Visitor

Wednesday, March 6, 2013

KONSEP DASAR KURIKULUM PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN


A.    Pendahuluan
Upaya memahami kurikulum bagi guru-guru di sekolah perlu memahami terlebih dahulu konsep dasar pemikiran perencanaan kurikulum pendidikan teknologi dan kejuruan. Konsep dasar pemikiran perencanaan kurikulum pendidikan teknologi dan kejuruan ini mencakup tentang pengertian kurikulum, kurikulum dan pembelajaran, serta pendekatan yang perlu diperhatikan. Pendekatan tersebut akan diuraikan tentang pendekatan filosofis, pendekatan fungsional, pendekatan introspektif, dan pendekatan analisis tugas.

B.     Pengertian Kurikulum
Pengertian kurikulum dari para ahli telah banyak dikemukakan oleh para pakar kurikulum. Beberapa pakar yang penulis pilih yang kiranya dapat diterapkan dalam perencanaan kurikulum, seperti dikemukakan oleh Hilda Taba dalam diskusi tentang kriteria untuk pengembangan kurikulum yaitu ”A curriculum is a plan for learning”. Dia, mendefinisikan krurikulum tersebut dengan elemen-elemennya
yaitu :

“ All curricula, no matter what their particular design, are composed of certain elements. A curriculum usually contain a statement of ains and of specific objectives; it indicates some selection and organization of content; it either implies or manifests certain patterns of learning and teaching, whether because the objectives demad them or because the content organization requires them. Finnaly, it includes a program of evaluation of the outcomes.”

Menurut Taba bahwa kurikulum adalah sebagai perencanaan untuk pembelajaran, tetapi selanjutnya dijelaskan bahwa kurikulum itu dilengkapi dengan maksud dan tujuan yang lebih spesifik yang adanya beberapa pilihan dan pengorganisasian pokok-pokok materi, juga secara tidak langsung tergambar pola belajar dan pembelajaran yang disesuaikan dengan tujuan dan rumusan yang diharapkan oleh para pengguna, di dalamnya termasuk program evaluasi dan hasil yang diharapkan dari lulusan sekolah yang bersangkutan.
Pengertian kurikulum yang dikemukakan Curtis R. Finch and John R.

Crunkilton (1984 : 9) :
”… curriculum may be defined as the sum of the learning activities and experiences that a student has under the auspices or direction of the school”.
Dari definisi kurikulum ini lebih memfokuskan pada peserta didik dengan memberikan sejumlah kegiatan dan pengalaman belajar yang diarahkan atas pengawasan sekolah.

Ronald C. Doll (1974 : 22)
mengemukakan definisi kurikulum pada perubahan penekanan pengalaman :
“The commonly accepted definition of the curriculum has changed from
content of cources of study and list of subjects and courses to all the
experiences which are offered to learned under the auspices or direction of the
school.”
Jadi, Doll lebih jelas menekankan perubahan pengalaman pada peserta didik itu akan
dimulai dari perencanaan pokok, sub pokok materi dan uraian materi yang disiapkan
untuk kegiatan pembelajaran yang ditujukan untuk pengalaman siswa belajar atas
bantuan atau pengarahan sekolah.

Ada pula yang mengemukakan bahwa kurikulum adalah penekanannya sebagai dokumen tertulis untuk perencanaan pendidikan atau pembelajaran para peseta didik, yang diberikan oleh sekolah. Pernyataan tersebut seusai dengan yang dikemukakan

Beauchamp (1968 : 6) : ”A curriculum ia a written document which
may content many ingredients, but basically it is a plan for the education of pupils
during their enrolment in given school”.

Apabila kita menyimak apa yang dikatakan Beauchamp, bahwa ia lebih menekankan kepada perencanaan yang terkomendasi secara formal, sehingga sekolah mempunyai acuan untuk mengembangkan di lapangan.

