Visitor

Saturday, December 14, 2013

MANAJEMEN PENDIDIKAN KEJURUAN

Download Document [via 4shared.com] --> [DOWNLOAD]


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Pendidikan dianggap sebagai suatu investasi yang paling berharga dalam bentuk peningkatan kualitas sumber daya insani untuk pembangunan suatu bangsa. Sering kali kebesaran suatu bangsa diukur dari sejauhmana masyarakatnya mengenyam pendidikan. Semakin tinggi pendidikan yang dimiliki oleh suatu masyarakat, maka semakin majulah bangsa tersebut. Kualitas pendidikan tidak saja dilihatdari kemegahan fasilitas pendidikan yang dimiliki, tetapi sejauh mana output (lulusan) suatu pendidikan dapat membangun sebagai manusia yang paripurna sebagaimana tahapan pendidikan tersebut.
Penyelenggaraan pendidikan yang dilakukan secara terstruktur (dalam arti memiliki kurikulum dan system pengelolaan yang sistematis) adalah pendidikan yang diselenggarakan pada jalur formal dan non-formal. Jalur formal ini sering disebut sebagai pendidikan persekolahan.
Pada hakikatnya pendidikan yang menyumbang terhadap pembangunan bangsa adalah pendidikan pada tiga jalur tersebut. ketiga jalur tersebut merupakan triltrilogydidikan yang secara sinergis membangun bangsa melalui pembangunan sumber daya insani dari tidak tahu menjadi tahu, dari tahu menjadi terampil, dan dari terampil menjadi ahli. Sumbangan pendidikan terhadap pembangunan bangsa tentu bukan hanya sekedar penyelenggaraan pendidikan, tetapi pendidikan yang bermutu, baik dari sisi input, proses, output, maupun outcome. Input yang bermutu, kurikulum yang bermutu, fasilitas yang bermutu, dan berbagai aspek penyelenggaraan pendidikan yang bermutu. Proses pendidikan yang bermutu adalah proses lulusan yang memiliki kompetensi yang disyaratkan. Dan outcome pendidikan yang bermutu adalah lulusan yang mampu melanjutkan ke jenjang pendidikan lebih tinggi atau terserap pada dunia usaha.

1.2 Rumusan Masalah
1.      Bagaimanakah sejarah mutu di pendidikan?
2.      Apa yang dimaksud dengan mutu?
3.      Apa yang dimaksud dengan manajemen mutu terpadu?
4.      Apa sajakah yang termasuk di dalam prinsip mutu?
5.      Apa sajakah yang termasuk ke dalam komponen mutu?
6.      Bagaimanakah implementasi dari manajemen mutu pendidikan?

1.3 Tujuan Penulisan
Tulisan ini bertujuan untuk :
1.      Memenuhi tugas yang diberikan dosen dalam mata kuliah Manajemen Pendidikan Kejuruan.
2.      Mengetahui konsep manajemen peningkatan mutu pendidikan.
3.      Mengetahui prinsip-prinsip dalam manajemen peningkatan mutu pendidikan.
4.      Mengetahui komponen-komponen dalam manajemen peningkatan mutu pendidikan.
5.      Mengetahui implementasi manajemen peningkatan mutu pendidikan.

1.4 Manfaat Penulisan
Adapun manfaat tulisan ini, antara lain:
1.      Dapat menambah wawasan penulis dan khalayak pembaca tentang hal-hal yang berhubungan dengan Manajemen Peningkatan Mutu Pendidikan.
2.      Sebagai bahan referensi untuk pembaca.
3.      Dapat melatih mahasiswa pada umumnya dan penulis khususnya dalam mengembangkan wawasan diri untuk menyusun buah pikiran secara sistematis dalam bentuk makalah.














BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Sejarah Mutu
Konsep manajemen mutu pendidikan merupakan sebuah konsep yang berasal dari Total Quality Management (TQM). TQM pertama kali diperkenalkan pada tahun 1920an oleh Edward Deming di Jepang. Deming adalah seorang warga amerika yang menjadi salah satu konsultan perusahaan di jepang. Konsep TQM pada awalnya berkembang dari pemikiran untuk mewujudkan produk yang bermutu sampai pada akhirnya meliputi semua aspek dalam organisasi.
Perkembangan upaya  mewujudkan mutu dapat ditelusuri dari konsep “inspection” kemudian berkembang “quality Qontrol and statistical theory”, selanjutnya berkembang “quality in Japan” yang menghantarkan pada konsep “total quality”. Perkembangan selanjutnya adalah “total quality management” kemudian berkembang menjadi “Quality awards and excellence model”. Perkembangan selanjutnya adalah “business excellence”. (http://www/bpir.com/total-quality-management-history-of-tqm-and-business-excellence-bpir.com.html).
Inspection (inspeksi) meliputi pengukuran, pengujian, dan test produk, proses dan pelayanan dalam membuat produk yang sama. Pada kerjaannya sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan oleh pabrik/industry atau tidak. Hal ini dianggap berjalan baik pada konsisi para pekerja yang rendah produktivitasnya dan perusahaan relative kecil. Artinya semua pegawai akan terawasi dengan baik dan seksama. Namun seiring dengan perkembangan dunia industry dalam memproduksi barang dalam jumlah yang banyak, inspeksi menjadi tidak lagi efektif dalam mewujudkan suatu produk yang bermutu.Pada tahun 1991 Frederick W. Taylor berperan penting dalam inspeksi. Dia mempublikasikan ‘The Principles of Scientific Management’ yang memberikan sebuah kerangka untuk mendayagunakan orang secara efektif dalam suatu organisasi. Salah satu konsep Taylor adalah secara jelas mendefinisikan tugas-tugas pada suatu standart. Inspeksi adalah salah satu tugasnya yang bertujuan untuk:
a)    Menyediakan jaminan bahwa tidak ada kegagalan produk baik pada pabrik atau “Workshop”.
b)   Memfokuskan pada produk dan mendeteksi masalah-masalah di dalam produk.
c)    Melaksanakan pengetesan untuk setiap item untuk menjamin bahwa produk telah sesuai dengan spesifikasinya.
d)   Menganalisis proses produksi akhir dan mendukung pelatihan khusus inspektur.
Perkembangan ini pada akhirnya memunculkan sebuah departemen/ bagian yang berfungsi secara khusus untuk melakukan inspeksi. Dalam penyelenggaraan pendidikan saat ini, khususnya dalam struktur organisasi departemen pendidikan nasional dikenal “Inspektorat Jenderal”. Inspeksi saat ini tidak lagi menjadi jawaban untuk semua masalah mutu suatu produk, tetapi menjadi salah satu alat untuk meningkatkan mutu suatu produk.
Quality Qontrol and Statistical Theory  pertama kali diperkenalkan untuk mendeteksi dan memperbaiki masalah-masalah selama proses produksi untuk mencegah adanya kegagalan suatu produk. Teori statistic memainkan peran penting dalam area ini. Pada tahun 1920an, W. Shewhart mengembangkan sebuah aplikasi metode statistic untuk manajemen mutu. Dia membuat model chart control pertama dan menunjukkan bahwa variasi dalam proses produksi akan menghasilkan variasi produk. Karenanya, eliminasi variasi dalam proses akan menghasilkan standard an produk akhir yang baik.
Proses control secara statistic ini (1) memfokuskan pada produk dan pendeteksian dan pengontrolan masalah-masalah mutu. (2) melibatkan pengetesan sejumlah sampel dan secara statistic menyimpulkan adanya kesamaan untuk semua produk. (3) meliputi tahapan-tahapan dalam proses produksi. (4) menyadari akan pelatihan personalia bagian produksi dan pengontrol mutu.
Quality in Japan pada tahun 1940an, produk-produk Jepang dipersepsi cheep dan shoddy imitations. Para pemimpin industry Jepang memahami hal ini dan bermaksud untuk menghasilkan produk inovatif yang berkualitas. Akhirnya mereka mengundang Deming, Juran, dan Feigenbaum untuk mempelajari bagaimana mencapai maksud tersebut. Deming mengungkapkan bahwa mereka (para industriawan Jepang) akan mencapai tujuan mereka dalam lima tahun, tidak banyak orang Jepang yang mempercayainya. Namun demikian, mereka mengikuti apa yang disarankannya.
Pada tahun 1950-an, manajemen dan control mutu dikembangkan secara cepat dan menjadi tema utama manajemen Jepang. Ide mengenai mutu tidak berhenti sampai pada level manajemen. Lingkaran mutu dimulai pada tahun 1960an. Lingkaran mutu (quality circles) adalah sebuah kelompok pekerja volunteer yang bertemu dan mendiskusikan isu-isu berbagai aspek di tempat kerja dan mereka membuat presentasi kepada manajemen berdasarkan ide-ide mereka. Sebuah hasil dari quality circles adalah motivasi pegawai. Para pekerja merasa mereka dilibatkan dan didengar. Hasil lainnya adalah ide peningkatan mutu tidak saja pada mutu produk tetapi juga semua aspek organisasi. Hal ini barangkali sebagai awal dari ide total quality.
Total Quality adalah sebuah istilah yang pertama kali dimunculkan oleh Feigenbaum (Dr. Armand Val Feigenbaum) pada konferensi internasional pertama mengenai quality control di Jepang pada tahun 1969. Ishikawa juga mendiskusikan “total quality control” di Jepang, yang berbeda dengan ide barat mengenai “total quality”. Menurut Ishikawa control mutu perusahaan secara luas melibatkan semua karyawan/pegawai dari jajaran top manajemen sampai pekerja.
Total Quality Management berkembang pada tahun 1980an – 1990an. Setelah melakukan observasi terhadap kesuksesan Jepang mengenai isu-isu kepegawaian, perusahaan-perusahaan barat mulai mengenalkan inisiatif mutu menurut versi mereka. TQM dibuat sebagai suatu alat untuk mengekspresikan spectrum mutu yang lebih luas yang difokuskan pada strategi-strategi, program-program, dan teknik-teknik. Definisi TQM secara spesifik meliputi: focus pelanggan, keterlibatan semua pegawai/karyawan, perbaikan secara terus menerus dan integrasi manajemen mutu ke dalam organisasi.
Quality Awards and Excellence Models  merupakan satu langkah maju dalam manajemen mutu yang dikembangkan pada tahun 1988 oleh Malcolm Baldrige Award di amerika Serikat. Model tersebut dikenal secara internasional sebgai model TQM. Model itu dibuat oleh pemerintah Amerika Serikat untuk mendukung perusahaan-perusahaan mengadopsi model tersebut dan meningkatkan kemampuan kompetitifnya. Merespon hal tersebut, hal serupa dibuat oleh Organisasi Manajemen Mutu Eropa pada tahun 1992 yang dikenal dengan EFQM (European Foundation of Quality Management). EFQM ini menjadi kerangka lomba mutu di Eropa.
Tujuan lomba mutu adalah untuk mendukung sejumlah perusahaan untuk mengadopsi prinsip-prinsip manajemen mutu. Model-model tersebut merupakan alat praktis, yang membantu organisasi untuk mengukur dimana posisi perusahaan saat ini dan mau kemana perusahaan di masa yang akan dating. Model-model tersebut juga membantu organisasi untuk menciptakan sebuah rencana untuk mengurangi gap mutu yang ada. Pada saat ini, ratusan lomba mutu dan berbagai model banyak berkembang dua dunia.
Business excellence merupakan sebuah nama yang digunakan untuk membedakan TQM saat ini dengan TQM di masa lalu. Pada tahun 90an dan awal 90an masih banyak ketidakjelasan mengenai TQM. Jadi istilah “business excellence” mengandung arti TQM, tetapi dalam definisi dan pendekatan yang lebih jelas. Model ini pertama kali dibuat pada pertengahan tahun 1980an sebagai reaksi terhadap perkembangan mutu di Barat yang juga lahir karena perkembangan mutu di Jepang. Model ini pada awalnya sebagai “quality award” atau TQM models. Dari waktu ke waktu, istilah “business excellence” mulai menggantikan istilah “quality” (mutu) dan TQM. Saat ini, banyak Negara memandang model “business excellence” sebagai mekanisme kunci untuk meningkatkan kinerja organisasi.
2.2  Definisi Mutu
Kata “Mutu” berasal dari bahasa inggris, “Quality” yang berarti kualitas. Dengan hal ini, mutu berarti merupakan sebuah hal yang berhubungan dengan gairah dan harga diri. Sesuai keberadaannya, mutu dipandang sebagai nilai tertinggi dari suatu produk atau jasa.
Menurut Crosby, mutu adalah sesuai yang disyaratkan atau distandarkan (Conformance to requirement), yaitu sesuai dengan standar mutu yang telah ditentukan, baik inputnya, prosesnya maupun outputnya.
Bagi setiap institusi, mutu adalah agenda utama dan meningkatkan mutu merupakan tugas yang paling penting. Walaupun demikian, ada sebagian orang yang menganggap mutu sebagai sebuah konsep yang penuh dengan teka-teki. Mutu dianggap sebagai suatu hal yang membingungkan dan sulit untuk diukur. Mutu dalam pandangan seseorang terkadang bertentangan dengan mutu dalam pandangan orang lain, sehinggga tidak aneh jika ada dua pakar yang tidak memiliki kesimpulan yang sama tentang bagaimana cara menciptakan institusi yang baik.
