KONSEP DASAR KURIKULUM PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN
KEJURUAN
Prof. Dr. Arifah
, A. Riyanto, M. Pd. (2009)
KURIKULUM
PENDIDIKAN TEKNOLOGI
DAN KEJURUAN,
PENGEMBANGAN
SERTA IMPLEMENTASINYA
A. Pendahuluan
Upaya memahami
kurikulum bagi guru-guru di sekolah perlu memahami terlebih dahulu konsep dasar
pemikiran perencanaan kurikulum pendidikan teknologi dan kejuruan. Konsep dasar
pemikiran perencanaan kurikulum pendidikan teknologi dan kejuruan ini mencakup
tentang pengertian kurikulum, kurikulum dan pembelajaran, serta pendekatan yang
perlu diperhatikan. Pendekatan tersebut akan diuraikan tentang pendekatan
filosofis, pendekatan fungsional, pendekatan introspektif, dan pendekatan
analisis tugas.
B. Pengertian Kurikulum
Pengertian kurikulum dari para ahli telah banyak dikemukakan oleh
para pakar kurikulum. Beberapa pakar yang penulis pilih yang kiranya dapat
diterapkan dalam perencanaan kurikulum, seperti dikemukakan oleh Hilda Taba
dalam diskusi tentang kriteria untuk pengembangan kurikulum yaitu ”A curriculum
is a plan for learning”. Dia, mendefinisikan krurikulum tersebut dengan
elemen-elemennya
yaitu :
“ All
curricula, no matter what their particular design, are composed of certain
elements. A curriculum usually contain a statement of ains and of specific
objectives; it indicates some selection and organization of content; it either
implies or manifests certain patterns of learning and teaching, whether because
the objectives demad them or because the content organization requires them.
Finnaly, it includes a program of evaluation of the outcomes.”
Menurut Taba bahwa kurikulum adalah sebagai perencanaan untuk
pembelajaran, tetapi selanjutnya dijelaskan bahwa kurikulum itu dilengkapi
dengan maksud dan tujuan yang lebih spesifik yang adanya beberapa pilihan dan
pengorganisasian pokok-pokok materi, juga secara tidak langsung tergambar pola
belajar dan pembelajaran yang disesuaikan dengan tujuan dan rumusan yang
diharapkan oleh para pengguna, di dalamnya termasuk program evaluasi dan hasil
yang diharapkan dari lulusan sekolah yang bersangkutan.
Pengertian
kurikulum yang dikemukakan Curtis R. Finch and John R.
Crunkilton (1984 : 9) :
”…
curriculum may be defined as the sum of the learning activities and experiences
that a student has under the auspices or direction of the school”.
Dari definisi kurikulum ini lebih memfokuskan pada peserta didik
dengan memberikan sejumlah kegiatan dan pengalaman belajar yang diarahkan atas pengawasan
sekolah.
Ronald C. Doll (1974 : 22)
mengemukakan definisi kurikulum pada perubahan penekanan
pengalaman :
“The commonly accepted
definition of the curriculum has changed from
content of cources of
study and list of subjects and courses to all the
experiences which are
offered to learned under the auspices or direction of the
school.”
Jadi, Doll lebih jelas menekankan perubahan pengalaman pada
peserta didik itu akan
dimulai dari perencanaan pokok, sub pokok materi dan uraian materi
yang disiapkan
untuk kegiatan pembelajaran yang ditujukan untuk pengalaman siswa
belajar atas
bantuan atau pengarahan sekolah.
Ada pula yang mengemukakan bahwa kurikulum adalah penekanannya sebagai
dokumen tertulis untuk perencanaan pendidikan atau pembelajaran para peseta
didik, yang diberikan oleh sekolah. Pernyataan tersebut seusai dengan yang dikemukakan
Beauchamp (1968 : 6) : ”A
curriculum ia a written document which
may content many
ingredients, but basically it is a plan for the education of pupils
during their enrolment
in given school”.
Apabila kita menyimak apa yang dikatakan Beauchamp, bahwa ia lebih
menekankan kepada perencanaan yang terkomendasi secara formal, sehingga sekolah
mempunyai acuan untuk mengembangkan di lapangan.