Menginterpretasikan pengertian kurikulum oleh para pakar pada realitanya ditentukan oleh keyakinan filosofisnya masing-masing, sehingga interpretasinya disampaikan memilikan perbedaan, seperti dikemukakan Oliva dalam bukunya berjudul ”Developing the Curriculum” sebagai berikut :
Curriculum is that which is taught in school.
Curriculum is a set of subjects.
Curriculum is content.
Curriculum is a program of studies.
Curriculum is a set of materials.
Curriculum is a sequence of courses.
Curriculum is a set of performance objectives.
Curriculum is a course of study.
Curriculum is everything that goes on within the school, including extraclass activities, guidance, and interpersonal relationships.
Curriculum is that which is taught both inside and outside of school directed by the  school.
Curriculum is everything that is planned by school personnel.
Curriculum is a series of experiences undergone by learners in school.
Curriculum is that which an individual learner experiences as a result of schooling.

Dari definisi yang dikemukakan terlebih dahulu dapat dimaknai bahwa ada yang mengartikan dengan cara yang sempit dan ada yang mengartikan dengan cara yang luas, tetapi yang penting yaitu bagaimana sekolah atau guru dapat mengembangkan dan mengimplementasikannya untuk keperluan peserta didik. Upaya guru mengembangkannya pada rancangan pembelajaran serta implementasi di kelas, laboratorium atau di lapangan merupakan bagian yang penting untuk memberi pengalaman yang berharga untuk para peserta didik sebagai bekal kelak mereka di lapangan kerjanya masing-masing atau bekal melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi lagi, dan suatu saat juga akhirnya akan berkiprah kerja di keahliannya atau bidangnya masing-masing.

Pengertian kurikulum yang telah dipaparkan di atas dapat diaplikasikan untuk kurikulum dalam lingkup pendidikan teknologi dan kejuruan atau lebih umum diaplikasikan untuk kurikulum pendidikan kejuruan (vocational). Kurikulum pendidikan kejuruan merupakan suatu perencanaan tertulis yang lengkap mulai dari tujuan, silabus, kompetensi, kompetensi dasar, pokok bahasan, sub pokok bahasan, penentuan waktu, penilaian dan sumber bacaan. Dari kurikulum tertulis tersebut perlu dikembangkan menjadi kurikulum operasional, dapat berupa rancangan pembelajaran dan dilanjutkan dengan proses pembelajaran di mana guru berinteraksi dengan peserta didik yang dilengkapi dengan metode pembelajaran, media pembelajaran dan alat evaluasi yang memadai dan tepat, yang diharapkan akan mencapai hasil pembelajaran peserta didik yang optimal sesuai bakat, minat dan potensi yang mereka miliki.
Memaknai pengertian kurikulum yang telah diuraikan yang diartikan secara luas, maka selain yang dipaparkan di atas khususnya dalam lingkup pendidikan kejuruan, maka akan termasuk di dalamnya yang terkait dengan bagaimana guru membimbing, membina, memotivasi di dalam kelas, laboratorium, maupun di luar kelas, seperti dalam kegiatan ektra kurikuler, hubungan interpersonal kepada para peserta didiknya. Dengan demikian dalam batasan-batasan kurikulum yang lebih mutakhir, khususnya untuk kurikulum pendidikan kejuruan adanya penekanan pada unsur peserta didik dan pengembangan potensinya.