Suatu konsep yang absolut, mutu sama halnya dengan sifat baik, cantik dan benar, merupakan suatu idealisme yang tidak dapat dikompromikan. Dalam definisi yang absolut, sesuatu yang bermutu merupakan bagian dari standar yang sangat tinggi yang tidak dapat diunggulii. Produk-produuk yang bermutu adalah sesuatu yang dibuat dengan sempurna dan dengan biaya yang mahal.
Mutu dalam pengertian relatif bukanlah suatu sebutan untuk suatu produk atau jasa, tetapi pernyataan bahwa suatu produk atau jasa telah memenuhi persyaratan atau kriteria, atau spesifikasi yang ditetapkan. Produk atau jasa tersebut tidak harus terbaik, tetapi telah memenuhi standar yang ditetapkan.
Mutu dalam pengertian relatif memiliki dua aspek. Pertama, mutu di ukur dan di nilai berdasarkan persyaratan kriteria dan spesifikasi (standar-standar) yang telah ditetapkan lebih dahulu. Kedua, konsep ini mengakomodasi keinginan konsumen atau pelanggan, sebab didalam penetapan standar produk dan atau jasa yang akan dihasilkan memperhatikan syarat-syarat yang dikehendaki pelanggan, dan perubahan-perubahan standar antara lain juga didasarkan atas keinginan konsumen atau pelanggan, bukan semata-mata kehendak produsen.
Pengertian mutu memiliki variasi sebagaimana didefinisikan oleh masing-masing orang atau pihak. Produsen (penyedia barang/jasa) atau konsumen (pengguna/pemakai barang/jasa) akan memiliki definisi yang berbeda mengenai mutu barang/jasa. Perbedaan ini mengacu pada orientasi masing-masing pihak mengenai barang/jasa yang menjadi objeknya. Satu kata yang menjadi benang merah dalam konsep mutu baik menurut konsumen maupun produsen adalah kepuasan. Barang atau jasa yang dikatakan bermutu adalah yang dapat memberikan kepuasan baik bagi pelanggan maupun produsennya.
Apabila kita mencoba menelusuri latar belakang munculnya gerakan mutu, maka kita akan bertemu dengan tiga bapak mutu, yaitu W. Edwards Deming, Joseph Juran, dan Phipil B. Crosby. Ketiga pakar mutu tersebut memiliki pandangan yang beragam mengenai filosofi mutu.
Deming menulis buku yang paling penting yang berjudul Out of The Crisis. Buku tersebut menjelaskan tentang transformasi gaya manajemen Amerika. Deming mengkonsentrasikan penjelasannya pada kesalahan atau kegagalan manajemen untuk dijadikan dasar perencanaan di masa yang akan dating dan untuk meramalkan masalah yang akan terjadi. Ia melihat bahwa masalah mutu pada hakikatnya terletak pada konsep manajemen, khususnya kegagalan senior manajer dalam proses perencanaan. Deming mengemukakan 14 butir filosofi mutu gaya baru yang menjadi daya Tarik bagi pihak manajemen untuk merubah gaya pendekatan mereka. Deming mengkombinasikannya dengan pemahaman tentang pentingnya psikologi, khususnya untuk mengatasi hambatan dalam mengadopsi suatu budaya mutu.
Secara tegas Deming juga menekankan pentingnya pencegahan daripada memperbaiki kerusakan, hal inilah yang dinilai sebagai kontribusi unik dalam memahami bagaimana menjamin peningkatan mutu. Studi penting Deming adalah analisa mengenai kegagalan mutu. Hasil kajiannya menunjukkan bahwa penyebab kegagalan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu penyebab kegagalan khusus dan umum. Penyebab umum adalah adanya kegagalan sistem, yaitu berkaitan dengan proses internal lembaga. Hal tersebut dapat diatasi atau dikurangi jika dilakukan perubahan sistem, prosesdan prosedurnya. Sedangkan penyebab khususnya dalah gangguan yang datang dari komponen sistem yang bervariasi.
Joseph juran merupakan salah satu pakar mutu yang pernah mendapatkan penghargaan yang dinilai prestisius dari kaisar Jepang, yaitu Order of Sacred Treasure. Juran telah meluncurkan sejumlah buku mengenai mutu, diantaranya : Juran’s Quality Control Handbook, Juran on Planning for Quality, dan Juran on Leadership for Qualiy.
Sebagai pakar di bidang mutu, Juran memiliki ide penting mengenai mutu, yaitu produk atau jasa yang bermutu adalah produk atau jasa yang bisa menemukan spesifikasi yang diinginkan oleh pelanggan. Untuk mewujudkan idenya itu, Juran mengemukakan dua hal, yaitu :
(1)  Hukum 85/15.
Hukum 85/15 yang dikemukakan Juran mengungkapkan bahwa 85% masalah mutu yang dihadapi organisasi disebabkan karena buruknya desai proses. Desain proses merupakan proses manajemen yang dilakukan untuk mengelola organisasi. Apabila desain proses dibuat secara benar maka dapat dikatakan bahwa mutu telah dibuat secara benar. Desain proses sistem merupakan manajemen.
(2)  Strategi Manajemen Mutu (Strategic Quality Management)
Untuk memperbaiki manajemen dalam rangka mencapai mutu, Juran mengembangkan suatu pendekatan yang disebut Strategic Quality Manajemen (SQM). SQM merupakan tiga bagian proses berdasarkan perbedaan tingkat staff. Perbedaan tingkat staff ini dinalai memberikan kontribui yang unik bagi peningkatan mutu. Manajer puncak memiliki pandangan strategis organisasi. Manajer madya memegang peranan operasional mutu. Dan pengawas mutu bertanggungjawab atas pengawasan mutu.
Philip Crosby terkenal dengan dua idenya mengenai mutu. Pertama, bahwa mutu adalah gratis. Artinya pemborosan dan ketidak-efisienan pada sistem dapat dihemat dan dibayar oleh program peningkatan mutu. Kedua, bahwa kesalahan, kegagalan, pemborosan dan seluruh hal yang tidak mencerminan mutu dapat dihapus seluruhnya jika lembaga memiliki keinginan kuat untuk menghilangkannya.
Mutu adalah gambaran dan karakteristik menyelut=ruh dari barang atau jasa yang menunjukkan kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan yang diharapkan oleh pelanggan. Sallis (1993) mendefiniskan mutu dalam dua perspektif, yaitu mutu absolut dan mutu relatif. Mutu absolut merupakan mutu dalam arti yang tidak bisa ditawar-tawar lagi atau bersifat mutlak. Absolut juga dapat dikatakan sebagai suatu kondisi yang ditentukan secara sepihak, yakni oelh produsen (jasa atau barang). Dalam budang absolut, mutu diartikan sebagai ukuran yang terbaik menurut pertimbangan produsen dalam memproduksi suatu barang atau jasa. Sedangkan mutu relatif diartikan sebagai mutu yang ditetapkan oleh selera konsumen. Dengan demikian, suatu barang atau jasa dapat disebut bermutu oleh seorang konsumen, tetapi belum tentu dikatakan bermutu oleh konsumen lainnya.
Pandangan mengenai mutu dia atas mengimplikasikan bahwa barang atau jasa yang diproduksi harus selalu mengutamakan kesesuaian antara kebermutuan dalam perspektif absolut dan relatif. Sallis (1993) mengungkapkannya dengan istilah fir for their purpose. Artinya setiap barang atau jasa yang diproduksi harus memuaskan pelanggan dan memenuhi spesifikasi ¬¬yang dimiliki produsen. Walaupun demikian, pada hakikatnya mutu absolut merupakan kondisi atau spesifikasi yang ditetapkan manajemen (organisasi) untuk memenuhi kepuasan pelanggan, sehingga organisasi memiliki arah dan gambaran mengenai apa yang harus dilakukan manakala memproduksi suatu barang atau jasa.
Penulis memandang mutu sebagai kondisiyang terkait dengan kepuasan pelanggan terhadap barang atau jasa yang diberikan oleh produsen. Lebih luas dari itu, konsep mutu juga ditetapkan oelh produsen sebagai pembuat atau pemberi jasa yang didasarkan pada spesifikasi yang telah ditentukan oleh produsen. Manajemen kontemporer saat ini mengorientasikan proses manajemen pada upaya untuk mencapai mutu baik pada input, proses, maupun output organisasi, sehingga diharapkan organisasi akan selalu meliliki hubungan yang berarti dengan pelangganya. Keberartian inilah yang akan membuat organisasi dikatakan sebagai organisasi yang bermutu.
Dalam Kamus Indonesia-Inggris kata mutu memiliki arti dalam bahasa Inggris quality artinya taraf atau tingkatan kebaikan; nilaian sesuatu. Jadi mutu berarti kualitas atau nilai kebaikan suatu hal.
Dalam membahas definisi mutu kita perlu mengetahui definisi mutu produk yang disampaikan oleh lima pakar Manajemen Mutu Terpadu (Total Quality Management) diatas yakni :
a) Juran menyebutkan bahwa mutu produk adalah kecocokan penggunaan produk untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan pelanggan.
b) Crosby mendefinisikan mutu adalah conformance to requirement, yaitu sesuai dengan yang disyaratkan atau distandarkan.
c) Deming mendefinisikan mutu, bahwa mutu adalah kesesuaian dengan kebutuhan pasar.
d) Feigenbaum mendefinisikan mutu adalah kepuasan pelanggan sepenuhnya.
e) Garvin dan Davis menyebutkan bahwa mutu adalah suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, manusia/tenaga kerja, proses dan tugas, serta lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan atau konsumen.