Menginterpretasikan pengertian kurikulum oleh para pakar pada
realitanya ditentukan oleh keyakinan filosofisnya masing-masing, sehingga
interpretasinya disampaikan memilikan perbedaan, seperti dikemukakan Oliva
dalam bukunya berjudul ”Developing the
Curriculum” sebagai berikut :
Curriculum is that which is taught in school.
Curriculum is a set of subjects.
Curriculum is content.
Curriculum is a program of studies.
Curriculum is a set of materials.
Curriculum is a sequence of courses.
Curriculum is a set of performance objectives.
Curriculum is a course of study.
Curriculum is everything
that goes on within the school, including extraclass activities, guidance, and
interpersonal relationships.
Curriculum is that which is
taught both inside and outside of school directed by the school.
Curriculum is everything that is planned by school personnel.
Curriculum is a series of experiences undergone by learners in
school.
Curriculum is that which an individual learner experiences as a
result of schooling.
Dari definisi yang dikemukakan terlebih dahulu dapat dimaknai
bahwa ada yang mengartikan dengan cara yang sempit dan ada yang mengartikan
dengan cara yang luas, tetapi yang penting yaitu bagaimana sekolah atau guru
dapat mengembangkan dan mengimplementasikannya untuk keperluan peserta didik. Upaya
guru mengembangkannya pada rancangan pembelajaran serta implementasi di kelas,
laboratorium atau di lapangan merupakan bagian yang penting untuk memberi
pengalaman yang berharga untuk para peserta didik sebagai bekal kelak mereka di
lapangan kerjanya masing-masing atau bekal melanjutkan studi ke jenjang yang
lebih tinggi lagi, dan suatu saat juga akhirnya akan berkiprah kerja di keahliannya
atau bidangnya masing-masing.
Pengertian kurikulum yang telah dipaparkan di atas dapat
diaplikasikan untuk kurikulum dalam lingkup pendidikan teknologi dan kejuruan
atau lebih umum diaplikasikan untuk kurikulum pendidikan kejuruan (vocational).
Kurikulum pendidikan kejuruan merupakan suatu perencanaan tertulis yang lengkap
mulai dari tujuan, silabus, kompetensi, kompetensi dasar, pokok bahasan, sub
pokok bahasan, penentuan waktu, penilaian dan sumber bacaan. Dari kurikulum
tertulis tersebut perlu dikembangkan menjadi kurikulum operasional, dapat
berupa rancangan pembelajaran dan dilanjutkan dengan proses pembelajaran di
mana guru berinteraksi dengan peserta didik yang dilengkapi dengan metode
pembelajaran, media pembelajaran dan alat evaluasi yang memadai dan tepat, yang
diharapkan akan mencapai hasil pembelajaran peserta didik yang optimal sesuai
bakat, minat dan potensi yang mereka miliki.
Memaknai pengertian kurikulum yang telah diuraikan yang diartikan
secara luas, maka selain yang dipaparkan di atas khususnya dalam lingkup
pendidikan kejuruan, maka akan termasuk di dalamnya yang terkait dengan
bagaimana guru membimbing, membina, memotivasi di dalam kelas, laboratorium,
maupun di luar kelas, seperti dalam kegiatan ektra kurikuler, hubungan interpersonal
kepada para peserta didiknya. Dengan demikian dalam batasan-batasan kurikulum
yang lebih mutakhir, khususnya untuk kurikulum pendidikan kejuruan adanya
penekanan pada unsur peserta didik dan pengembangan potensinya.
B. Kurikulum dan
Pembelajaran, serta Pendekatannya
1. Kurikulum dan Pembelajaran
Kurikulum
dapat dibedakan secara tegas dengan pembelajaran. Kurikulum merupakan semua
yang terkait dengan pengalaman belajar peserta didik. Untuk pengalaman belajar
peserta didik perlu ada tujuan pada kurikulum tersebut, deskripsi, silabus yang
di dalamnya terdiri atas standar kompetensi, dan kompetensi dasar yang akan
dicapai, pokok bahasan atau sub pokok bahasan, waktu yang diperlukan, buku
sumber, dan penilaian. Dari kurikulum yang terdokumentasi atau tertulis ini
harus ada kurikulum operasionalnya, yaitu yang pertama dari kurikulum tertulis
tersebut dikembangkan oleh guru ke dalam rencana proses pembelajaran per pertemuan
untuk setiap semester yang di dalamnya ada komponen tujuan umum dan tujuan
khusus, pokok bahasan, sub pokok bahasan, uraian materi, metode dan media yang
direncanakan, evaluasi yang akan dilakukan dan buku sumber yang dipakai.
