PPT --> [download]
Doc --> [download]
Makalah :
KEPEMIMPINAN
PENDIDIKAN KEJURUAN
Oleh
Dra.
Taty Rosmiati, M.Pd.
Dedy
Achmad Kurniady, M.Pd.
A.
Pendahuluan
Secara umum
definisi kepemimpinan dapat dirumuskan sebagai berikut. “Kepemimpinan berarti
Kemampuan dan kesiapan yang dimiliki oleh seseorang untuk dapat mempengaruhi,
mendorong, mengajak, menuntun, menggerakkan, mengarahkan, dan kalau perlu
memaksa orang atau kelompok agar menerima pengaruh tersebut dan selanjutnya berbuat
sesuatu yang dapat membantu tercapainya suatu tujuan tertentu yang telah
diciptakan”.
“Pendidikan”
yang mengandung arti dalam lapangan apa dan di mana kepemimpinan itu
berlangsung, dan sekaligus menjelaskan pula sifat atau ciri-ciri yang harus
dimiliki oleh kepemimpinan itu.
Kepemimpianan adalah proses
mempengaruhi kegiatan-kegiatan kelompok yang diorganisir menuju kepada
penentuan dan pencapaian tujuan (Ralp M. Stogdill).
Kepemimpinan
merupakan motor atau daya penggerak daripada semua sumber-sumber, dan alat yang
tersedia bagi suatu organisasi (Sondang P. Siagian).
Kepemimpinan dala organisasi berarti
penggunaan kekuasaan dan pembuatan keputusan-keputusan (Robert Dubin).
Kepemimpinan
adalah individu di dalam kelompok yang memberikan tugas pengarahan dan
pengorganisasian yang relevan dengan kegiatan-kegiatan kelompok (Fred
E. Fiedler).
Leadership
is any contribution to the establishment and attainment of group purpose
(Kimball Wiles).
Dua definisi dari Carter V.Good adalah :
·
The ability anf readiness
to inspire, guide, direct, or manage others.
·
The role of
Interpreter of interest and ogjectives of a group, to grow up recognizing and
accepting the interpreter as spokesman.
Kepemimpinan
merupakan sumbangan dari seseorang di dalam situasi-situasi kerjasama.
Kepemimpinan dan
kelompok adalah merupakan dua hal yang tidak dapat di pisahkan antara yang satu
dengan yang lain. Tak ada kelompok tanpa adanya kepemimpinan, dan sebaliknya
kepemimpinan hanya ada dalam situasi interaksi kelompok. Seseorang tidak dapat
sikatakan pemimpin jika ia berada di luar kelompok, ia harus berada di dalam
suatu kelompok di mana ia memeinkan peranan-peranan dan kegiatan-kegiatan
kepemimpinannya.
Kepemimpinan pendidikan merupakan
kemampuan untuk menggerakkan pelaksanaan pendidikan, sehingga tujuan pendidikan
yang telah ditetapkan dapat tercapai secara efektif dan efisien.
B.
Konsep
Dasar
1.
Fungsi
Pemimpin Pendidikan
Fungsi
utama pemimpin pendidikan adalah kelompok untuk belajar memutuskan dan bekerja,
antara lain :
a. Pemimpin
membantu terciptanya suasana persaudaraan, kerjasama, dengan penuh rasa
kebebasan.
b. Pemimpin
membantu kelompok untuk mengorganisir diri yaitu ikut serta dalam memberikan
rangsangan dan bantuan kepada kelompok dalam menetapkan dan menjelaskan tujuan.
c. Pemimpin
membantu kelompok dalam menetapkan prosedur kerja, yaitu membantu kelompok
dalam menganalisis situasi untuk kemudian menetapkan prosedur mana yang paling
praktis dan efektif.
d. Pemimpin
bertanggungjawab dalam mengambil keputusan bersama dengan kelompok. Pemimpin
memberi kesempatan kepada kelompok untuk belajar dari pengalaman. Pemimpin
mempunyai tanggungjawab untuk melatih kelompok menyadari proses da nisi
pekerjaan yang dilakukan dan berani menilai hasilnya secara jujur dan objektif.
e. Pemimpin
bertanggungjawab dalam mengembangkan dan mempertahankan eksistensi organisasi.
2.
Tipe-tipe
Kepemimpinan Pendidilkan
Berdasarkan
konsep, sifat, sikap dan cara-cara pemimpin tersebut melakukan dan
mengembangkan kegiatan kepemimpinan dalam lingkungan kerja yang dipimpinnya,
maka kepemimpinan pendidikan dapat diklasifikasikan kedalam empat tipe, yaitu :
tipe otoriter, tipe laissez-faire, tipe demokratis dan tipe pseudo demokratis.
·
Tipe
Otoriter
Tipe
kepemimpinan otoriter disebut juga tipe kepemimpinan “authoritarian”. Dalam kepemimpinan yang otoriter, pemimpin
bertindak sebagai dictator terhadap anggota-anggota kelompoknya. Dominasi yang
berlebihan mudah menghidupkan oposisi atau menimbulkan sifat apatis, atau
sifat-sifat pada anggota-anggota kelompok terhadap pemimpinnya.
·
Tipe
“Laissez-faire”
Dalam tipe kepemimpinan ini
sebenarnya pemimpin tidak memberikan kepemimpinannya, dia membiarkan bawahannya
berbuat sekehendaknya. Pemimpin sama sekali tidak memberikan control dan
koreksi terhadap pekerjaan bawahannya. Pembagian tugas dan kerja sama
diserahkan sepenuhnya kepada bawahannya tanpa petunjuk atau saran-saran dari
pemimpin. Tingkat keberhasilan organisasi atau lembaga semata-mata disebabkan
oleh kesadaran dan dedikasi beberapa anggota kelompok, dan bukan karena
pengaruh dari pemimpin. Struktur oragnisasinya tidak jelas dan kabur, segala
kegiatan dilakukan tanpa rencana dan tanpa pengawasan dari pimpinan.
·
Tipe Demokratis
Pemimpin
yang bertipe demokratis menafsirkan kepemimpinannya bukan sebagai dictator,
melainkan sebagai pemimpin di tengah-tengah anggota kelompoknya. Pemimpin yang
demokratis selalu berusaha menstimulasi anggota-anggotanya agar bekerja secara
produktif untuk mencapai tujuan bersama. Dalam tindakan dan usaha-usahanya ia
selalu berpangkal pada kepentingan dan kebutuhan kelompoknya, dan
memperimbangkan kesanggupan serta kemampuan kelompoknya.
·
Tipe Pseudo-demokratis
Tipe
ini disebut juga demokratis semu atau manipulasi diplomatic. Pemimpin yang
bertipe pseudo demokratis hanya tampaknya saja bersikap demokratis padahal
sebenarnya dia bersikap otokratis. Misalnya jika ia mempunyai ide-ide, pikiran,
konsep-konsep yang ingin diterapkan di lembaga yang dipimpinnya, maka hal
tersebut didiskusikan dan dimusyawarahkan dengan bawahannya, tetapi situasi
diatur dan diciptakan sedemikian rupa sehingga pada akhirnya bawahan didesak
agar menerima ide/pikiran/konsep tersebut sebagai keputusan bersama.
3.
Syarat-syarat
Pemimpin Pendidikan
Dalam
memangku jabatan pemimpin pendidikan yang dapat melaksanakan tugas-tugasnya dan
memainkan peranannya sebagai pemimpin yang baik dan sukses maka dituntut
beberapa persyaratan jasmani, rohani dan moralitas yang baik, bahkan
persyaratan social ekonomis yang layak. Akan tetapi pada bagian ini yang akan
dikemukaan hanyalah persyaratan-persyaratan kepribadian dari seorang pemimpin
yang baik.
Persyaratan-persyaratan
tersebut adalah sebagai berikut :
1. Rendah
hati dan sederhana
2. Bersifat
suka menolong
3. Sabar
dan memiliki kestabilan emosi
4. Percaya
kepada diri sendiri
5. Jujur,
adil, dan dapat dipercaya
6. Keahlian
dalam jabatan
Adanya
syarat-syarat kepemimpinan seperti diuraikan di atas menunjukkan bahwa
kepemimpinan bukan hanya memerlukan kesanggupan dan kemampuan saja, tetapi
lebih-lebih lagi kemampuan dan kesediaan pemimpin.
4.
Keterampilan
yang Harus Dimiliki Pemimpian
Seorang
pemimpin harus mempunyai keterampilan. Di bawah ini akan diuraikan beberapa
keterampilan yang perlu dimiliki oleh seorang pemimpin pendidikan.
Keterampilan-keterampilan tersebut adalah:
·
Keterampilan
dalam memimpin
Pemimpin harus menguasai cara-cara
kepemimpinan, memiliki keterampilan memimpin supaya dapat bertindak sebagai
seorang pemimpin yang baik. Untuk hal itu antara lain ia harus menguasai
bagaimana caranya: menyusun rencana bersama, mengajak anggota berpartisipasi,
memberi bantuan kepada anggota kelompok, memupuk “Morale” kelompok,
bersama-sama membuat keputusan, menghindarkan “Working on the group” dan
“Working for the group” dan mengembangkan “Working within the group”, membagi
dan menyerahkan tanggungjawab, dan sebagainya. Untuk memperoleh keterampilan di
atas perlu pengalaman, dan karena itu pemimpin harus benar-benar banyak bergaul,
bekerja sama, berkomunikasi dengan orang yang dipimpinnya. Yang penting jangan
hanya tahu, tetapi harus dapat melaksanakan.
