maka dari itu, Setelah mengetahui fakta tentang bagaimana kemampuan karya tulis ilmiah mahasiswa Indonesia saat ini, seharusnya kita ikut tergerak untuk turut memperbaiki situasi tersebut. Tentunya harus dimulai dari diri kita sendiri seperti mulai membaca dan menulis. Hal tersebut sangat perlu ditumbuhkan dan dikembangkan dalam kehidupan mahasiswa di perguruan tinggi. Menulis karya ilmiah seharusnya menjadi budaya untuk menyebar luaskan ilmu dan pengetahuan kepada masyarakat luas. Dengan menulis mahasiswa akan dapat meningkatkan prestasinya dan juga dapat memberikan ilmu pengetahuannya kepada masyarakat luas.Selain meningkatkan kemampuan membaca dan menulis perlu juga didukung mengikuti perlombaan karya tulis ilmiah sebagai upaya untuk menguji serta menerapkan ilmu dan pengetahuannya. Dan yang terakhir perlu adanya dukungan dari luar yakni pemerintah sendiri. Pemerintah seharusnya bisa lebih mengahargai karya anak bangsa dengan memberikan penghargaan dan pekerjaan yang layak dengan gaji yang pantas, sesuai dengan apa yang dikerjakan. Dengan begitu, mahasiswa Indonesia lebih termotivasi untuk membuat tulisan karya ilmiah yang berkualitas international.
Read More