Kurikulum
operasional yang berupa rancangan proses pembelajaran akan diimplementasikan ke
dalam pembelajaran, sehingga terjadi interaksi antara guru dan peserta didik
dalam sebuah proses pembelajaran untuk memberikan pengalaman belajar pada
peserta didik agar mereka mendapatkan hasil dari proses pembelajaran berupa
aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Dari aspek kognitif berupa pengetahuan,
pemahaman, aplikasi, analisis, sintetis, dan evaluasi, dari aspek afektif mencakup
pengiriman, partisipasi, penilaian dan penentuan sikap, organisasi, pembuatan
pola hidup, dan kemampuan psikomotor meliputi persepsi, kesiapan, gerakan
terbimbing, gerakan yang terbiasa, gerakan kompleks, penyesuaian pola gerakan,
kreativitas. Hasil proses pembelajaran itu perlu dilakukan penilaian untuk mengetahui
tingkat penguasaan aspek pengetahuan (kognitif), sikap (afektif), dan keterampilan
(psikomotor) dari pokok bahasan atau sub pokok bahasan suatu proses pembelajaran
yang telah dilakukan.
Jadi, kurikulum itu ada kurikulum tertulis dan kurikulum
operasional yang
berupa rancangan proses pembelajaran yang fokusnya pada peserta
didik. Baik pada kurikulum tertulis maupun kurikulum operasional adalah untuik
memberi pengalaman belajar pada peserta didik untuk mengembangkan potensinya semaksimal
mungkin. Pembelajaran lebih memfokuskan kepada proses pembelajarannya agar
peserta didik mendapatkan pengalaman belajar untuk mengembangkan potensinya
secara terarah dan lebih maksimal untuk mencapai hasil belajar yang maksimal
pula sesuai yang diharapkan, yang akan tergantung tentang pokok bahasan/sub
pokok bahasan atau materi apa yang dipelajarinya dalam proses pembelajaran yang
bersangkutan atau dalam mata diklat atau mata pelajaran tertentu.
2. Beberapa Pendekatan
2.1 Pendekatan Filosofis
Pendekatan filosofis dalam pendidikan pada umumnya adalah
pemikiran ahli filsafat yang diambil atau dipilih untuk dipakai dalam
pendidikan, khususnya dalam perencanaan kurikulum. Secara harfiah filosofis
(filsafat) berarti ”love of wisdom” atau cinta akan kebijakan.
Mempelajari filsafat untuk mengaplikasikannya dala kehidupan, khususnya dalam
kehidupan sekolah yang dimulai dengan rancangan kurikulum. Rancangan kurikulum
yang dilandasi pendekatan filosofis akan dapat membuat proses perancangan dan
proses pembelajaran secara bijak, sehingga akan membekali peserta didik dengan
ilmu, sikap, dan keterampilan yang mengarahkan kepada kehidupan peserta didik
yang lebih baik yang aman sejahtera dalam kehidupan dan penghidupannya.
Rancangan kurikulum yang berlandaskan pendekatan filosofis berarti
akan
diwarnai keyakinan mana yang dipilih mendasari kurikulum tersebut.
Para perancang kurikulum perlu mempunyai kesepakatan apa yang diyakini tentang
apa tujuan yang akan dicapai setelah peserta didik lulus dari sekolah yang
bersangkutan. Sebagai contoh, jika diinginkan peserta didik setelah lulus dapat
melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi, maka perlu disiapkan kurikulum
sekolah yang luas dan komprehensif seperti dikemukakan oleh Edward J. Power
(1982 : 87) ”… the
curriculum of all
school must be broad and comprehensive, …”.