·
Keterampilan
dalam hubungan insani
Hubungan insani adalah hubungan antar
manusia. Ada dua macam hubungan yang biasa kita hadapi dalam kehidupan
sehari-hari:
1. Hubungan
fungsional atau hubungan formal, yaitu hhubungan karena tugas resmi atau
pekerjaan resmi
2. Hubungan
pribadi atau hubungan informal atau hubungan personel, ialah hubungan yang
tidak didasarkan atas tugas resmi atau pekerjaan, tetapi lebih bersifat
kekeluargaan.
Yang menjadi inti dalam hubungan ini,
apakah itu hubungan fungsional atau personal, adalah saling menghargai. Bawahan
mengharagai atasan atau sebaliknya atasan harus mengharagai bawahan
·
Keterampilan
dalam proses kelompok
Maksud utama dari proses kelompok ialah
bagaimana meningkatkan partisipasi anggota-anggota kelompok setinggi-tingginya
sehingga potensi yang dimiliki para anggota kelompok itu dapat di efektifkan
secara maksimal. Inti dari proses kelompok adalah hubungan insani dan tanggung
jawab bersama. Pemimpin harus jadi penengah, pendamai, moderator, dan bukan
menjadi hakim.
·
Keterampilan
dalam administrasi personil
Administrasi personil mencakup segala
usaha untuk menggunakan keahlian dan kesanggupan yang dimiliki oleh
petugas-petugas secara efektif dan efisien. Kegiatan dalam administrasi
personil ialah : seleksi, pengangkatan, penempatan, penugasan, orientasi,
pengawasan, bimbingan dan pengembangan serta kesejahteraan. Menemukan yang
paling penting dari kegiatan di atas ialah kegiatan seleksi dalam memilih orang
yang paling sesuai dengan tugas dan pekerjaannya yang berpedoman pada “the right man in the right place”.
·
Keterampilan
dalam menilai
Penilaian atau evaluasi adalah suatu
usaha untuk mengetahui sampai di mana suatu kegiatan sudah dapat dilaksanakan
atau sampai di mana suatu tujuan sudah dicapai. Yang dinilai biasanya ialah;
hasil kerja, cara kerja dan orang yang mengerjakannya.
Adapun teknik dan prosedur evaluasi
ialah; menentukan tujuan penilaian, menetapkan norma/ukuran yang akan dinilai,
mengumpulkan data-data yang dapat diolah menurut kriteria yang ditentukan,
pengolahan data, dan menyimpulkan hasil penilaian.
Melalui evaluasi, guru dapat dibantu
dalam menilai pekerjaannya sendiri, mengetahui kekurangan dan kelebihannya.
Selain guru, personil lainnyapun perlu dievaluasi seperti petugas (karyawan)
tata usaha, petugas BK, dan sebagainya, untuk mengetahui kemajuan/ kekurangan
petugas BK, dan sebagainya, untuk mengetahui kemajuan/ kekurangan.
5.
Pendekatan
tentang Teori Munculnya Pemimpin
Munculnya
pemimpin dikemukakan dalam beberapa teori, yaitu:
Teori pertama, berpendapat bahwa
seseorang akan menjadi pemimpin; dengan kata lain ia mempunyai bakat dan
pembawaan untuk menjadi pemimpin. Menurut teori ini tidak setiap orang bisa
menjadi pemimpin, hanya orang-orang yang mempunyai bakat dan pembawaan saja
yang bisa menjadi pemimpin. Maka menculah istilah “leaders are borned not bulit”. Teori ini disebut teori genetis.
Teori kedua,
mengatakan bahwa seseorang akan manjadi pemimpin kalau lingkungan, waktu atau
keadaan mamungkinkan ia menjadi pemimpin. Setiap orang bisa menjadi pemimpin
asal diberi menjadi pemimpin asal diberi kesempatan dan diberi pembinaan untuk
menjadi pemimpin walaupun ia tidak mempunyai bakat atau pembawaan. Maka
munculah istilah “leaders are built not
borned”. Teori ini disebut teori social.
Teori ketiga, adalah gabungan teori
pertama degan teori kedua, ialah untuk menjadi seseorang pemimpin perlu bakat
dan bakat itu perlu dibina supaya berkambang. Kemungkinan untuk mengembangkan
bakat ini tergantung kepada lingkungan, waktu dan keadaan. Teori ini disebut
teori ekologis.
Teori keempat, disebut teori situasi. menurut teori ini setiap orang
bisa menjadi pemimpin, tetapi dalam situasi tertentu saja, karena ia memiliki
kelebihan-kelebihan yang diperlukan dalam situasi itu. Dalam situasi lain
dimana kelebihan-kelebihannya itu tidak diperlukan, ia tidak akan menjadi pemimpin,
bahkan mungkin hanya menjadi pengikut saja.
Dengan demikian seorang
pemimpin yang ingin meningkatkan kemampuan dan kecakapannya dalam memimpin,
perlu mengetahui ruang lingkup gaya kepemimpinan yang efektif. Para ahli di
bidang kepemimpinan telah meneliti dan mengembangkan gaya kepemimpinan yang
berbeda-beda sesuai dengan evolusi teori kepemimpinan. Untuk ruang lingkup gaya
kepemimpinan terdapat tiga pendekatan utama yaitu: pendekatan sifat kepribadian
pemimpin, pendekatan perilaku pemimpin, dan pendekatan situasional atau
kontingensi.
6.
Pendekatan
dalam Mempelajari Kepemimpinan Pendidikan
Kazt
mengemukakan tiga keterampilan/skills yang harus dikuasai oleh seorang
pemimpin, ialah human relation skill,
technical skill, dan conceptual skill. Seberapa jauh ketiga keterampilan
itu harus dipunyai pemimpin sesuai dengan kedudukannya. Katz menggambarkan
seperti dibawah ini :
Gambar
Ranah
Keterampilan Pemimpin
·
Human
Relatian Skill
Kemampuan
berhubungan dengan bawahan. Bekerja sama menciptakan iklim kerja yang
menyenangkan dan kooperatif. Terjalin hubungan yang baik sehingga bawahan
merasa aman dalam melaksanakan tugasnya.
·
Technical
Skill
kemampuan
menerapkan ilmunya kedalam pelaksanaan (operasional). Dalam rangka
mendayagunakan/memanfaatkan sumber-sumber daya yang ada. Melaksanakan tindakan
yang bersifat operasional. Memikirkan pemecahan masalah-masalah yang praktis.
Makin tinggi tingkatan manager, secara relative Technical Skill makin kurang
urgensinya.
·
Conceptual
Skill
Kemampuan di dalam
melihat sesuatu secara keseluruhan yang kemudian dapat merumuskannya, seperti
dalam mengambil keputusan, menentukan kebijakan dan lain-lain. Dalam hubungan
ini perlu ditekankan bahwa seorang pemimpin yang baik, adalah pemimpin yang
tidak melaksanakan sendiri tindakan-tindakan yang bersifat operasional. Lebih
banyak merumuskan konsep-konsep. Keterampilan ini ada juga yang menyebut dengan
managerial skill.
·
Pendekatan
Sifat (Traits Approach)
Pendekatan
sifat didasari asumsi bahwa kondisi fisik dan karakteristik pribadi adalah
penting bagi kesuksesan pemimpin. Hal tersebut akan menjadi factor penentu yang
membedakan antara seseorang pemimpin dengan bukan pemimpin. Sifat-sifat pokok
itu biasanya meliputi.
Kondisi fisik :
energik, tegap, kuat, dan lain-lain.
Latar belakang sisoal
: berpendidikan dan berwawasan luas, serta berasal dari lingkungan social yang
dinamis.
Kepribadian : adaptif,
agresif, emosi stabil, popular dan kooperatif, dan lain-lain.
Karakteristik yang
berhubungan dengan tugas-tugas: terdorong untuk maju, siap menerima
tanggungjawab, berinisiatif, berorientasi pada tugas, dan cakap dalam
komunikasi interpersonal, dan lain-lain.
·
Pendekatan
Keperilakuan (Behavioral Approach)
Pendekatan
keperilakuan memandang kepemimpinan dapat dipelajari dari pada tingkah laku,
dan bukan sifat-sifatnya. Studi ini melihat dan mengidentifikasi perilaku yang
khas dari pemimpin dalam kegiatannya untuk mempengaruhi anggota-anggota
kelompok atau pengikutnya. Perilaku pemimpin ini dapat berorientasi pada tugas
keorganisasian ataupun pada hubungan dengan anggota kelompoknya. Pendekatan ini
menitik beratkan pandangannya pada dua aspek perilaku kepemimpinan yaitu :
fungsi-fungsi kepemimpinan dan gaya-gaya kepemimpinan.