B. Kurikulum dan Pembelajaran, serta Pendekatannya
1. Kurikulum dan Pembelajaran
       Kurikulum dapat dibedakan secara tegas dengan pembelajaran. Kurikulum merupakan semua yang terkait dengan pengalaman belajar peserta didik. Untuk pengalaman belajar peserta didik perlu ada tujuan pada kurikulum tersebut, deskripsi, silabus yang di dalamnya terdiri atas standar kompetensi, dan kompetensi dasar yang akan dicapai, pokok bahasan atau sub pokok bahasan, waktu yang diperlukan, buku sumber, dan penilaian. Dari kurikulum yang terdokumentasi atau tertulis ini harus ada kurikulum operasionalnya, yaitu yang pertama dari kurikulum tertulis tersebut dikembangkan oleh guru ke dalam rencana proses pembelajaran per pertemuan untuk setiap semester yang di dalamnya ada komponen tujuan umum dan tujuan khusus, pokok bahasan, sub pokok bahasan, uraian materi, metode dan media yang direncanakan, evaluasi yang akan dilakukan dan buku sumber yang dipakai.
       Kurikulum operasional yang berupa rancangan proses pembelajaran akan diimplementasikan ke dalam pembelajaran, sehingga terjadi interaksi antara guru dan peserta didik dalam sebuah proses pembelajaran untuk memberikan pengalaman belajar pada peserta didik agar mereka mendapatkan hasil dari proses pembelajaran berupa aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Dari aspek kognitif berupa pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintetis, dan evaluasi, dari aspek afektif mencakup pengiriman, partisipasi, penilaian dan penentuan sikap, organisasi, pembuatan pola hidup, dan kemampuan psikomotor meliputi persepsi, kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan yang terbiasa, gerakan kompleks, penyesuaian pola gerakan, kreativitas. Hasil proses pembelajaran itu perlu dilakukan penilaian untuk mengetahui tingkat penguasaan aspek pengetahuan (kognitif), sikap (afektif), dan keterampilan (psikomotor) dari pokok bahasan atau sub pokok bahasan suatu proses pembelajaran yang telah dilakukan.

Jadi, kurikulum itu ada kurikulum tertulis dan kurikulum operasional yang
berupa rancangan proses pembelajaran yang fokusnya pada peserta didik. Baik pada kurikulum tertulis maupun kurikulum operasional adalah untuik memberi pengalaman belajar pada peserta didik untuk mengembangkan potensinya semaksimal mungkin. Pembelajaran lebih memfokuskan kepada proses pembelajarannya agar peserta didik mendapatkan pengalaman belajar untuk mengembangkan potensinya secara terarah dan lebih maksimal untuk mencapai hasil belajar yang maksimal pula sesuai yang diharapkan, yang akan tergantung tentang pokok bahasan/sub pokok bahasan atau materi apa yang dipelajarinya dalam proses pembelajaran yang bersangkutan atau dalam mata diklat atau mata pelajaran tertentu.

2. Beberapa Pendekatan
2.1 Pendekatan Filosofis
Pendekatan filosofis dalam pendidikan pada umumnya adalah pemikiran ahli filsafat yang diambil atau dipilih untuk dipakai dalam pendidikan, khususnya dalam perencanaan kurikulum. Secara harfiah filosofis (filsafat) berarti ”love of wisdom” atau cinta akan kebijakan. Mempelajari filsafat untuk mengaplikasikannya dala kehidupan, khususnya dalam kehidupan sekolah yang dimulai dengan rancangan kurikulum. Rancangan kurikulum yang dilandasi pendekatan filosofis akan dapat membuat proses perancangan dan proses pembelajaran secara bijak, sehingga akan membekali peserta didik dengan ilmu, sikap, dan keterampilan yang mengarahkan kepada kehidupan peserta didik yang lebih baik yang aman sejahtera dalam kehidupan dan penghidupannya.
Rancangan kurikulum yang berlandaskan pendekatan filosofis berarti akan
diwarnai keyakinan mana yang dipilih mendasari kurikulum tersebut. Para perancang kurikulum perlu mempunyai kesepakatan apa yang diyakini tentang apa tujuan yang akan dicapai setelah peserta didik lulus dari sekolah yang bersangkutan. Sebagai contoh, jika diinginkan peserta didik setelah lulus dapat melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi, maka perlu disiapkan kurikulum sekolah yang luas dan komprehensif seperti dikemukakan oleh Edward J. Power (1982 : 87) ” the
curriculum of all school must be broad and comprehensive, …”. Untuk kurikulum
pendidikan kejuruan apabila diyakni harus menekankan penyesuaian peserta didik
dengan jenis pekerjaan yang ada di lapangan kerja, maka menurut Sukamto
(1988 : 91) : …, maka isi kurikulumnya bisa diramalkankan sangat didominasi oleh penumbuhan kemampuan-kemampuan transisional seperti bagaimana beradaptasi dengan lingkungan, bagaimana mengatasi problem mobilitas pekerjaan, dan kemampuan berhubungan dengan sesama orang (human relation skill).
Pendidikan kejuruan terdiri dari beberapa jenis atau bidang keahlian, walaupun demikian sebagai landasan berpikir untuk kurikulum pendidikan kejuruan yang manapun relatif sama. Pendekatan filosofis ini akan dapat mengarahkan perancang kurikulum, tetapi penentuan isi kurikulum berlandaskan pemikiran filosofis selain mengandung konotasi kurang obyektif, sering mengalami kesulitan teknis dalam mengidentifikasi perangkat pemikiran filosofis yang komprehensif dan merupakan konsensus paling tidak di antara mereka yang terlibat dalam pendidikan teknologi dan kejuruan itu sendiri (Sukamto, 1998 : 92). Rancangan kurikulum pendidikan kejuruan yang dimaksud yang sesuai bidangnya masing-masing tetap memerlukan pemikiran dasar filosofis, sebagai upaya penentuan tujuan kurikulum dan isi kurikulum yang akan membekali peserta didik setelah mereka lulus. Keyakinan untuk merumuskan kurikulum perlu disepakati, sehingga betul-betul dapat memilih, menentukan pendekatan filosofis yang tepat, yang dipandang sebagai pemikiran dasar atau keyakinan yang tumbuh dari analisis konteks dunia pendidikan dan dunia kerja.