Untuk kurikulum
pendidikan kejuruan apabila diyakni harus menekankan penyesuaian
peserta didik
dengan jenis pekerjaan yang ada di lapangan kerja, maka menurut
Sukamto
(1988 : 91) : …, maka isi kurikulumnya bisa diramalkankan sangat
didominasi oleh penumbuhan kemampuan-kemampuan transisional seperti bagaimana
beradaptasi dengan lingkungan, bagaimana mengatasi problem mobilitas pekerjaan,
dan kemampuan berhubungan dengan sesama orang (human relation skill).
Pendidikan kejuruan terdiri dari beberapa jenis atau bidang
keahlian, walaupun demikian sebagai landasan berpikir untuk kurikulum
pendidikan kejuruan yang manapun relatif sama. Pendekatan filosofis ini akan
dapat mengarahkan perancang kurikulum, tetapi penentuan isi kurikulum
berlandaskan pemikiran filosofis selain mengandung konotasi kurang obyektif,
sering mengalami kesulitan teknis dalam mengidentifikasi perangkat pemikiran
filosofis yang komprehensif dan merupakan konsensus paling tidak di antara
mereka yang terlibat dalam pendidikan teknologi dan kejuruan itu sendiri
(Sukamto, 1998 : 92). Rancangan kurikulum pendidikan kejuruan yang dimaksud
yang sesuai bidangnya masing-masing tetap memerlukan pemikiran dasar filosofis,
sebagai upaya penentuan tujuan kurikulum dan isi kurikulum yang akan membekali
peserta didik setelah mereka lulus. Keyakinan untuk merumuskan kurikulum perlu disepakati,
sehingga betul-betul dapat memilih, menentukan pendekatan filosofis yang tepat,
yang dipandang sebagai pemikiran dasar atau keyakinan yang tumbuh dari analisis
konteks dunia pendidikan dan dunia kerja.
2.2 Pendekatan Fungsional
Apabila dalam pendekatan filosofis sebagai dasar pemikiran
perancangan kurikulum akan dipengaruhi oleh keyakinan para perancang kurikulum
terutama orang yang memiliki jabatan, atau orang yang disegani, tetapi dalam
pendekatan fungsional akan lebih obyektif. Pada pendekatan fungsional akan
didasari asumsi bahwa peserta didik yang belajar dalam lingkup pendidikan
teknologi dan kejuruan perlu mempelajari fungsi-fungsi apa yang harus ada dalam
rangka menjamin kelangsungan kerja dunia usaha atau dunia industri. Dari
fungsi-fungsi yang ada akan dijabarkan kepada penampilan-penampilan peserta
didik yang lebih luas yang terkait dengan tugas-tugas tertentu dalam dunia usaha
atau dunia industri, yang selanjutnya indentifikasi tugas penampilan itu akan
menjadi masukan bagi para perencanaan kurikulum.
Setiap jenis atau bidang keahlian dalam lingkup pendidikan
kejuruan masing-masing tugas atau fungsi dalam dunia usaha atau dunia industri
perlu diidentifikasi, dikelompokkan sesuai bidang pendidikan kejuruan, apakah pendidikan
kejuruan ekonomi, kerajinan, tekstil, teknologi, pariwisata, pertanian, perikanan,
dan sebagainya. Mengidentifikasi tugas-tugas dalam setiap bidang keahlian
kejuruan ini akan lebih baik dilakukan oleh orang-orang yang memiliki wawasan
dalam bidangnya masing-masing. Dapat dicontohkan identifikasi fungsi yang
berkaitan dengan kelompok pariwisata bidang busana, seperti :
a. Membuat pola.
b. Memotong busana.
c. Menjahit bagian busana.
d. Finishing pembuatan busana.
e. Menghias busana.
Dari identifikasi fungsi-fungsi di atas di industri busana dapat
dirinci lebih
spesifik lagi menjadi daftar kegiatan-kegiatan dari setiap fungsi,
yang selanjutnya dikaitkan dengan setiap kompetensi atau keterampilan yang
harus dimiliki oleh setiap orang yang akan melaksanakan kegiatan-kegiatan itu.