Gaya-gaya
kepemimpina dapat dikategorikan sebagai gaya yang berorientasi pada tugas (task
oriented) dan gaya yang berorientasi pada hububgan dengan bawahannya(employee
oriented). Yang dimaksud istilah gaya adalah cara berperilaku yang khas dari
seorang pemimpin terhadap para anggota kelompoknya. Jadi, apa yang dipilih oleh
pemimpin untuk dikerjakan, kapan ia mengerjakannya, dan caranya dalam
mengerjakan, akan membentuk gaya kepemimpinannya.
·
Teori
Studi Kepemimpinan Ohio State University
Studi kepemimpinan ini dilakukan di
ohio university oleh Hempil dan Coons, dan kemudian diteruskan oleh Halphin dan
Winner menjadi 2 perilaku yaitu “Initiating structure and consederation”.
Initiating structure and consederation
merupakan ialah cara cara memimpin melukiskan hubungannya dengan bawahan dalam
usaha menetapkan pola organisasi,saluran komunikasi dan metode prosedur yang
dipakai dalam organisasi. Dan persahabatan adalah saling mempercayai dan saling
menjaga hubungan antar pemimpin.
Kedua sikap tersebut saling
mempengaruhi satu sama lain. Dengan kata lain setiap pemimpin dapat mempunyai
kedua sikap tersebut atau salah satunya. Kombinasi tersebut dapat dilihat dari
bagan berikut ini:
Low structure
And
High Consideration
|
High Structure
And
Highh Consideration
|
Low Structure
And
Low Consideration
|
High Structure
And Low Consideration
|
Sehingga dapat disimpulkan bahwa
perilaku pemimpin dapat dijadikan tolak ukur keberhasilan ataiu kegagalan dari
kepemimpinan seorang pemimpin.
·
Teori
Kepempinan Managerial Grid
Teori ini dikemukakan oleh Robert
K.Blake dan Jane S. Mouton yang membedakan 2 dimensi dalam kemempinan yaitu:
“Concern for people” dan “Concern for
production”. Pada dasarnya teori managerial grid ini mengenal lima gaya
kepemimpinan yang didasarkan atas dua aspek utama yaitu produksi dan hubungan
antar individu. Kombinasinya ada pada bagan ini:
1-9
(Country
Club)
|
9-9
(Team)
|
||
(Improverised)
1-1
|
(Task)
9-1
|
High 9 8 7
6
5
4
3
2
Low 1
1 2 3 4 5 6 7
1 2 3 4 5 6 7
Dalam
gambar tersebut diungkapkan 5 gaya kepemimpinan yang merupakan kombinasi antara
“concern for people” dan “concern for production”.
Gaya kepemimpinan yang pertama disebut
“improverished” artinya memimpin dengan usaha paling sedikit untuk
menyelesaikan tugas tertentu dan hal ini dianggap cukup untuk pertahanan
organisasi
Gaya yang kedua disebut gaya “Country
Club” yaitu gaya memimpin dengan hubungan informasl antara individu. Keramahan
dan kegembiraan serta tekanan terletak pada hubungan kemanusiaan secara fomal.
Gaya yang ketiga adalah gaya
kepemimpinan “team” yang berarti keberhasilan organisasi terganting kepada
hasil kerja sejumlah individu dan pengabdian. Tekanan terletak kepemimpinan
kelompok. Dalam gaya ini kepercayaan dan kepercayaan organisasi.
Gaya kepemimpinan yang keempat ialah
“task” artinya memimpin dengan memandang efisiensi kerja sebagai faktor utama
untuk keberhasilan organisasi.
Gaya kepemimpinan yang kelima disebut
“middle road” artinya tengah-tengah. Yang menjadi tekanan pada gaya ini ialah
pada keseimbangan yang optimal antara tugas dan hubungan manusiawi.
·
Model
Getzel dan Guba
Getzels dan Guba mengadakan studi yang
menganalisa perilaku pemimpin dalam sistem sosial. Mereka mengemukakan dua
kategori perilaku pemimpin dalam sosial. Mereka mengemukakan 2 perilaku. Yang
pertama ialah perilaku kepemimpinan yang bergaya normatif dengan dimensi
nomotetis yang meliputi usahanya untuk memenuhi tututan organisasi.
Yang kedua adalah perilaku kepemimpinan
yang bergaya personal yang disebut idiografis dengan memimpin dengan
mengutmakan kebutuhan dan ekspetasi anggota organisasi. Dimensi ini mengacu
pada individu dalam organisasi masing-masing.
Dimensi pertama disebut juga dimensi
sosiologis, sedangkan dimensi kedua tersebut dimensi psikologis. Sekolah selaku
sistem sosial bisa dibayangkan memiliki kedua dimensi tersebut , bisa dianggap
berdiri sendiri-sendiri, tetapi dalam situasi sebenarnya saling mempengaruhi.
Konsep umum model Getzels dan Guba ini dapat dilihat pada gambar dibawah ini:
|
lembaga Peranan harapan
sistem
sosial perilaku
yang tampak
individu kepribadian disposisi kebutuhan
|
·
Pendekatan Kontingensi/Situasi
Pendekatan kontingensi atau pemdekatam
situasi ini melahirkan banyak model kepemimpinan. Beberapa model kepemimpinan
akan diuraikan dibawah ini.
·
Model
Kepemimpinan Kontingensi
Model
kepemimpinan ini dikembangkan oleh Fed E. Fiedler. Dia berpendapat bahwa
keberhasilan seorang pemimpin tidak hanya ditentukan oleh suatu gaya
kepemimpinan yang diterapkannya. Dengan kata lain, tidak ada seorang pemimpin
yang dapat berhasil hanya dengan menjalankan satu gaya.
Menurut
Fieldler, hubungan pemimpin dengan tiga variabel penentu yaitu hubungan antar
pemimpin,derajat struktur tugas, dan kedudukan kekuasaan pemimpin. Menurut
fieldler hubungan pemimpin dengan yang dipimpin merupakan variabel yang penting
dalam menentukan situasi yang merupakan. Derajat structur tugas merupakan
masukan kedua sangat penting bagi situasi yang menguntungkan, dan kedudukan
kekuasaan pemimpin yang diperoleh melalui wewenaag merupakan dimensi ketiga
dari situasi.
Berdasarkan pendapat Fiedler, maka
situasi organisasi atau lembaga dikatakan menguntungkan dalam arti menentukan
keberhasilan pemimpin jika:
1.
Hubungan pemimpin
dengan anggota bawahan baik, pemimpin disenangi anggota kelompoknya dan ditaati
segala perintahnya.
2.
Struktur tugas terinci
dengan jelas dan dipahami oleh tiap anghgota krlompok,setiap anggota memiliki
wewenag dan tangggung-jawab masing-masing secara jelas, sesuai dengan
fungsinya.
3.
Kedudukan kekuasaan
formal, pemimpin kuat dan jelas sehingga memperlancar usahanya untuk
mempengaruhi anggota kelompoknya.
Dilihat
dari tingkatannya, masing-masing variabel dibedakan dengan 2 kategori sebagai
berikut: hubungan pemimpin anggota menjadi 2 kategori sebagai berikut: hubungan
pemimpin anggota : baik dan tidak baik derajat struktur tugas: tinggi dan
rendah, kedudukan kekuasaan pemimpin: kuat dan lemah. Dengan adanya delapan
perbedaan tersebut kombinasi dari ketiganya dapat dilihat sebagai berikut:
|
Baik
|
Tidak Baik
|
||||||||
Tinggi
|
Rendah
|
Tinggi
|
Rendah
|
||||||
Kuat
|
Lemah
|
Kuat
|
Lemah
|
Kuat
|
Lemah
|
Kuat
|
Lemah
|
||
1 2 3 4 5 6 7 8
Menguntungkan
sedang/cukup
tidak menguntungkan
|
|||||||||
·
Model
Kepemimpinan Tiga Dimensi
Pendekatan atau model kepemimpinan
ini dikemukakan oleh william J.Reddin. model ini dinamakan “Three dimensional
model” karena dalam pendekatannya menghubungkan tiga kelompok gaya kepemimpinan
yang disebut gaya dasar, gaya efektif, dan gaya tidak efektif menjadi satu
kesatuan.
Berdasarkan dua perilaku tersebut,
yang berorientasi pada orang dan berorientasii pada tugas, masing-masing
kelompok gaya kepemimpinan tersebut terbagi menjadi empat macam gaya, seperti
pada bagan berikut:
Model Tiga Dimensi
Redin
Kelompok
gaya dasar Kelompok
gaya efektif
Pengembang
(developer)
|
Eksekutif
(executif)
|
Birokrat
(bureucrat)
|
Otokrat bijak
(benevolent autocrat)
|
|
Penghubung
(related)
|
Terpaadu
(intergrated)
|
Pemisah
(Separated)
|
Pengabdi
(Dedicated)
|
Rendah
orientasi tugas tinggi Rendah orientasi tugas tinggi
Kelompok
gaya tak efektif
Penganjur
(missionary)
|
Kompromis
(compromisser)
|
Pelari
(desserter)
|
Otocrat
(autocrat)
|
Rendah orientasi tugas tinggi
Dari
kombinasi tersebut Redin kemudian menambahkan dimensi keefektifan, maka dapat
disimpulkan bahwa setiap cara dari keempat cara dapat efektif ataupun kurang
efektif dalam penerapannya. Dengan kombinasi tersebut kita memperoleh delapan
gaya kepemimpinan, empat yang efektif yang kurang atau tidak efektik.