Meskipun tidak ada definisi mutu yang diterima secara universal, namun dari kelima definisi diatas terdapat beberapa persamaan, yaitu dalam elemen-elemen sebagai berikut :
a. Mutu mencakup usaha memenuhi atau melebihi harapan pelanggan.
b. Mutu mencakup produk, tenaga kerja, proses, dan lingkungan.
c. Mutu merupakan kondisi yang selalu berubah (misalnya apa yang dianggap merupakan mutu saat ini, mungkin dianggap kurang bermutu pada masa mendatang).

2.3  Definisi Manajemen Mutu Terpadu   
Manajemen mutu terpadu merupakan sebuah konsep yang mengaplikasikan berbagai prinsip mutu untuk menjamin suatu produk barang/jasa memiliki spesifikasi mutu sebagaimana ditetapkan secara menyeluruh dan berkelanjutan. Pendekatan manajemen mutu dilakukan secaramenyeluruh, yaitu mulai dari input, proses, output dan outcome. Dilakukan secara berkelanjutan menunjukkan bahwa upaya mewujudkan mutu merupakan bagian kerja keseharian, bukan sesuatu yang berifat temporal (sewaktu-waktu). Dalam konteks outcome (dampak) dikenal dengan istilah layanan purna jual. Dalam dunia pendidikan, layanan purnajual ini terkait dengan keterlibatan alumni dalam pengelolaan dan pengembangan sekolah. Semua komponen seintem organisasi diposisikan sebagai bagian untuk menjamin mutu dan disinergikan melalui kepemimpinan mutu.
Beberapa isu yang dibuat oleh konferensi dewan mutu pada Mei 1990 (Ross, 1993 :1-2) adalah sebagai berikut:
a)    A culturan change based on a management philosophy of meeting customer requirements trough continous improvement. (satu perubahan budaya didasarkan pada filososi manajemen sesuai dengan tuntutan pelanggan melalui perbaikan berkelanjuta).
b)   Management behavior that includes acting as role models, use of quality processes and tools, encouraging communications, sponsoring feedback activities and a supporting environtment. (perilaku manajemen juga harus berperan sebagai model, menggunakan alat dan proses mutu, mendorng komunikai, mensponsori umpan balik, dan mendukung lingkungan).
c)    Mechanisms of change including training,communications, recognition, teamwork, and customer satisfication program. (mekanisme perubahan meliputi : pelatihan, komunikasi perubahan, pengenalan, kerjasama kemolpok, dan program pemuasan pelanggan).
d)   Implementing TQM by defining the mission, identifying system output, identifying customers, negotiating customers’ reqirements, developing a “suppliers spesipication” that details customer requirements and expectation, determining the necessary required to fulfill those requirements and expectations. (pengimplementasian TQM dengan mendefinisikan misi, mengidentifasi sistem output, bernegosiasi dengan tuntutan pelanggan, mengembangkan spesifikasi bagi suplier sebagaimana diharapkan dan dituntut pelanggan, dan menentukan syarat-syarat yang perlu utnuk mengisiharapan dan tuntutan pelanggan tersebut).
e)    The cost of quality as the measure of non-quality (not meeting customer requirements).(Biaya mutu sebagai ukuran yang bukan mutu atau tidak memenuhi yang disyaratkan pelanggan).