Kompetensikompetensi yang dimaksudkan akan dirumuskan dalam bentuk kognitif,
afektif, dan psikomotor dengan tingkat yang bervariasi. Kompetensi-kompetensi
yang dirumuskan menurut klasifikasi tertentu yang akan membantu guru atau
instruktur dalam menyusun pengalaman belajar atau kombinasi-kombinasi kegiatan
belajar yang akan membantu peserta didik untuk mencapai kompetensi-kompetensi
yang dimaksud.
Kompetensi-kompetensi yang disusun itu harus disepakati oleh pihak
industri, pihak sekolah dan pihak-pihak lain yang terkait untuk dikaji
menyeluruh dan vertifikasi lanjut untuk ketepatan dan kelayakannya. Ungkapan di
atas sepertinya menempatkan sekolah seolah ujung ketergantungan pada dunia
industri atau dunia usaha dan sekolah penentuan kurikulum diorientasikan pada
lapangan yang ada. Sekolah jangan dianggap sebagai kepanjangan tangan dunia
usaha atau dunia industri dengan hanya mengidentifikasi fungsi-fungsi umum
tersebut. Kompetensi-kompetensi umum untuk beberapa jenis pekerjaan yang
termasuk ke dalam kelompok sejenis justru akan memberikan keluasan pilihan bagi
peserta didik setelah mereka lulus dari program pendidikannya.
Dalam merancang kurikulum seperti ini mengandung konsekuensi
proses yang
panjang sehingga memerlukan waktu yang cukup lama dan biaya yang
cukup tinggi.
2.3 Pendekatan Introspektif
Pendekatan introspektif yaiu mendasarkan penentuan kurikulum pada
hasil pemikiran perorangan atau kelompok, tetapi lebih difokuskan kepada mereka
yang terlibat langsung dalam penyelenggaraan pendidikan teknologi dan kejuruan,
yaitu guru dan para administrator. Guru dan administrator adalah orang-orang
yang terlibat langsung di lapangan, sehingga diharapkan mereka akan tahu persis
apa yang selayaknya dimasukan sebagai isi kurikulum sekolah. Jadi, diperlukan
orangorang yang dapat mengetahui, memahami, menghayati apa yang terjadi di
lapangan dan bagaimana sebaiknya yang perlu ada dalam isi kurikulum yang nanti
dapat diimplementasikan secara relatif mendekati kesempurnaan yang diharapkan
untuk
memperoleh lulusan yang handal, dapat beradaptasi di lapangan.
Realisasi pendekatan introspektif akan dimulai mempelajari apa
yang terjadi di lapangan yang sudah dilaksanakan, berjalan, dan dilengkapi
dengan data program yang serupa yang ada di tempat lain sebagai bahan
bandingan. Bahkan bandingan
itu, baik di negara kita sendiri atau dibandingkan dengan yang ada
di negara lain walaupun hanya melalui literatur, dan apabila langsung survey
tentu akan lebih konkrit, tetapi tentu konsekuensi pada dana. Selain itu perlu
dipelajari katalog sekolah, laporan tahunan sekolah, melalui majalah atau
jurnal sebagai bahan memperluas wawasan. Ini dilakukan para guru atau
administrator sebelum mereka mengambil keputusan untuk masukan isi kurikulum
yang dimaksud.
Guru dan administator yang dilibatkan dengan pendekatan
introspektif
adalah guru dan administrator yang dalam realitanya terjun
langsung di lapangan,
mengetahui atau merasakan persis apa yang dirasakan di lapangan
bukan guru dan
administrator yang hanya duduk di meja tidak pernah melihat
lapangan. Melihat lapangan berarti guru tersebut langsung membimbing praktik di
laboratorium atau
langsung menjadi pembimbing pada peserta didik terjun ke lokasi
industri atau dunia
usaha, sehingga para guru atau administrator tersebut menghayati
betul apa kekurangan atau kelemahan yang terjadi pada peserta didik.
Untuk lebih memantapkan menentukan isi kurikulum, maka pendekatan
introspektif ini dapat melibatkan personalia dari industri atau
dunia usaha sebagai
dewan penasihat kurikulum (curriculum advisory commite).
Cara ini pun akan lebih
baik, sehingga akan lebih mendekatkan hubungan antara sekolah dan
dunia kerja.