·
Teori
Kepemimpinan Situasional
Teori
ini dikembangkan oleh Pauk Hersey dan Kenneth H. Blanchard. Teori ini adalah
pemutakhiran teori tiga dimensi model ini didasarkan oleh garis lengkung atau
“curva linear”diantara perilaku tugas dan perilaku hubungan dan kematangan.
Teori ini mencoba menyiapkan pemimpin dengan beberapa pengertian mengenai
hubunga diantara gaya kepemimpinan yang efktif dan taraf kematangan
pengikutnya.
Meskipun
variabel situasional (pemimpin,pengikut,atasan, organisasi, tuntutan kerja dan
waktu) yang terlibat dalam kepemimpinan situasional, namun penekanan tetap
terletak pada hubungan pemimping dengan yang dipimpin. Pengikut atau yaang
dipimpin merupakan faktor yang paling menentukan dalam suatu peristiwa
kepemimpinan.
Reddin kemudian memadukan ketiga
kelompok gaya beserta macam gaya kepemimpinan yang terdapat pada tiap kelompok
sehingga terjadi kombinasi seperti terlihat pada gambar tiga dimensi berikut :
Gambar 6.6b
Model Tiga Dimensi
Redin
Dalam gambar tiga dimensi di atas
dapat dilihat bahwa dengan ditambahkannya dimensi ketiga, yaitu keefektifan,
maka secara implsit dapat diasumsikan bahwa masing – masing keempat gaya dasar
itu dapat efektif dan dapat pula kurang efektif dalam penerapannya. Dengan
kombinasi tersebut kita memperoleh delapan gaya kepemimpinan, empat yang
efektif dan empat yang kurang atau tidak efektif.
·
Teori
Kepemimpinan Situasional
Teori
kepemimpinan situasional dikembangkan oleh Paul Hersey dan Keneth H. Blanchard.
Teori
kepemimpinan
situasional merupakan perkembangan yang utakhir dari teori kepemimpinan dan
merupakan hasil baru dari model keefektifan pemimpin tiga dimensi. Model ini
didasarkan pada hubungan garis lengkung atau “curva liner” diantara perilaku
tugas dan perilaku hubungan dan kematangan. Teori ini mencoba menyiapkan
pemimpin dengan beberapa pengertian mengenai hubungan di antara gaya
kepemimpinan yang efektif dan taraf kematangan pengikutnya.
Meskipun variabel situasional
(pemimpin, pengikut, atasan, organisasi, tuntutan kerja dan waktu) yang
terlibat dalam teori kepemimpinan situasional, namun penekanan tetap terletak
pada hubungan pemimpin dengan yang dipimpin. Pengikut atau yang dipimpin
merupakan faktor yang paling menentukan dalam suatu peristiwa kepemimpinan.
Teori ini berasumsi bahwa pemimpin
yang efektif tergantung pada taraf kematangan pengikut dan kemampuan pemimpin
untuk menyesuaikan orientasinya, baik orientasi tugas maupun hubungan antar
manusia. Makin matang si pengikut, pemimpin harus mengurangi tingkat struktur
tugas dan menambah orientasi hubungannya. Pada saat seseorang atau
kelompok/pengikut bergerak dan mencapai tingkat rata – rata kematangan,
pemimpin harus mengurangi baik hubungannya maupun orientasi tugasnya. Keadaan
ini berlangsung sampai pengikut mencapai kematangan penuh, dimana mereka sudah
dapat mandiri baik dilihat dari kematangan kerjanya ataupun kematangan
psikologinya. Jadi teori situasional ini menekankan pada kesesuaian antara gaya
kepemimpinan dengan tingkat kematangan pengikut.
Model teori kepemimpinan situasional
dilukiskan dengan bentuk kurva seperti lonceng yang melintasi kuadran
kepemimpinan seperti apa yang terlihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 6.7
Teori Kepemimpinan
Situasional
Taraf kematangan pengikut terentang
dalam satu kontinum dari “immature” ke “maturity”. Semakin dewasa pengikut,
semakin matang individu atau kelompok untuk melakukan tugas atau hubungan.
Untuk menentukan gaya kepemimpinan
yang sesuai pada situasi yang dihadapi pemimpin, pertama – tama harus
menetapkan taraf kematangan individu atau kelompok dalam hubungan dengan tugas
khususnya yang diharapkan pemimpin untuk mereka selesaikan. Setelah taraf
kematangan ini diketahui, gaya kepemimpinan yang cocok dapat ditentukan dengan
membuat sudut 90 derajat dari titik pada garis kontinum yang mewakili taraf
kematangan pengikut kepada suatu titik yang memotong fungsi garis lengkung
kawasan gaya kepemimpinan pada model tersebut. Kuadran dimana perpotongan itu
terjadi, menyatakan suatu gaya yang sesuai yang dapat digunakan pemimpin dalam
situasi itu. Apabila dengan gaya kepemimpinan tersebut tampak kemampuan
pengikut meningkat, maka segera perilaku kepemimpinan tersebut tampak kemampuan
menuju ke gaya yang lebih sesuai lagi untuk kemampuan/kematangan tersebut. Hal
ini akan terus berlangsung sampai pengikut bisa berdiri sendiri atau mempunyai
kemampuan yang tinggi (matang dalam tugas yang dimaksud).
Dalam kepemimpinan situasional ini,
Hersey dan Blanchard mengemukakan empat gaya kepemimpinan seperti diuraikan di
bawah ini.
·
Telling (S1) yaitu
perilaku pemimpinn dengan tugas tinggi dan hubungan rendah. Gaya ini mempunyai
ciri komunikasi satu arah. Pemimpin yang berperan dan mengatakan apa,
bagaimana, kapan, dan dimana tugas harus dilaksanakan.
·
Selling (S2) yaitu
perilaku dengan tugas tinggi dan hubungan tinggi. Kebanyakan pengarahan masih
dilakukan oleh pimpinan, tetapi sudah mencoba komunikasi dua arah dengan
dukungan sosioemosional untuk menawarkan keputusan.
·
Participating (S3) yaitu
perilaku hubungan tinggi dan tugas rendah. Pemimpin dan pengikut sama – sama
memberikan andil dalam mengambil keputusan melalui komunikasi dua arah dan yang
dipimpin cukup mampu dan cukup berpengalaman untuk melaksanakan tugas.
·
Delegating (S4) yaitu
perilaku hubungan dan tugas rendah. Gaya ini memberi kesempatan pada yang
dipimpin untuk melaksanakan tugas mereka sendiri melalui pendelegasian dan
supervisi yang bersifat umum. Yang dipimpin adalah orang yang sudah metang
dalam melakukan tugas dan matang pula secara psikologis.
2.
Siapakah
Yang Disebut Pemimpin Pendidikan
Guru,
wali kelas, kepala sekolah, pengawas, kepala kantor bidang pendidikan pada
semua
tingkatan,
semua tenaga edukatif pada kantor dinas kepala direktorat dalam lingkungan
direktorat jenderal pendidikan, ketua jurusan, dekan, rektor dan pembantu –
pembantunya pada sekolah tinggi, akademi, institut dan universitas, ahli – ahli
ilmu pendidikan dan masih banyak lagi, merupakan pemimpin – pemimpin
pendidikan. Pada pokoknya setiap orang yang memiliki kelebihan dalam kemampuan
dan membimbing, mendorong, menggerakkan dan mengkoordinasikan staf pendidikan
lainnya ke arah peningkatan atau perbaikan mutu pendidikan dan pengajaran, maka
ia telah melaksanakan fungsi kepemimpinan, pendidikan, dan ia tergolong sebagai
pemimpin pendidikan.
Dengan demikian maka pemimpin
pendidikan itu dapat berstatus pemimpin resmi yang biasa disebut “status
leader” atau “formal leader”, atau “functional leader”. Kepemimpinan resmi
dimiliki oleh mereka yang menduduki posisi dalam struktur organisasi
pendidikan, baik secara resmi oleh pihak atasan atau yang berwenang maupun
karena dipilih secara resmi menjadi pemimpin oleh anggota staf pelaksana
pendidikan di mana ia bekerja. Misalnya Kepala Sekolah, Kepala Dinas Pendidikan
adalah termasuk kategori pemimpin resmi dan memiliki kepemimpinan resmi dilihat
dari segi posisi dan sistem pengangkatan.