2.2 Pendekatan Fungsional
Apabila dalam pendekatan filosofis sebagai dasar pemikiran perancangan kurikulum akan dipengaruhi oleh keyakinan para perancang kurikulum terutama orang yang memiliki jabatan, atau orang yang disegani, tetapi dalam pendekatan fungsional akan lebih obyektif. Pada pendekatan fungsional akan didasari asumsi bahwa peserta didik yang belajar dalam lingkup pendidikan teknologi dan kejuruan perlu mempelajari fungsi-fungsi apa yang harus ada dalam rangka menjamin kelangsungan kerja dunia usaha atau dunia industri. Dari fungsi-fungsi yang ada akan dijabarkan kepada penampilan-penampilan peserta didik yang lebih luas yang terkait dengan tugas-tugas tertentu dalam dunia usaha atau dunia industri, yang selanjutnya indentifikasi tugas penampilan itu akan menjadi masukan bagi para perencanaan kurikulum.

Setiap jenis atau bidang keahlian dalam lingkup pendidikan kejuruan masing-masing tugas atau fungsi dalam dunia usaha atau dunia industri perlu diidentifikasi, dikelompokkan sesuai bidang pendidikan kejuruan, apakah pendidikan kejuruan ekonomi, kerajinan, tekstil, teknologi, pariwisata, pertanian, perikanan, dan sebagainya. Mengidentifikasi tugas-tugas dalam setiap bidang keahlian kejuruan ini akan lebih baik dilakukan oleh orang-orang yang memiliki wawasan dalam bidangnya masing-masing. Dapat dicontohkan identifikasi fungsi yang berkaitan dengan kelompok pariwisata bidang busana, seperti :

a. Membuat pola.
b. Memotong busana.
c. Menjahit bagian busana.
d. Finishing pembuatan busana.
e. Menghias busana.