Cara ini pula dapat ditempuh melalui hubungan dekat atau pribadi
dari guru atau
administrator, dan dengan pihak industri, pengusaha akan memberi
peluang untuk
mendiskusikan masalah isi kurikulum dengan para pemakai tenaga
lulusan dari pendidikan teknologi dan kejuruan untuk berbagai bidang keahlian.
Hubungan pribadi ke arah positif antara pihak orang-orang yang ada di sekolah
dan pihak dunia usaha dan dunia industri harus dijalin demi kepentingan yang
lebih besar dari dunia pendidikan, khususnya dunia pendidikan teknologi dan
kejuruan.
2.4 Pendekatan Analisis Tugas
Pendidikan teknologi dan kejuruan pada umumnya menerapkan
pendekatan analisis tugas (task analysis), karena dari kajian tentang
aspek-aspek perilaku yang didapatkan dari hasil penelitian dan buku panduan
yang dikembangkan selama ini
atau beberapa tahun terakhir secara sistematis telah dijabarkan
langsung dari deskripsi pekerjaan dan deskripsi tugas. Yang penting yang perlu
diperhatikan sebelum proses penentuan isi kurikulum dengan pendekatan analisis
tugas, sebelumnya perlu dipertegas tentang istilah-istilah yang sering dijumpai
di literatur yang dapat menimbulkan kerancuan penafsiran di masyarakat.
Dalam keperluan analisis tugas dapat dibedakan antara istilah
pekerjaan (job), kewajiban (duties), tugas (task),
kegiatan (activity), pengoperasioan (operations) dan
langkah-langkah (step). Digambarkan dari yang paling umum ke bagian yang
paling terkecil, yang menurut Sukamto dapat digambarkan sebagai
berikut :
Gambar 1 Hierarki Analisis Pekerjaan Untuk Analisis Tugas (Sumber
: Sukamto,
1988 : 99)
Dari analisis tugas digambarkan tersebut adalah analisis tugas
yang lengkap. Apabila pekerjaan yang hanya terdiri dari beberapa langkah, maka
kadang-kadang timbul kerancuan, karena semuanya ditafsirkan menjadi pekerjaan.
Upaya menghindari hal tersebut yang penting hendaknya diingat bagaimana
menggunakan
diagram dalam bagan untuk menganalisis suatu pekerjaan, misalnya
”… kalau suatu tugas
tertentu dapat mewakili secara representatif suatu kewajiban suatu kewajiban (duty) tertentu, maka hendaknya dapat
dimengerti kalau dalam kasus tersebut kewajiban dan tugas menjadi suatu
pengertian dan istilahnya dipakai atau
dipertukarkan satu sama
lain” (Sukamto, 1988 : 101).
Melaksanakan analisis tugas yaitu dilaksanakan kepada pekerjaan
yang
betul-betul sudah menduduki jabatan atau pekerjaan di tempat
kerja, jadi bukan
pengadaian atau teori, tetapi benar-benar nyata ada pada
realisasinya, sehingga
Pekerjaan merupakan data obyektif yang dapat diandalkan
kebenarannya. Yang penting diperhatikan pula pada analisis tugas yaitu ketelitian
dan kecermatan dalam inventarisasi dan pengolahan data, yang pada umumnya sulit
melaksanakannya karena memakan waktu yang lama dan berimbas pada ketersediaan
dana. Pada negara yang belum maju kondisi itu belum dilaksanakan, karena
terbentur dana yang tersedia relatif kecil.
Sistematika atau urutan kerja akhirnya akan menentukan logika
penjabaran untuk satuan kegiatan-kegiatan belajar yang nanti akan
diselenggarakan di sekolah masing-masing. Jadi, analisis tugas ini diperlukan ketelitian
dan kecermatan banyak orang yang terlibat dengan jumlah data yang diperlukan
sangat banyak. Saat melakukan
analisis tugas penting diperhatikan langkah-langkah sebagai
berikut yaitu :
1) Melakukan kajian literatur dan informasi yang relevan.
2) Mengembangkan inventori pekerjaan atau jabatan.
3) Memilih sampel atau contoh pekerjaan sebagai sumber data.
4) Melaksanakan survei atau penelitian di lapangan.
5) Menganalisis hasil survei untuk dijabarkan menjadi kurikulum
dan
kegiatan belajar di sekolah.