Kepemimpinan tidak resmi bisa
dimiliki oleh mereka yang mempengaruhi, memberi tauladan, dan mendorong ke arah
perbaikan kualitas kerja petugas – petugas penyelenggara pendidikan dan
pengajaran, meskipun di dalam hierarki struktur organisasi pendidikan mungkin
ia tidak menduduki posisi pemimpin. Kemampuannya itu semata – mata berasal dari
kelebihan tertentu yang ada pada pribadinya, dan bukan karena ia menduduki
posisi pemimpin, baik karena pengangkatan dari pihak yang berwenang maupun
karena dipilih secara resmi oleh kalangan kelompok kerja.
Seorang kepala sekolah atau seorang
kepala dinas pendidikan sebagai “status leader” atau “formal leader”, lebih
disegani, lebih ditaati petunjuk – petunjuk atau perintahnya oleh murid –
muridnya atau anggota staffnya, mungkin semata – mata karena kedudukannya yang
resmi sebagai pemimpin, karena kekuasaan resmi yang ia miliki sebagai pemimpin
resmi.
·
Kepala
Sekolah sebagai Pemimpin Pendidikan
Fungsi
utama kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan ialah menciptakan situasi
belajar
mengajar
sehingga guru – guru dapat mengajar dan murid – murid dapat belajar dengan
baik. Dalam melaksanakan fungsi tersebut, kepala sekolah memiliki tanggung
jawab ganda yaitu melaksanakan administrasi sekolah sehingga tercipta situasi
belajar mengajar yang baik, dan melaksanakan supervisi sehingga kemampuan guru
– guru meningkat dalam membimbing pertumbuhan murid – muridnya.
Sebagai pemimpin pendidikan, kepala
sekolah menghadapi tantangan yang berat, untuk itu ia harus memiliki persiapan
yang memadai. Karena banyaknya tanggungjawab maka kepala sekolah memerlukan
pembantu. Ia hendaknya belajar bagaimana mendelegasikan wewenang dan
tanggungjawab sehingga ia dapat memusatkan perhatiannya pada usaha pembinaan
program pengajaran.
Pekerjaan pemimpin pendidikan ialah
menstimulir dan membimbing pertumbuhan guru – guru berkesinambungan sehingga
mereka mampu menjalankan tugasnya dengan sebaik – baiknya sesuai dengan
perkembangan situasi. Kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan, harus mampu
mengelola sarana dan prasarana pendidikan, pelayanan khusus sekolah dan
fasilitas – fasilitas pendidikan lainnya sedemikian rupa sehingga guru – guru
dan murid – murid memperoleh keputusan dalam melaksanakan tugasnya.
Sebagai pemimpin pendidikan, Kepala
Sekolah bertanggungjjawab atas pertumbuhan guru – guru secara berkesinambungan,
ia harus mampu membantu guru – guru mengenal kebutuhan masyarakat, membantu
guru membina kurikulum sesuai dengan minat, kebutuhan dan kemampuan peserta
didik. Ia harus mampu menstimulir guru – guru untuk mengembangkan metode dan
prosedur pengajaran. Ia harus mampu membantu guru – guru mengevaluasi program
pendidikan dan hasil belajar murid, ia harus mampu juga menilai sifat dan
kemampuan guru. Untuk dapat melaksanakan tanggungjawab tersebut di atas, kepala
sekolah harus memiliki pendidikan dan pengalaman yang diperlukan bagi seorang
pemimpin pendidikan.
3.
Model
– model Kepemimpinan dalam Pendidikan
·
Kepemimpinan
Visioner
Kepemimpinan
yang relevan dengan tuntutan “school based management” dan didambakan bagi
produktivitas pendidikan adalah kepemimpinan yang memiliki visi (Visionary
Leadership) yaitu kepemimpinan yang kerja pokoknya difokuskan pada rekayasa
masa depan yang penuh tantangan, menjadi agen perubahan (agent of change) yang
unggul dan menjadi penentu arah organisasi yang tahu prioritas, menjadi pelatih
yang profesional dan dapat membimbing personil lainnya ke arah profesionalisme
kerja yang diharapkan.
Pemimpin yang
bervisi merupakan syarat kepemimpinan di era otonomi, dimana organisasi harus
menampilkan kekuatan dan ciri khas budayanya menuju kualitas pendidikan yang
diharapkan.
·
Konsep
Visi
Visi
tercipta dari kreativitas pikir pemimpin sebagai refleksi profesionalisme dan
pengalaman pribadi atau sebagai hasil elaborasi pemikiran mendalam dengan
pengikut/personil lain, yaiut berupa ide – ide ideal tentang cita – cita
organisasi di masa depan yang ingin diwujudkan bersama.
Lee
Roy Beach (1993:50) mendefinisikan visi sebagai berikut, “Vision defines the ideal future, perhaps implying retention of the
current culture and the actvities, or perhaps implying change. (Visi
menggambarkan masa depan yang ideal, barangkali menyiratkan ingatan budaya yang
sekarang dan aktivitas, atau barangkali menyiratkan perubahan)”.
Terbentuknya
visi dipengaruhi oleh pengalaman hidup, pendidikan, pengalaman profesional,
interaksi dan komunikasi, penemuan keilmuan, serta kegiatan intelektual yang
membentuk pola pikir (mindset)
tertentu (Gaffar, 1994:56).
Visi
merupakan peluru bagi kepemimpinan visioner. Visi berperan dalam menentukan
masa depan organisasi apabila diimplementasikan secara komprehensif. Dengan
demikian visi terbentuk dari perpaduan antara inspirasi, imajinasi insight, nilai – nilai informasi,
pengetahuan dan judgement.
·
Teori
Kepemimpinan Visioner
Visionary
Leadership muncul sebagai respon dari statement “the only thing of permanent is
change” yang menuntut pemimpin memiiki kemampuan dalam menentukan arah masa
depan melalui visi. Visi merupakan idealisasi pemikiran pemimpin tentang masa
depan organisasi yang shared dengan stakeholders dan merupakan kekuatan kunci
bagi perubahan organisasi yang menciptakan budaya yang maju dan antisipatif
terhadap persaingan global.
Benis
dan Nanus, (1997:19) mendefinisikan Visi sebagai : “Something that articulates
a view of a realistic, credible, attractive future for the organization, a
condition that is better in some important ways than what now exist”. Secara
umum dapat kita katakan bahwa visi adalah suatu gambaran mengenai masa depan
yang kita inginkan bersama.
Visionary
Leadership didasarkan pada tuntutan perubahan zaman yang meminta
dikembangkannya secara intensif peran pendidikan dalam menciptakan sumber daya
manusia yang handal bagi pembangunan, sehingga orientasi visi diarahkan pada
mewujudkan nilai comparative dan kompetitif peserta didik sebagai pusat
perbaikan dan pengembangan sekolah.
Kepemimpinan
visioner adalah kemampuan pemimpin dalam mencipta, merumuskan,
mengkomunikasikan/mensosialisasikan/mentransformasikan dan mengimplementasika
pemikiran – pemikiran ideal yang berasal dari dirinya atau sebagai hasil
interaksi sosial diantara anggota organisasi dan stakeholders yang diyakini
sebagai cita –cita organisasi di masa depan yang harus diraih atau diwujudkan
melalui komitmen semua personil.
Agar
menjadi pemimpin yang visioner, maka seseorang harus :
a. Memahami Konsep Visi.
Visi adalah idealisasi pemikiran tentang masa depan organisasi yang merupakan
kekuatan kunci bagi perubahan organisasi yang menciptakan budaya dan perilaku
organisasi yang maju dan antisipatif terhadap persaingan global sebagai
tantangan zaman. “Visionary Leadership” adalah visi kepemimpinan yang harus
dimiliki berdasarkan rambu – rambu tersebut di atas untuk mewujudkan sekolah
yang bermutu.
b. Memahami Karakteristik
dan Unsur Visi. Suatu visi memiliki karakteristik
sebagai berikut. (1) memperjelas arah dan tujuan, mudah dimengerti dan
diartikulasikan, (2) mencerminkan cita – cita yang tinggi dan menetapkan
standart of excellence, (3) menumbuhkan inspirasi, semangat, kegairahan dan
komitmen, (4) menciptakan makna bagi anggota organisasi, (5) merefleksikan
keunikan atau keistimewaan organisasi, (6) menyiratkan nilai – nilai yang
dijunjung tinggi oleh organisasi, (7) konstektual dalam arti memperhatikan
secara seksama hubungan organsasi dengan lingkugan dan sejarah perkembangan
organisasi yang bersangkutan.
c. Memahami Tujuan Visi.
Visi yang baik memiliki tujuan utama yaitu: (1) memperjelas arah umum perubahan
kebijakan organisasi, (2) membantu proses mengkoordnisasi tindakan – tindakan
tertentu dari orang yang berbeda – beda.
·
Langkah
– langkah Menjadi Visionary Leadership
Visi
harus disegarkan sehingga tetap sesuai dan sepadan dengan perubahan – perubahan
yang terjadi di lingkungan. Karena itu visi dalam konteks ini merupakan atribut
utama seorang pemimpin. Adalah tugas dan tanggungjawab pimpinan untuk
melahirkan, memelihara, mengembangkan, menerapkan, dan menyegarkan visi agar
tetap memiliki kemampuan untuk memberikan respons yang tepat dan cepat terhadap
berbagai permasalahan dan tuntutan yang dihadapi organisasi. Jelaslah bahwa
visi itu ternyata berproses, dapat direkayasa dan ditumbuhkembangkan.
a.