2.4  Prinsip Mutu
Menurut Deming ada 14 prinsip mutu yang harus dilakukan organisasi/perusahaan jika menghendaki dicapainya mutu, yaitu :
1)        Menciptakan konsistensi tujuan untuk mengembangkan produk dan jasa dengan adanya tujuan suasana bisnis yang kompetitif.
2)        Aadopsi filosofi baru.
3)        Menghentikan ketergantungan pada adanya inspeksi dan digantikan dengan upaya pencapaian mutu.
4)        Menghentikan anggapan bahwa penghargaan dalam bisnis adlah terletak pada harga.
5)        Peningkatan sistem produksi dan layanan terus menerus guna penigkatan mutu dan prduktivitas.
6)        Pelatihan dalam pekerjaan.
7)        Kepemimpinan lembaga.
8)        Menghilangkan rasa takut.
9)        Hilangkan penghalang antar departemen/biro.
10)    Mengurangi slogan peringatan – peringatan dan target, dan mengganti dengan pemantapan metode – metode yang dapar meningkatkan mutu kerja.
11)    Kurangi standart kerja yang menentukan kuota berdasarkan jumlah.
12)    Hilangakan penghambat yang dapat merampas hak asasi manusia untuk merasa bangga terhadap kecakapan kerja.
13)    Lembagakan suatu program pendidikan dan pengingkatan diri yang penuh semngat.
14)    Setiap orang dalam perusahaan bekerja sama dalam mendukung proses transformasi.
Menurut Josep juran (Ross, 1993:3) ada 10 langkah untuk meningkatkan mutu, yaitu:
1)        Build awaresess of opportunities to improve (membangun kepedulian untuk perbaikan/peningkatan).
2)        Set goals for improvement (menentukan tujuan – tujuan untuk peningkatan).
3)        Organize to reach goals (mengorganisasi untuk pencapaian tujuan).
4)        Provide training (menyelenggarakan latihan).
5)        Carry out projects to solve problems (mendorong pembangunan pemecahan masalah).
6)        Report progress (melaporkan perkembangan).
7)        Give recognition (memberikan pengakuan).
8)        Communicate result (mengkomunikasikan hasil – hasil).
9)        Keep score.
10)    Maintain momentum by making annual improvement part of the regular systems and processes of company (menjaga momentum dengan membuat peningkatan tahunan sebagai bagian dari sistem dan proses reguler perusahaan).
Philip Crosby (Ross, 1993:3), mengemukakan ada 4 prinsip mutu, yaitu :
1)        Quality is defined as conformance to requirements, not “goodness” (mutu didefinisikan sebagai kesesuaian dengan tutukan, bukan “kebaikan”).
2)        The system for delivering quality is the prevention of poor-quality through process control, not appraisal or correction (sistem untuk mengantarkan/mencapai mutu adalah pencegahan terhadap mutu yang rendah melaui proses pengawasan, bukan penilaian atau koreksi).
3)        The performance standart is zero defect, not “that’s close enaugh” (standar performa adalah tidak adalah kesalahan, bukan “hal itu hampir mendekati”).
4)        The measurement of quality is the price of noncoformance, not indexes (pengukuran mutu adalah harga diri ketidakseragaman, bukan indeks – indeks).
Prinsip ,mutu adalah sejumlah asumsi yang dinilai dan diyakini memiliki kekuatan untuk mewijudkan mutu. Akan hal ini, berbagai ahli dan organisasi mencoba merumuskan prinsip-prinsip yang paling tepat untuk dapat mewujudkan mutu dalam organisasi. Adal delapan prinsip mutu berdasarkan versi Iso, yaitu : (1) customer Focused Organitaton, (2) Leadership, (3) Involvement of People, (4) Process Aproach, (5) System Approach to management, (6) Cotinual Improvement, (7) Factual Approach to Decision Making, (8) Mutually Beneficial Supplier Relationship.
Customer focused organization adalah rientasi pada pelanggan. “ Organizations depend on their customer and therefore should understand current and future needs, meet customer requirements and strive to exeed customers expections” (Igit,2007:1). Maksud dari orientasi pelanggan ini adalah organisasi tergantung pada pelanggannya karenanya harus memahami berbagai kebutuhan pelanggan saat ini dan di masa yang akan datang, kenali persyaratan/tuntuan pelanggan dan berusaha unutk memenuhinya atau bahkan melebihi apa yang diharapkan pelangga.
Penerapan khusus Prinsip 1 (orientasi pelanggan) adalah:
a.    Teliti, pahami kebutuhan dan harapan pelanggan;
b.    Pastikan bahwa sasaran organisasi sejalan dengan kebutuhan dan harapan pelanggan;
c.    Komunikasikan kebutuhan dan harapa pelnaggan ke seluruh orgasisasi;
d.   Ukur kepuasan oelanggan lalui ambil tindakan dari hasil pengukuran;
e.    Kelola secara sistematis hubungan dengan pelanggan; dan
f.     Buatlah keseimbangan pendekatan antara kepuasan pelanggan dan pihak – pihak yng berkepentingan lainnya seperti : pemilik modal, karyawan, pemasok, masyarakat dan pemerintah.
Leadership adalah prinsip kedua, yaitu kepemimpinan organisasi. “Leadership estabilish unity of purpose and direction of the organization. They should create and maintain the interval environment in which people can fully involved in achieving the organization’s objective” (Igit, 2007 :2). Maksudnya adalah pemimpin itu menentukan kesatuan arah dan tujuan organisasi. Pemimpin harus menciptakan dan menjaga/memelihara lingkungan internal dimana orang-orang dapat terlibat secara penuh dalan pencapaian tujuan-tujuan organisasi.
Penerapan khusus Prinsip 2 (kepeminpinan) adalah:
a.       Pertimbangkan kebutuhan semua pihak yang berkepentingan, termasuk lapangan;
b.      Tetapkan dan jelaskan visi organisasi kedepan agar setiap orang mengerti tujuan;
c.       Tentukan sasaran dan target yang menantang dan sosialisasikan;
d.      Ciptakan dan sokong nilai-nilai kebersamaan, kejujuran dan model tugas yang etis pada semua level organisasi;
e.       Lengkapi semua orang denga sumberdaya yang diperlukan (misal : pelatihan sesuai keperluan bisang tugas), dan beri kebebasan berindak dengan penuh tanggung jawab; dan
f.       Beri semangat kebesaran hati dan pengakuan terhadap kontribusi setiap orang.
Involvement of people adalah keterlibatan orang-orang (SDM) yang dimiliki oleh organisasi/perusahaan. “People at all levels are the essence of an organization and their full involvement enables their abilities to be used for organization benefit” (Igit ,2007 :2). Maksudnya adalah orang-orang oada semua tingkatan merupakan esensi organisasi dan keterlibatan mereka  secarap penuh memungkinkan digunakannya kemampuan mereka untuk keuntungan organisasi.
Penerapan khusus Prinsip 3 (keterlibatan orang-orang) adalah:
a.    Upaya setiap orang memehami pentingnya kontribusi dan peran mereka dalam organisasi;
b.    Upayakan seruap orang mengenali batasan kinerja serta lingkup tanggung jawab mereka dalam oganisasi;
c.    Upayakan setiap orang mengetahui permasalahan kerja mereka dan termotivasi untuk menyelesaikannya;
d.   Ajak setiap orang aktif melihat peluang untuk mengingkatkan kompetensi, pengetahuan dan pengalaman mereka;
e.    Fasilitasi agar setiap orang bebas berbagi pengetahuan/pengalaman dan berinovasi; dan
f.     Budayakan agar setiap orang secara terbuka mendiskusikan permasalahan.
Process approach, yaitu menggunakan pendekatan proses. “A desire result is achived more efficiently when related resource and activities are managed as a process” (Igit, 2007 :3). Maksudnya bahwa hasil yang diinginkan dicapai secara lebih efisien manakala sumber daya-sumber daya dan aktivitas-aktivitas yang berhubungan dikelola sebagai satu proses.
Penerapan khusus Prinsip 4 (pendekatan proses) adalah:
a.    Secara sistematis menentukan aktivitas-aktivitas yang dibutuhkan untuk mencapai hasil yang diinginkan;
b.    Menganalisa dan mengukur kapabilitas aktivitas=aktivitas kunci;
c.    Mengidentifikasi interface aktivitas-aktivitas kunci di dalam dan di antara fungi-fungsi organisasi;
d.   Upayakan agar proses lebih ingkat dan efektif, tidak berbelit-belit;
e.    Menekankan pada faktor-faktor seperti sumberdaya, metode dan material untuk memperbaiki aktivitas kunci pada organisasi;
f.     Hilangkan birokrasi, serta eliminir fungsi-fungsi organisasi yang tugasnya saling tumpang tindih; dan
g.    Mengevaluasi resiko, konsekwensi, dan dampak aktivitas pada pelanggan/pemasok ataupun pihak-pihak yang berkepentingan lainnya.
System approach to management yaitu menggunakan pendekatan system pada manajemen. “Indentifying, understanding and managing system of interrelated processes for a given objective improves theorganization’effectivness and eficiency” (Igit, 2007 :4). Maksudnya adalah pengidentifikasian, pemahaman dan pengelolaan sistem dariproses-proses yang terkait untuk memberikan perbaikan-perbaikan terhadap efektifitas dan efisiensi pada organisasi secara objektif.
Penerapan khusus Prinsip 5 ( menggunakan pendekatan pada manajemen) adalah:
a.    Penyusunan sistem untuk mencapai sasaran organisasi dengan lebih efektif dan efisien;
b.    Memahami keadaan saling ketergantungan diantara proses-proses pada sistem;
c.    Pendekatan struktur yang harmonis dan integrasi proses-proses dengan tugas yang tidak saling tumpang tindih;
d.   Memberi pemahaman terbaik pada tugas-tugas/tanggungjawab yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan bersama, serta mengurangi hambatan lintas fungsional; dan
e.    Menargetkan dan menentukan bagaimana aktivitas khusus dalam suatu sistem akan berprasi.
Continual improvement yaitu peningkatan/perbaikan secara berelanjutan.”Continual Improvement should be a permanent objective of the organization” (Igit, 2007 :4). Maksudnya adalah perbaikan secara berkelanjutan seharusnya menjadi tujuan permanen organisasi.
Penerapan khusus Prinsip 6 (perbaikan secara berkelanjutan) adalah:
a.    Laksanakan secara konsosten pendekatan organisasi untuk kontiunitas (kelangsungan) perbaikan performasi;
b.    Sediakan dan kirim SDM untuk pelatihan terhadap metode dan alat perbaikan berkesinambungan;
c.    Laksanakan perbaikan yang kontinu pada produk, proses dan sasaran sistem;
d.   Tetapkan tujuan dan sasaran sebagai pedoman, ukur pencapaian unutk perbaikan yang berkesinambungan; dan
e.    Beri penghargaan dan pengakuan terhadap perbaikan.
Factual aproach to decision making, yaitu menggunakan pendekatan factual dalam pembuatan keputusa. “Efective decisions are based onthe analysis of data anf information” (Igit, 20075). Maksudnya adalah bahwa keputusan yang efektif didasarkan pada analisis data dan informasi.
Penerapan khusus Prinsip 7 (pendekatan faktual dalam pembuatan keputusan) adalah:
a.   Pastikan bahwa data dan informasicukup akurat dan dapat dipercaya;
b.   Sediakan data yang dapat diakses oleh yang membutuhkan;
c.   Analisa data dan informasi denga menggunakan metode yang valid; dan
d.   Buat keputusan dan ambil tindakan berdasarkan faktual, seimbang dan pengalaman intuisi.
Mutually benefical supplier relationship adalah memiliki hubungan yang saling menguntungkan dengan suplier. “An organization and its supplier are interdepedent, and a mutually benefical relationship enchance the ability of both to create value “ (Igit, 2007 :5) . Maksudnya bahwa suatu organisasi dan supliernya adalah saling berhubungan/membutuhkan, dan mempunyai kerjasama yang saling menguntungkan akan meningkatkan kemampuan kedua belah pihak untuk menciptakan nilai keberhasilan.
Penerapan khusus Prinsip 8 ( hubungan yang saling menguntungkan dengan suppier ) adalah:
a.    Tetapkan hubungan yang seimbang antara keuntungan jangka pendek dengan mempertimbangkan jangka panjang;
b.    Sinergikan keahlian dan sumberdaya secara berpasangan dengan pemasok;
c.    Identifikasi dan pilih pemasok pemasok kunci;
d.   Susun pengembangan bersama, untuk fleksibilitas dan ecepatan merespon perubahan kebutuhan pasar; dan
e.    Berikan semangat dorongan dan penghargaan atas peningkatan dan prestasi pemasok.