Dari identifikasi fungsi-fungsi di atas di industri busana dapat dirinci lebih
spesifik lagi menjadi daftar kegiatan-kegiatan dari setiap fungsi, yang selanjutnya dikaitkan dengan setiap kompetensi atau keterampilan yang harus dimiliki oleh setiap orang yang akan melaksanakan kegiatan-kegiatan itu. Kompetensikompetensi yang dimaksudkan akan dirumuskan dalam bentuk kognitif, afektif, dan psikomotor dengan tingkat yang bervariasi. Kompetensi-kompetensi yang dirumuskan menurut klasifikasi tertentu yang akan membantu guru atau instruktur dalam menyusun pengalaman belajar atau kombinasi-kombinasi kegiatan belajar yang akan membantu peserta didik untuk mencapai kompetensi-kompetensi yang dimaksud.
Kompetensi-kompetensi yang disusun itu harus disepakati oleh pihak industri, pihak sekolah dan pihak-pihak lain yang terkait untuk dikaji menyeluruh dan vertifikasi lanjut untuk ketepatan dan kelayakannya. Ungkapan di atas sepertinya menempatkan sekolah seolah ujung ketergantungan pada dunia industri atau dunia usaha dan sekolah penentuan kurikulum diorientasikan pada lapangan yang ada. Sekolah jangan dianggap sebagai kepanjangan tangan dunia usaha atau dunia industri dengan hanya mengidentifikasi fungsi-fungsi umum tersebut. Kompetensi-kompetensi umum untuk beberapa jenis pekerjaan yang termasuk ke dalam kelompok sejenis justru akan memberikan keluasan pilihan bagi peserta didik setelah mereka lulus dari program pendidikannya.
Dalam merancang kurikulum seperti ini mengandung konsekuensi proses yang
panjang sehingga memerlukan waktu yang cukup lama dan biaya yang cukup tinggi.

2.3 Pendekatan Introspektif
Pendekatan introspektif yaiu mendasarkan penentuan kurikulum pada hasil pemikiran perorangan atau kelompok, tetapi lebih difokuskan kepada mereka yang terlibat langsung dalam penyelenggaraan pendidikan teknologi dan kejuruan, yaitu guru dan para administrator. Guru dan administrator adalah orang-orang yang terlibat langsung di lapangan, sehingga diharapkan mereka akan tahu persis apa yang selayaknya dimasukan sebagai isi kurikulum sekolah. Jadi, diperlukan orangorang yang dapat mengetahui, memahami, menghayati apa yang terjadi di lapangan dan bagaimana sebaiknya yang perlu ada dalam isi kurikulum yang nanti dapat diimplementasikan secara relatif mendekati kesempurnaan yang diharapkan untuk
memperoleh lulusan yang handal, dapat beradaptasi di lapangan.
Realisasi pendekatan introspektif akan dimulai mempelajari apa yang terjadi di lapangan yang sudah dilaksanakan, berjalan, dan dilengkapi dengan data program yang serupa yang ada di tempat lain sebagai bahan bandingan. Bahkan bandingan
itu, baik di negara kita sendiri atau dibandingkan dengan yang ada di negara lain walaupun hanya melalui literatur, dan apabila langsung survey tentu akan lebih konkrit, tetapi tentu konsekuensi pada dana. Selain itu perlu dipelajari katalog sekolah, laporan tahunan sekolah, melalui majalah atau jurnal sebagai bahan memperluas wawasan. Ini dilakukan para guru atau administrator sebelum mereka mengambil keputusan untuk masukan isi kurikulum yang dimaksud.
Guru dan administator yang dilibatkan dengan pendekatan introspektif
adalah guru dan administrator yang dalam realitanya terjun langsung di lapangan,
mengetahui atau merasakan persis apa yang dirasakan di lapangan bukan guru dan
administrator yang hanya duduk di meja tidak pernah melihat lapangan. Melihat lapangan berarti guru tersebut langsung membimbing praktik di laboratorium atau
langsung menjadi pembimbing pada peserta didik terjun ke lokasi industri atau dunia
usaha, sehingga para guru atau administrator tersebut menghayati betul apa kekurangan atau kelemahan yang terjadi pada peserta didik.
Untuk lebih memantapkan menentukan isi kurikulum, maka pendekatan
introspektif ini dapat melibatkan personalia dari industri atau dunia usaha sebagai
dewan penasihat kurikulum (curriculum advisory commite). Cara ini pun akan lebih
baik, sehingga akan lebih mendekatkan hubungan antara sekolah dan dunia kerja.
Cara ini pula dapat ditempuh melalui hubungan dekat atau pribadi dari guru atau
administrator, dan dengan pihak industri, pengusaha akan memberi peluang untuk
mendiskusikan masalah isi kurikulum dengan para pemakai tenaga lulusan dari pendidikan teknologi dan kejuruan untuk berbagai bidang keahlian. Hubungan pribadi ke arah positif antara pihak orang-orang yang ada di sekolah dan pihak dunia usaha dan dunia industri harus dijalin demi kepentingan yang lebih besar dari dunia pendidikan, khususnya dunia pendidikan teknologi dan kejuruan.