Penciptaan
Visi
Visi Tercipta dari hasil kreatifitas
pikir pemimpin sebagai refleksi profesionalisme dan pengalaman pribadi atau
sebagai hasil elaborasi pemirikan mendalam dengan pengikut/personi lain berupa
ide – ide ideal tentang cita – cita organisasi di masa depan yang ingin
diwujudkan bersama.
b.
Perumusan
Visi
Kepemimpinan visioner dalam tugas
perumus visi adalah kesadaran akan pentingnya visi dirumuskan dalam statement
yang jelas agar menjadi komitmen semua personil dalam mewujudkannya sehingga
pemimpin berupaya mengelaborasi informasi, cita – cita, keinginan pribadi
dipadukan dengan cita – cita/gagasan personil lain dalam forum komunkasi yang
intensif sehingga menghasilkan kristalisasi visi organisasi.
Visi perlu dirumuskan dalam statement
yang jelas dan tegas dan perumusannya harus melibatkan stakeholders dengan fase
kegiatan sebagai berikut :
(1)pembentukan dan perumusan visi oleh
anggota tim kepemimpinan.
(2)merumuskan strategi secara konsensus
(3)membulatkan sikap dan tekad sebagai toal commintment
untuk mewujudkan visi ini
menjadi suatu
kenyataan.
c.
Transformasi
Visi
Kemampuan membangun kepercayaan melalui
komunikasi yang intensif dan efektif sebagai upaya shared vision pada
stakeholders, sehingga diperoleh sense of belonging dan sense of ownership.
d.
Implementasi
Visi
Implementasi visi merupakan kemampuan
pemimpin dalam menjabarkan dan menterjemahkan visi ke dalam tindakan. Visi
merupakan peluru bagi kepemimpinan visioner. Visi berperan dalam menentukan masa
depan organisasi apabila diimplementasikan secara komprehensif. Kepemimpinan
yang bervisi berkerja dalam empat pilar sebagaimana dikatakan Nanus (2001),
yaitu : (1) Penentu Arah, (2) Agen Perubahan, (3) Juru Bicara, (4) Pelatih dan
Komunikator.
Menjadi Seorang
Pemimpin yang Visioner dalam Menghasilkan Produktivitas Pendidikan
Jika berbicara
tentang pendidikan, maka konsep pemikiran kita tidak akan lepas dari suatu
wahana dalam menjalankan proses pendidikan, tahapan pelaksanaan pendidikan dan
kelompok pendidikan, dimana hal ini dapat diklasifikasikan menurut jalur,
jenjang dan jenis pendidikan, yang telah ditetapkan dalam Sistem Pendidikan
Nasional.
Di era pasar bebas pada abad ke-21
ini, pendidikan harus dapat mengantisipasi berbagai tuntutan. Pertama, sekolah
diharapkan dapat menyelenggarakan program yang lebih humanis. Makna humanis
dalam hal ini adalah memberi peluang yang lebih besar bagi anggota masyarakat
untuk dapat memperoleh manfaat dari penyelenggaraan pendidikan, jaminan mutu
pendidikan, menjawab kebutuhan masyarakat, dan biaya pendidikan yang sepadan.
Kedua, persaingan tenaga kerja yang
mengglobal, yang masuk bersama penanaman modal asing sebagai konsekuensi
diberlakukannya perjanjian ASEAN-AFTA (mulai tahun 2002), WTO-GATT dan APEC (mulai
tahun 2010). Untuk mengantisipasi hal ini dunia pendidikan harus mampu menjamin
peserta didiknya di berbagai bidang profesi untuk memperoleh sertifikat profes
sebagai syarat untuk memperoleh hak bekerja sesuai dengan kompetensi kepakaran
yang dipelajarinya di lembaga pendidikan.
Ketiga, pendidikan harus mampu
menyiapkan hasil didik yang kompetennya dinilai tidak hanya atas dasar
penguasaan pengetahuan dan Halaman 146 – 151
keterampilan,
tetapi juga penguasaan sikapdan semangat kerja, kemampuan beriteraksi,
interpersonal, kepemimpinan, kerjasama tim, analisis permasalahan dan sintetis
pemecahan masalah, disiplin, teknologi informasi, pemanfaatan komputer,
fleksibilitas kerja, mampu mengelola kekaburan masalah, dapat bekerja dalam
berbagai budaya, terlatih dalam etika kerja, serta menguasai bahasa asing
sebagai bahasa utama kedua.
Keempat, kurikulum sebagai pedoman
penyelenggaraan program studi harus dapat menjaga keserasian antara program
yang diselenggarakan dengan aspirasi masyarakat dan negara.
Kelima, penyelenggaraan pendidikan
tinggi diharapkan mampu menampung politisasi pendidikan, kebutuhan belajar
sepanjang hayat, internasionalisasi pendidikan tinggi dalam makna reconvergent
phase of education.
Berdasarkan hal tersebut, agar dapat
menciptakan pendidikan yang produktif, maka setiap pemimpin yang melaksanakan
tanggungjawabnya harus mampu menetapkan terlebih dahulu visi dalam melaksanakan
program kerjanya guna dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Visi yang akan
ditetapkan, dirumuskan terlebih dahulu dengan melibatkan stakeholder.
Sebelum
seorang pemimpin menetapkan visi, maka pemimpin tersebut perlu memiliki
pengalaman hidup, pendidikan, pengalaman professional, interaksi dan kegiatan
komunikasi dalam kegiatan intelektual yang membentuk pola pikirnya. Dengan
demikian, terciptanya visi terbentuk dari perpaduan antara inspirasi, imajinasi
insight, informasi, pengetahuan, dan penilaian (judgement).
Seorang
pemimpin yang mempunyai konsep tentang : (1) bagaimana merekayasa masa depan
untuk menciptakan pendidikan yang produktif, (2) menjadikan dirinya sebagai
agen perubahan; (3) memposisikan sebagai penentu arah organisasi; (4) pelatih
atau pembimbing yang professional; (5) mampu menampilkan kekuatan pengetahuan
berdasarkan pengalaman rofessional dan pendidikannya, dengan didukung oleh ciri
khas budaya kerja dalam mencapai tujuannya yang ditetapkan dalam visi dan
dijabarkan dalam misi, dapat dikatakan sebagi kepemimpinan yang visioner.
Pendidikan
dapat dikatakan produktif apabila seorang pemimpin dalam mengelola
pendidikannya dapat melakukan efektifitas dan efisiensi yang dalam
pelaksanaannya menerapkan 5 konsep tersebut diatas, sehubungan dengan
penggunaan sumber daya pendidikan yang tersedia seperti tenaga pendidik atau
kependidikan, dana, fasilitas (sarana dan prasarana), dan kompetensi kurikulum
agar dapat menghasilkan prestasi yang merata, bermutu, relevan dan mempunyai
nilai ekonomi bagi lulusannya, (sesuai keinginan dan harapan yang ditetapkan
dalam visi) yang mampu bersaing disunia kerja sesuai dengan kebutuhan
masyarakat/stakeholder. Oleh karena itu, dalam menghasilkan pendidikan yang
produktif dari suatu lembaga pendidikan, seharusnya dipimpin oleh seorang
pemimpin yang mempunya visi atau pandangan jauh kedepan tentang apa yang
dibutuhkan pasar kerja sesuai dengan perkembangan zaman dan dapat menghasilkan
sumber daya yang handal.
Gambaran
kepemimpinan yang visioner dalam menciptakan pendidikan yang produktif daat
dilihat pada gambar berikut dibawah ini :
Gambar
6.8 Kepemimpinan Pendidikan yang Visioner
Sifat-sifat
seorang visioner, selain dia mampu melihat dan memanfaatkan peluang dimasa
depan ia juga memiliki prinsip kepemimpinan seperti yang dikemukakan Stephen R.
Covey (1997:27-37) tentang pemimpin yang berprinsip, dengan ciri-ciri sebagai berikut
:
·
Selalu belajar (terus
menerus)
·
Berorientasi pada
pelayanan
·
Memancarkan energi
positif
·
Mempercayai orang lain
·
Hidup seimbang
·
Melihat hidup sebagai
petualangan
·
Sinergistik
·
Selalu berlatih untuk
memperbaharui diri agar mampu mencapai prestasi yang tinggi.
Sedangkan
produktifitas menurut Thomas (1972), menyatakan bahwa ukuran produktifitas dari
suatu lembaga adalah :
1) The
Administrator’s production function, memfokuskan pada tatanan lembaga dalam
mekanisme kepemimpinan dan manajemen yang memberikan perhatian kepada kepuasan
pelanggan, terutama pada peran pemimpin satuan pendidikan dalam memberikan
layanan terhadap pelanggan (customer). Semakin banyak dan semakin memuaskan
pelayanan yang diberikan lembaga terhadap pelanggan maka semakin produktif lembaga
tersebut.