2.5  Komponen Mutu
Komponen komponen mutu merupakan bagian bagian yang harus ada dalam upaya untuk mewujudkan mutu. Bagian bagian ini merupakan pendukung dan merupakan prasyarat dimilikinya mutu, beberapa komponen mutu yang dimaksud adalah:
-          Kepemimpinan yang berorientasi pada mutu
Manajer puncak harus mengarahkan upaya pencapaian tujuan secara terpadu dengan memberikan, menggunakan alat dan bahan yang komunikatif, menggunakan data, dan mengidentifikasi orang orang ( SDM ). Dalam implementasi TQM sebagai kunci proses manajemen, manajer puncak berperan sebagai penasihat, guru dan penampilan.
Pimpinan suatu organisasi harus sepenuhnya menghayati implikasi manajemen dan semua perilakunya terhadapap produktifitas organisasi, bahan terhadap respon pesaing. Kenyataan ini harus menyadarkan manajer puncak untuk mengakui bahwa mereka harus mengembangkan manajemen secara partisipatif, baik visi dan misi mereka maupun proses manajemen yang dapat mereka pergunakan untuk mencapai keduanya.
Pmpinan harus mengerti bahwa TQM adalah suatu proses yang harus bersinergi dan terdirid ari prinsip prinsip dan komponen komponen pendukung yang harus dikelola agar mencapai perbaikan mutu secara berkesinambungan sebagai kunci keunggulan bersaing.
-          Pendidikan dan pelatihan ( diklat )
Perwujudan mutu didasarkan pada ketrampilan setiap pegawai dalam merencanakan, membuat, mengorganisasi, mengevaluasi dan mengembangkan baeang atau jasa sebagaimana tuntutan pelangganan. Pemahaman dan ketrampilan pegawai menjadi kunci untuk mewujudkan hal itu melalui aplikasi pemahaman dan kemampuannya. Perkembangan tuntutan pelaggan inilah yang terus berkembang dan harus direspon positif oleh manajer puncak melalui penyiapan SDM yang kompeten dalam bidangnya. Dinamisasi tuntutan mengharuskan diupgradenya kemampuan pegawai secara terus menerus. Bahakan investasi terbesar hruslah pada SDM organisasi. Diklat terkait dengan ketrampilan pokok dan pendukung keduanya menjadi utama dalam membentuk pegawai yang kompeten. Keterbatasan implementasi diklat memungkinkan untuk memilih pada ketrampilan inti, sedangkan untuk ketrampilan pendukung dikembangkan melalui proses kepemimpinan.
-          Struktur pendukung
Manajer puncak akan memerlukan dukungan untuk melakukan perubahan yang dianggap perlu dalam melaksanakan strategi pencapaian mutu. Dukungan semacam ini mungkin diperoleh dari luar melalui konsultan atau tim mutu, akan tetapi lebih baik kalau diperoleh dari dalam organisasi itu sendiri. Staf pendukung yang kecil dapat membantu manajer puncak untuk mengartikan konsep mengenai mutu, membantu melalui network dengan manajer mutu di bagian lain dalam organisasi dan membantu sebagai narasumber mengenai topik topik yang berhubungan dengan mutu bagi manajer puncak.
-          Komunikasi
Komunikasi dalam suatu organisasi yang berorientasi mutu perlu ditempuh dengan cara yang bervariasi agar pesan yang dikomunikasikan dapat tersampaikan secara efektif dan manajer puncak dapat berkomunimasi kepada seluruh pegawai mengenai suatu komitmen yang sungguh sungguh dalam upaya perubahan dan peningkatan mutu. Secara ideal manajer harus bertemu secara pribadi dengan para pegawai untuk menyampaikan informasi, memberikan pengarahan, dan menjawab pertanyaan dari setiap pegawai. Namun demikian, jika pegawai / anggota organisasi berjumlah sangat banyak, maka penyampaian mengenai komitmen organisasi terhadap mutu harus disampaikan secara terus menerus dan konsisten.
-          Ganjaran dan pengakuan
Tim dan atau individu individu yang berhasi l menrapkan prinsip prinsip mutu dalam proses mutu harus diakui dan diberi ganjaran sebagaimana kemampuan organisasi, sehingga pegawai lainnya sebagai anggota organisasi akan mengetahui apa yang diharapkan. Kegagalan dalam mengenali seseorang yang mencapai sukses akan memberikan kesan bahwa ini bukan arah menuju pekerjaan yang sukses, dan memungkinkan promosi atau sukses individu secara menyeluruh. Jadi pada dasarnya pegawai yang berhasil mencapai mutu tertentu harus diakui dan diberi ganjaran agar dapat menjadi panutan / contoh bagi pegawai lain nya.
-          Pengukuran
Penggunaan data hasil pengukuran ( evaluasi ) menjadi sangat penting dalam menetapkan proses manajemen mutu. Hasil pengukuran merupakan informasi umpan balik bagi manajer puncak mengenai kondisi riil bagaimana gamabran proses mutu yang ada dalam organisasi. Bahkan hasil evaluasi ini harus menjadi dasar untuk mengambil keputusan bagi manajer puncak. Pendapat pendapat umum mengenai mutu organisasi harus diganti dengan fakta dan data. Setiap orang dalam organisasi dan yang terkait dengan organisasai harus diberitahu bahwa yang penting bukan yang dipikirkan aka tetapi yang diketahuinya berdasarkan fakta dan data. Dalam menentukan dan memilih data, kepuasan pelanggan eksternal harus diukur secara konsisten untuk mengetahui seberapa jauh kebutuhan benar benar dipenuhi.
Pengumpulan data dari pelanggan juga merupakan penilaian kinerja yang realistis serta sangat berguna didalam memotivasi setiap orang untuk mengetahui persoalan yang sebenarnya. Disamping keenam komponen diatas, ada 13 hal yang perlu diilki oleh sorang pimpinan dalam TQM, yaitu :
1.        Pembuatan keputusan bagi pimpinan didasarakan pada data, bukan hanya pendapat saja
2.        Pimpinan berperan sebagai pelatih dan fasilitator bagi setiap anggota organisasi
3.        Pimpinan terlibat secara aktif dalam pemecahan masalah yang dihadapi oleh bawahan melalui berbagai pendekatan
4.        Pimpinan hrus berupaya membangun komitmen yang menjamin bahwa setiap orang memahami misi, visi dan target perusahaan ayng jelas
5.        Pimpinan hrus berupaya membangun dan memelihara kepercayaan anggotanya untuk berkomitmen terhadap pembangunan mutu organisasi
6.        Pimpinan harus tahu bagaimana memebrikan apresiasi kepada pegawai yang berprestasi
7.        Secara aktif melakukan kaderisasi melalui pendidikan dan pelatihan yang terprogram
8.        Perilaku dalam organisasi diorientasikan pada pelanggan internal / eksternal
9.        Memilki ketrampilan dalam menilai situasi dan kemampuan orang lain secara tepat.
10.    Memiliki kemampuan untuk menciptakan suasan kerja yang sangat menyenangkan
11.    Mau mendengan dan menyadari berbagai kekurangan dan kesalahan anggota organisasi
12.    Selalu berusaha memperbaiki sistem dan banayak berimprovisai secara terus menerus
13.    Bersedia belajar dimana saja dan kapan saja secara terus meenerus