2.4 Pendekatan Analisis Tugas
Pendidikan teknologi dan kejuruan pada umumnya menerapkan pendekatan analisis tugas (task analysis), karena dari kajian tentang aspek-aspek perilaku yang didapatkan dari hasil penelitian dan buku panduan yang dikembangkan selama ini
atau beberapa tahun terakhir secara sistematis telah dijabarkan langsung dari deskripsi pekerjaan dan deskripsi tugas. Yang penting yang perlu diperhatikan sebelum proses penentuan isi kurikulum dengan pendekatan analisis tugas, sebelumnya perlu dipertegas tentang istilah-istilah yang sering dijumpai di literatur yang dapat menimbulkan kerancuan penafsiran di masyarakat.
Dalam keperluan analisis tugas dapat dibedakan antara istilah pekerjaan (job), kewajiban (duties), tugas (task), kegiatan (activity), pengoperasioan (operations) dan langkah-langkah (step). Digambarkan dari yang paling umum ke bagian yang paling terkecil, yang menurut Sukamto dapat digambarkan sebagai
berikut :
Gambar 1 Hierarki Analisis Pekerjaan Untuk Analisis Tugas (Sumber : Sukamto,
1988 : 99)

Dari analisis tugas digambarkan tersebut adalah analisis tugas yang lengkap. Apabila pekerjaan yang hanya terdiri dari beberapa langkah, maka kadang-kadang timbul kerancuan, karena semuanya ditafsirkan menjadi pekerjaan. Upaya menghindari hal tersebut yang penting hendaknya diingat bagaimana menggunakan
diagram dalam bagan untuk menganalisis suatu pekerjaan, misalnya

”… kalau suatu tugas tertentu dapat mewakili secara representatif suatu kewajiban suatu kewajiban (duty) tertentu, maka hendaknya dapat dimengerti kalau dalam kasus tersebut kewajiban dan tugas menjadi suatu pengertian dan istilahnya dipakai atau
dipertukarkan satu sama lain” (Sukamto, 1988 : 101).

Melaksanakan analisis tugas yaitu dilaksanakan kepada pekerjaan yang
betul-betul sudah menduduki jabatan atau pekerjaan di tempat kerja, jadi bukan
pengadaian atau teori, tetapi benar-benar nyata ada pada realisasinya, sehingga
Pekerjaan merupakan data obyektif yang dapat diandalkan kebenarannya. Yang penting diperhatikan pula pada analisis tugas yaitu ketelitian dan kecermatan dalam inventarisasi dan pengolahan data, yang pada umumnya sulit melaksanakannya karena memakan waktu yang lama dan berimbas pada ketersediaan dana. Pada negara yang belum maju kondisi itu belum dilaksanakan, karena terbentur dana yang tersedia relatif kecil.
Sistematika atau urutan kerja akhirnya akan menentukan logika penjabaran untuk satuan kegiatan-kegiatan belajar yang nanti akan diselenggarakan di sekolah masing-masing. Jadi, analisis tugas ini diperlukan ketelitian dan kecermatan banyak orang yang terlibat dengan jumlah data yang diperlukan sangat banyak. Saat melakukan
analisis tugas penting diperhatikan langkah-langkah sebagai berikut yaitu :

1) Melakukan kajian literatur dan informasi yang relevan.
2) Mengembangkan inventori pekerjaan atau jabatan.
3) Memilih sampel atau contoh pekerjaan sebagai sumber data.
4) Melaksanakan survei atau penelitian di lapangan.
5) Menganalisis hasil survei untuk dijabarkan menjadi kurikulum dan
kegiatan belajar di sekolah.

0 komentar

Post a Comment