2) The
psychologist’s production function, menitikberatkan pada perubahan perilaku
peserta didik sebagai hasil belajar. Produktifitasnya dapat diukur dari
perubahan perilaku siswa, hasil proses belajar mengajar yang memenuhi kebutuhan
belajar siswa serta mengembangkan potensi siswa secara menyeluruh.
3) The
economist’s production function, adalah mengukur produktivitas dari benefit
atau keuntungan yang diperoleh siswa setelah melakukan pengorbanan waktu,
tenaga, uang, dan yang lainnya. Pendidikan dalam hal ini sebagai Human Capital.
Pendidikan yang produktif adalah pendidikan yang memiliki benefit terhadap
individu yang melakukannya berupa kemampuan, keahlian yang relevan dengan
kehidupan dan dapat menolong diri dan keluarga dalam kehidupannya. Pendidikan
yang produktif mampu menciptakan keuntungan sosial sebagai akibat pemahaman
seluruh lulusan untuk menciptakan kehidupan yang bermutu dan menguntungkan
lingkungan.
Seseorang dapat dikatakan sebagai
pemimpin yang visioner dalam menghasilkan pendidikan yang produktif, bila
selama melaksanakan tanggungjawabnya sebagi seorang pemimpin mampu mengelola
proses pendidikannya yang selalu menciptakan inovasi-inovasi dengan sumber daya
yang tersedia (jika memungkinkan mengadakan sumber daya yang baru) telah berhasil
menciptakan output yang sesuai dengan visi yang ditetapkan dan berdaya guna
menjadi SDM yang handal sesuai dengan harapan atau keinginan
stakeholder/pengguna jasa pendidikan, dimana hasilnya dapat menciptakan lulusan
yang menghasilkan benefit terhadap individu yang melakukannya berupa kemampuan,
keahlian yang relevan dengan kehidupan dan dapat menolong diri dan keluarga
dalam kehidupannya, mampu menciptakan keuntungan sosial sebagai akibat
pemahaman seluruh lulusan untuk menciptakan kehidupan yang bermutu dan
menguntungkan lingkungan.
o Kemampuan
Transformasional
Landasan
teori kependidikan transformasional
Bass
(1985) mengemukakan sebuah teori kepemimpinan transformasional
(transformational leadership) yang dibangun atas gagasan-gagasan yang lebih
awal dari Burns (1978). Tingkatan sejauh mana seseorang pemimpin disebut
transformasional terutama diukur dalam hubungannya dengan efek pemimpin
tersebutterhadap para pengikutnya. Para pengikut seorang pemimpin
transformasional merasa adanya kepercayaan, kekaguman, kesetiaan dan hormat
terhadap pemimpin tersebut serta mereka termotivasi untuk melakukan lebih
daripada yang awalnya diharapkan terhadap mereka. Pemimpin tersebut
mentransformasi dan memotivasi para pengikutnya dengan: (a) membuat mereka
lebih sadar mengenai pentingnya hasil-hasil suatu pekerjaan, (b) mendorong
mereka untuk lebih mementingkan organisasiatau tim daripada kepentingan diri
sendiri dan (c) mengaktifkan kebutuhan-kebutuhan mereka pada yang lebih tinggi.
Formula
asli dari teori diatas mencakup tiga komponen kemepemimpinan transformasional
yaitu : (1) karisma, (2) stimulasi intelektual dan, (3) perhatian yang
diindividualisasi. Karisma telah disefinisikan sebagai sebuah proses yang
padanya seorang pemimpin mempengaruhi pengikutnya dengan menimbulkan
emosi-emosi yang kuat dan identifikasi dengan pemimpin tersebut. Stimulasi
intelektual adalah sebuah proses yang padanya para pemimpin meningkatkan
kesadaran pengikut-pengikutnya terhadap maslah-masalah dan mempengaruhi para
pengikutnya untuk memandang masalah-masalah tersebut dari perspektif yang baru.
Perhatian yang diindividualisasi termasuk memberi dukungan, membersarkan hati,
dan memberi pengalaman-pengalaman tentang pengembangan kepada para pengikut.
Sebuah revisi baru dari teori tersebut menambahkan perilaku transformasional
yang lain yang disebut “inspirasi” atau “motivasi inspirasional”. Motivasi
inspirasional didefinisikan sebagai sejauh mana seorang pemimpin
mengkomunikasikan sebuah visi yang menarik, menggunakan simbo-simbol untuk
memfokuskan usaha-usaha bawahan dan memodelkan perilaku-perilaku yang sesuai
(Bass & Avolio, 1990).
Kepemimpinan
transformasional dibangun dari dua kata, yaitu kepemimpinan (leadership) dan
transformasional (transformational). Kepemimpinan sebagaimana telah dijelaskan
diawal merupakan setiap tindakan yang dilakukan oleh seseorang untuk
mengkoordinasikan, mengarahkan dan mempengaruhi orang lain dalam memilih dan
mencapaii tujuan yang telah ditetapkan. Istilah transformasi berasal dari kata
to transform, yang bermakna mentransformasikan atau mengubah bentuk sesuatu
menjadi bentuk yang berbeda, misalnya mentransformasikan visi menjadi realita,
atau mengubah sesuatu yang potensial menjadi aktual.
Dengan
demikian seorang kepala sekolah dapat dikatakan menerapkan kepemimpinan
transformasional jika dia mampu mengubah energi sumber-sumber daya baik manusia
ataupun non manusia untuk mencapai tujuan-tujuan sekolah. Sebagaimana telah
didefinisikan oleh Sudarwan Danim (2003:54) “adalah kemampuan seorang pemimpin
dalam bekerja dengan dan/atau melalui orang lain untuk mentransformasikan
secara optimal sumber daya oraganisasi yang langka dalam rangka mencapai tujuan
yang bermakna sesuai dengan target capaian yang telah ditetapkan”.
Para
ahli seperti Bass, 1985; Bass dan Avoilo, 1990 meyakini bahwa seiring dengan
perubahan-perubahan yang cepat, kompleks, dan canggih dalam kehidupan manusia,
kepemimpinan transformasional dapat mengimbangi pola pikir dan refleksi
paradigma-paradigma baru di dalam proses perubahan.
Perubahan sebagai konsep masa depan sering
disebut dengan pembaharuan atau reformasi. Kata reformasi menjadi sebuah kata
yang sangat populer dikalangan kita, lalu apa sebenarnya yang disebut dengan
perubahan atau reformasi ? Perubahan atau reformasi adalah suatu proses transformasi
yang menuju ke arah terwujudnya keadaan baru, kondisi yang lebih baik
dibandingkan dengan keadaan yang sebelumnya (Wahyu Sumidjo: 1999). Transformasi
tersebut tidak hanya menyangkut salah satu aspek kehidupan secara total.
Seperti dalam bidang sosial, politik, ekonomi, pemerintahan, dan budaya. Dalam
aspek pemerintahan termasuk di dalamnya adalah aspek administrasi, manajemen,
organisasi, proses kerja, sumber daya manusia, dsb.
Seorang
pemimpin dalam era pembaharuan adalah seorang yang mampu menciptakan suatu
lingkungan yang inovatif yang tidak menghambat kretivitas murni dan potensi
kekuatan kerja. Pemimpin pembaharuan memberikan arah dan pandangan keluar demi
kebutuhan bawahan. Pemimpin membantu untuk menciptakan suatu lingkungan
kebanggaan, loyalitas, bukan ketakutan dan intimidasi.
Peran
seorang pemimpin pembaharuan menyangkut hal-hal strategis sebagai berikut :
·
Memperbaiki penampilan
SDM dan sumber daya lainnya, serta untuk memperbaiki kualitas, meningkatkan
hasil, dan secara simultan untuk menimbulkan kebanggaan semangat kerja para
bawahan.
·
Tidak hanya menemukan
dan mencatat kegagalan SDM, melainkan untuk menghasilkan sebab-sebab kegagalan,
membantu bawahan untuk melakukan tugas yang lebih baik.
·
Menciptakan suatu
lingkungan kerja yang produktif, menampilkan kepemimpinan yang inovatif, dan
melatih para bawahan demi melaksanakan tugas.
o Definisi
Kepemimpinan Transformasional
Adapun komitmen perilaku kepemimpinan
transformasional menurut Leithwood dkk(1999) mengatakan “transformational
leadership is seen to be sensitive to organiation building developing shared
vision, distributing leadership and building school cultur necessary to current
restructuring efforts in school”. Adapun Burns (1978), orang yang
disebut-sebuat sebagai yang pertama kali menggagasnya, mendefinisikan
kepemimpinan transformasional sebagai “a process in which leaders and followers
raise ti higher levels of morality and motivation”. Gaya pengikut (followers)
dengan memunculkan ide-ide produktif, hubungan yang sinergikal,
kebertanggungjawaban, kepedulian edukasional, dan cita-cita bersama. Pemimpin
dengan kepemimpinan transformasional adalah pemimpin yang memiliki visi ke
depan dan mampu mengidentifikasi perubahan lingkungan serta mampu
mentransformasi perubahan tersebut ke dalam organisasi; mempolopori perubahan
dan memberikan motivasi dan inspirasi kepada individu-individu karyawan untuk
kreatif dan inovatif, serta membangun team work yang solid; membawa pembaharuan
dalam etos kerja dan kinerja manajemen; berani dan bertanggung jawab memimpin
dan mengendalikan organisasi (Bass, 1985). Yuki (1994) menyimpulkan essensi
kepemimpinan transformasional adalah memberdayakan para pengikutnya untuk
berkinerja secara efektif dengan membangun komitmen mereka terhadap nilai-nilai
baru, mengembangkan keterampilan dan kepercayaan mereka, menciptakan iklim yang
kondusif bagi berkembangnya inovasi dan kreativitas. House et.al (1996) dalam
Suyanto (2003) menyatakan bahwa pemimpin yang transformasional memotivasi
bawahan mereka untuk “berkinerja diatas dan melebihi panggilan tugasnya”.