2.6  Implementasi Manajemen Mutu melalui Konsep MPMB
MPMBS adalah sebuah singkatan dari Manajemen Peningkatan Mutu Berbasi Sekolah, yaitu sebagai model disentralisasi dalam bidang pendidikan, khususnya untuk pendidikan dasar dan menengah diyakini sebagai model yan gakan mempermudah pencapaian tujuan pendidikan. Dalam konteks penyelenggaraan persekolahan saat ini konsep MPMBS dijadikan sebagai suatu kebijakan untuk meningkatkan mutu pendidikan.
Umaedi ( 1999: 2 – 3 ) mengungkapkan bahwa ada dua hal yang menjadi landasan mengapa peningkatan mutu pendidikan di indonesia harus dilakukan dengan menggunakan pendekatan MPMBS, yaitu : “pertama strategi pembangunan pendidikan selama ini lebih bersifat input oriented. Strategi yang demikian lebih bersandar kepada asumsi bahwa bila semua input pendidikan telah dipenuhi, seperti penyediaan buk buku dan alat belajar lain nya, penyediaan sara pendidikan, pelatiah guru dan tenaga kependidikan lainya, maka secara otomatis lembaga pendidikan akan dpaat menghasilkakn output yang bermutu sebagaiman yang telah diharpakan. Ternyata strategi input output yang diperkenalkan oleh teori “education productin function” ( Hanushek, 1979, 1981 ) tidak berfungsi sepenuhnya di lemabaga pendidikan sekolah melainkan hanya terjadi pada intitusi ekonomi dan industri. Kedua pengelolaan pendidikan selama ini lebih bersifat macro-oriented, diatur oleh jajaran birokrasi di tingka pusat. Akibatnya, banyak faktor yang dipryeksikan di tingkat macro ( pusat ) tidak berjalan semestinya di tingkat micro. Atau dengan singkat dapat dikatakan bahwa kompleksitasnya cakupan permasalah pendidikan, seringkali tidak dapat terpikirkan secara untuh dan akurat oleh birokrasi pusat.
Lebih lanjut, Umaeedi ( 1999 ) mengungkapkan bahwa konsep MPMBS adalah konsep yang menawarkan kerjasama yang erat antara tiga tiga pihak yang terkait dengan penyelenggaraan persekolahan, yaitu sekolah, masyarakat dan pemerintah dengan tanggung jawabnya masing masing. MPMBS ini berkembang didasarkan kepada suatu keinginan pemberian kemandirian kepada seklah untuk ikut terlibat secara aktif dan dinamis dalam rangka oroses peningkatan kualitas pendidikan melalui pengelolaan sumberdaya sekolah yang ada.
Apabila ditelusuri secara historis, MPMBS ini berasal dari pengembangan konsep effective school yang intinya adalah melakukan perbaikan proses pendididkan ( PBM ) di sekolah. Orientasi manajemen adalah dalam MPMBS dapat ditelusuri pada indikator;
             1.          Lingkungan sekolah yang aman dan tertib
             2.          Sekolah memiliki target mutu yang ingin dicapai
             3.          Sekolah memiliki kepemimpinan yang kuat
             4.          Adanya harapan yang tinggi dari personel sekolah ( kepaala sekolah, guru, dan staf lainnya termasuk siswa) untuk berprestasi
             5.          Adanya pengembangan staf sekolah yang terus menerus sesuai tuntutan IPTEK
             6.          Adanya peaksanaan evaluasi yang terus menerus terhadapa berbagai aspek akademik dan administratif, dan pemanfaatan hasilnya untuk penyempurnaan / perbaikan mutu, dan
             7.          Adanya komunikasi dan dukungan intensif dari orang tua murid / masyarakat. (Umaeedi, 1999:5).
Sedangkan kata mutu dalam MPMBS ini memilki makan mutu proses dan mutu hasil. “proses pendidikan”  yang bermutu melibatkan berbagai input, seperti; baha ajar, metodologi, sarana sekolah, dukungan administrasi dan sarana prasaran dan sumberdaya lainnya serta penciptaan suasan yang kondusif. Mutu “hasil pendidikan” mengacu pada prestasi yagn dicapai oleh sekolah pada setiap kurun waktu tertentu. Prestasi yang dicapai atau hasil pendidikan dapat berupa prestasi akademik maupun prestasi non akademik. Bahkan prestasi sekolah dapat berupa kondisi yang tidak dapat dipegang ( intangible ) seperti suasana disiplin, keakraban, saling menghormati, kebersian dana sebagainya.
Kerangka kerja MPMBS sebagaimana dikemukakan Umaeedi ( 1999:7-9) meliputi :
Sumber Daya; Sekolah harus mempunyai fleksibilitas dalam mengatur semua sumber daya sesuai dengan kebutuhan setempat. Selain pembiayaan operasional / administrasi, pengelolaan keuangan harus ditujukan untuk;
             1.          Memperkuat sekolah dalam menentukan dan mengalokasikan dana sesuai dengan skala prioritas yang telah ditetapkan untuk peningkatan mutu
             2.          Pemisahan antara biaya yang bersifat akademis dari prosespengadaannya, dan
             3.          Pengurangan kebutuhan birokrasi pusat
Pertanggung jawaban ( acountability ) ; sekolah dituntut untuk memiliki akuntabilitas baik kepada masyarakat maupun pemerintah. Hal ini merupakan perpaduan anatar komitmen terhadap standar keberhasilan dan harapan orang tua / masyarakat. Pertanggung jawaban ini bertujuan untuk meyakinkan bahwa dana masyarakat digunakan sesuai dengan kebijakan yang telah ditentukan dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan dan bila memungkinankan untuk menyajikan informasi mengenai apa yang sudah dikerjakan. Untuk itu setiap sekolah harus memebrikan laporan pertanggung jawaban dan mengkomunikasikan nya kepada orang tua dan pemerintah, dan melaksanakan kaji ulang secara komperhensif terhadap pelakasanaan program prioritas sekolah dalam proses peningkatan mutu.
Kurikulum; berdasarkan kurikulum standar yang telah ditentukan secara nasional, sekolah bertanggung jawab untuk mengembangkan kurikulum baik dari standar materi dan proses penyampainnya. Melalui penjelasan bahawa materi tersebut ada manfaat dan reelefansinya terhadap siswa, sekolah harus menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan melibatkan semua indra da lapisan otak serta menciptakan tanatangan agar siswa tumbuh dan berkembang secara intelaktual dengan memiliki ilmu pengetahuan, terampil, memilki sikap arif dan bijaksanam karakter dan memilki kematangan emosional. Ada tiga hal yang harus diperhatikan dalam kegiatan ini, yaiut :
1.    Pengembangan kurikulum tersebut harus memenuhi kebutuhan siswa
2.    Bagaimana mengembangkan keterampilan pengelolaan untuk menyajikan kurikulum tersebut kepada siswa sedapat mungkin secara efektif dan efisien dengan memperhaitkan sumber daya yang ada
3.    Pengembangan berbagai pendekatan yang mampu mengatur perubahan sebagai fenomena alamian di sekolah
Untuk melihat progress pencapaian kurikulum, siswa harus diniali melalui sebuah test yang dibuat sesuai dengan standar nasional dan mencakup berbagai aspek kognitif, afektif dan psikomotor maupun aspek psikologi lainnya. Proses ini akan memberikan masukna ulang secara objectif kepada rang tua mengenai ana mereka ( siswa ) dan kepada sekolah yang bersangkutan maupun sekolah lainnya mengenai performan sekolah sehubungan dengan roses peningkatan mutu pendidikan.
Personil sekolah; sekolah bertanggun gjawab dan terlibat dalam proses rekrutmen ( dalam arti penentuan jenis guru yang diperlukan ) dan pembinaan struktural staf sekolah. Sementara itu pembinaan professional dalam rangka pembangunan kemampuan kepala sekolah dan pembinaan ketrampilan guru dalam pengimpleentasian kurikulum termasuka staff kependidikan lainnya dilakukan secara terus menerus atas inisiatif sekolah. Untuk itu birokrasi di luar sekolah berperan untuk menyediakan wadah dan instrumen pendukung. Dalam konteks ini pengembangan prfessioanl harus menunjang peningkatan mutu dan penghargaan terhadap prestasi perlu dipertimbangkan, manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah memberikan kewenangan kepada sekolah untuk mengkontrol sumber daya manusia fleksibilitas dalam merespon kebutuhan masyarakat, misalnya pengangkatan tenaga honorer untuk ketrampilan yang khas, atau muatal lokal. Demikian pula mengirim guru untuk berlatih di institusi yang dianggap tepat.
Strategi implementasi MPMBS dilakukan melalui tahapan sebagai berikut :
1.        Penyusunan basis data dan profil sekolah lebih presentatif, akurat, valid dan secara sistematis menyangkut berbagai aspek akademis, administratif ( siswa, guru, staff) dan keuangan
2.        Melakukan evaluasi diri ( self assesment ) untuk menganalisa kekuatan dan kelemahan mengenai sumber daya sekolah, personil sekolah, kinerja dalam mengembangkan dan mencapai target kurikulum dan Hasil-hasil yang dicapai siswa berkaitan dengan aspek-aspek intelektual dan keterampilan, maupun aspek lainnya
3.        Berdasarkan analisis tersebut sekolah harus mengidentifikasikan kebutuhan sekolah dan merumuskan visi, misi, dan tujuan dalam rangka menjadikan pendidikan yang berkualitas bagi siswanya sesuai dengan konsep pembangunan pendidikan nasional yang akan dicapai. Hal penting yang perlu diperhatikan sehubungan dengan identifikasi kebutuhan dan perumusan visi, misi dan tujuan adalah bagaimana siswa belajar, penyediaan sumber daya dan pengelolaan kurikulum termasuk indicator pencapaian peningkatan mutu tersebut.
3.
4.        Berangkat dari visi, misi dan tujuan peningkatan pendidikan tersebut sekolah bersama-sama dengan masyarakat merencanakan dan menyusun program jangka panjang atau jangka pendek ( tahunan termasuk anggarannya. (Umeadi, 1999:11)



BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Secara historis kajian mutu merupakan suatu yang terus berkembang sesuai dengan perkembangan tuntutan pelanggan barang/jasa yang mereka inginkan. Merespon hal ini melalui berbagai cara. Perkembangan mutu ini dapat dilihat dari munculnya inspection, quality control dan statistical theory, quality in japan, total quality, total quality management, quality awards and excellence models, dan business excellence.
Konsep dasar menejemen mutu dapat ditelusuri pada pendidri dan pengembangan mutu, yaitu W. Edwards Deming, Walter A. Shewhart, Kaoru Ishikawa, Armand Val Figenbaum, Josep Juran, dan Philip Crosby.
Manajemen mutu terpadu ( total quality management) adalah konsep yang mengaplikasikan berbagai prinsip mutu untuk menjamin sebuah produk barang/jasa memiliki spesifikasi mutu sebagaimana ditetapkan secara menyeluruh dan berkelanjutan.
Impelementasi mutu dilakukan melalui aplaikasi prinsip mutu. Deming mengejukan  14 prinsip mutu, Juran mengajukan 10 prinsip mutu dan Crosby mengajukan  4 prinsip mutu.
Komponen mutu yang harus ada adalah kepemimpinan yang berorientasi pada mutu, pendidikan dan pelatihan (Diklat), Struktur Pendukung, Komunikasi, Ganjaran dan Pengakuan, Pengukuran (evaluasi).

Impelementasi manajemen mutu didalam sekolah Indonesia saat ini dikenal dengan istilah Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS). Model ini diartikan sebagai konsep yang menawarkan kerjasama yang erat antara sekolah, masyarakat dan pemerintah dengan tanggung jawabnya masing-masing. Kerangka kerja MPMBS meliputi sumber daya, pertanggungjawaban, kurikulum, dan personil sekolah. Sterategi impelmentasinya dilakukan  melaluiempat tahapan, yaitu: penyusunan basis data dan profil sekolah; penyusunan evaluasi diri; mengidentifikasi kebutuhan sekolah dan merumuskan visi, misi dan tujuan; dan merencanakan menyusun program jangka panjang dan jangka pendek.

0 komentar

Post a Comment