Esensi kepemimpinan transformasional adalah sharing of power dengan melibatkan
bawahan secara bersama-sama untuk melakukan perubahan. Dalam merumuskan
perubahan biasanya digunakan pendekatan transformasional yang manusiawi, dimana
lingkungan kerja yang partisipatif dengan model manajemen yang kolegial yang
penuh keterbukaan dan keputusan diambil bersama. Dengan demikian kepemimpinan
transformasional adalah kepemimpinan yang mampu menciptakan perubahan yang
mendasar dan dilandasi oleh nilai-nilai agama, sistem dan budaya untuk
menciptakan inovasi dan kreativitas pengikutnya dalam rangka mencapai visi yang
telah ditetapkan.
Pemimpin transformasional sesungguhnya
merupakan agen perubahan, karena memang erat kaitannya dengan transformasi yang
terjadi dalam suatu organisasi. Fungsi utamanya adalah berperan sebagai katalis
perubahan, bukannya sebagai pengontrol perubahan. Seorang pemimpin
transformasional memiliki visi yang jelas, memiliki gambaran holistik tentang
bagaimana organisasi dimasa depan ketika semua tujuan dan sasarannya telah
tercapai (Covey, 1989; Peters, 1992).
Sergiovanni
(1990:21) berargumen bahwa makna simbolis dari tidakan seorang pemimpin
transformasional adalah lebih penting dari tindakan aktual. Nilai-nilai yang
dijunjung oleh pemimpin yang terpenting adalah segala. Artinya ia enjadi model
dari nilai-nilai tersebut, mentransformasikan nilai organisasi jika perlu untuk
membantu Mewujudkan
visi organisasi. Elemen yang palig utama dari karakteristik seorang pemimpin
transformasional adalah dia harus memiliki hasrat yang kuat untuk mencapai
tujuan organisasi. Seorang pemimpin transformasional adalah seorang pemimpin
yag mempunyai keahlian diagnosis, dan selalu meluangkan waktu dan mencurahkan
perhatian dalam upaya untuk memecahkan masalah dari berbagai aspek. Bass (1994)
memberikan model transformasional seperti di tunjukkan pada gambar di bawah
berikut ini.
Gambar 6.9
Model kepemimpinan
transformasional
Sumber : Bass and Avolio
-
Dimensi-dimensi
kepemimpinan transformasional
Bass dan Avolio (1994)
mengusulkan empat dimensi dalam kadar kepemimpinan seseorang dengan konsep “4I”
yang artinya :
a)
“I”
pertama adalah idealized influence, yang
dijelakan sebagai perilaku yang menghasilkan rasa hormat (respect) dan rasa
percaya diri (trust) dari orang-orang yang dipimpinnya. idealized influence mengandung makna saling berbagi resiko, melalui
pertimbangan atas kebutuhan yang dipimpin di atas kebutuhan pribadi, dan
perilaku moral serta etis.
b)
“I”
kedua adalah adalah inspirasional
motivation, yang tercermin dalam perilaku yang senantiasa menyediakan
tantangan dan makna atas pekerjaan orang-orang yang dipimpin, termasuk di
dalamnya adalah perilaku yang mampu mengartikulasikan ekspektasi yang jelas dan
perilaku yang mampu mendemonstrasikan komitmen terhadap sasaran organisasi.
Semangat ini dibangkitkan melalui antusiasme dan optimisme.
c)
“I”
ketiga adalah intellectual simulation.
Pemimpin yang mendemonstrasikan tipe kepemimpinan senantiasa menggali ide-ide
baru dan solusi kreatif dari orang-orang yang dipimpinnya. Ia juga selalu
mendorong pendekatan baru dalam melakukan pekerjaan.
d)
“I”
keempat adalah individualized
consideration, yang direfleksikan oleh pemimpin yang selalu mendengarkan
dengan penuh perhatian, dan memberikan perhatian khusus kepada kebutuhan
prestasi dan kebutuhan dari orang-orang yang dipimpinnya.
Perbandingan
Kepemimpinan Transforming, Transformasional dan Transaksional
Kepemimpinan
transforming atau kepemimpinan yang mentransformasi adalah pendekatan teori
kepemimpinan mutakhir yang dalam dua
dekade ini sedang hangat-hangatnya dibicarakan. Perilaku kepemimpinan
transforming ialah kepemimpinan yang memiliki kesadaran sendiri tentang
emosionalnya, manajemen diri sendiri, kesadaran sosial dan manajemen hubungan
kerja (Golmen, et.al, 2003). Pola perilaku kepemimpinan yang seperti ini
diharapkan berpengaruh positif terhadap bawahannya dalam membentuk nilai-nilai
dan keyakinan untuk mencapai tujuan organisasi (Anderson, 1998). Bass (1985)
mengemukakan bahwa pemimpin transformasional adalah seseorang yang mampu
meningkatkan motivasi dan komitmen bawahan dapat terhadap kelompok tanpa
menghiraukan akibat negatifnya.
Pencapaian
perwujudan transformasional memerlukan kerangka pikir kerja sumber daya. Tabel
berikut menunjukkan perbandingan antara konsep sumber daya manusia dengan
manusia bersumber daya.
Tabel 6.1
Perbandingan Paradigma Sumber :
Bass dan Aviolo (1994)
Paradigma Sumber Daya Manusia
|
Paradigma Manusia Bersumber Daya
|
Doktrin Hubungan organisasi
|
|
*Termination-at will*
|
Keanggotaan Organisasi
|
Fokus Manajemen Orang
|
|
Kepentingan Organisasi dan Penguasa
|
Kesejahteraan anggota organisasi dan keunggulan
organisasi
|
Pendekatan Psikologi Dominan
|
|
Psikologi Organisasi
|
Psikologi vocational
|
Satuan Analisis
|
|
Pekerjaan
|
Pekerja
|
Potensi yang dicari
|
|
Kompetensi
|
Kompetensi, wawasan, motivasi kerja dan semangat
belajar inovatif
|
Makna pekerjaan
|
|
Okupasi yang disediakan organisasi bagi pekerja
|
Vokasi yang menjadi pilihan pekerja
|
Sifat hubungan kerja
|
|
Kontraktual
|
Atas dasar saling percaya
|
Pengembangan orang
|
|
Membangun kompetensi spesifik
|
Membangun kompetensi generic, wawasan usaha, dan budaya
belajar inovatif
|
Kepemimpinan yang efektif di tempat kerja
|
|
Supervisi dan transaksional
|
Visioner dan transformasional
|
Sikap Terhadap perubahan
|
|
Tanggung jawab manajemen
|
Tanggung jawab bersama
|
Fokus Perhatian Manajemen
|
|
Efisiensi, Produktivitas dan Efektivitas
|
Keunggulan sistem usaha dan kesejahteraan pekerja
|
Proses Manajemen
|
|
Baku,spesifik, tuntas dan efektivitas
|
Berkembang, umum, incremental, dan berkesinambungan
|
Orientasi kerja
|
|
Berjangka pendek, ruang lingkup spesifik dan statis
|
Berjangka panjang, berwawasan luas dan dinamis
|
Keberhasilan
transformasional sangat ditentukan oleh manusia bersumber daya melalui berbagai
upaya secara holistic.
Perbedaan
pandangan Burs dan Bass terdapat beberapa aspek, antara lain :
1.
Burns
membatasi proses transformasi sebagai sesuatu yang menanamkan nilai-nilai moral
dan dapat meningkatkan ordo kebutuhan bawaan. Sedangkan Bass, mengemukakan
bahwa pemimpin transformasional adalah seseorang yang mampu meningkatkan
motivasi dan komitmen bawahan terhadap kelompok tanpa menghiraukan akibat
negatifnya.
2.
Burns
memandang kepemimpinan transformasional sebagai sesuatu yang bertolak belakang
dan berdiri sendiri terlepas dari kepemimpinan transaksional. Sedangkan Bass,
berpendapat bahwa secara konseptual dan empiris banyak pemimpin yang
memperlihatkan kepemimpinan transformasional dan transaksional sekaligus,
tetapi masing-masing dalam kadar tertentu.
Kepemimpinan
transformasional dapat di pandang secara makro dan mikro, kepemimpinan
transformasional sebagai proses mempengaruhi antarindividu, sementara secara
makro merupakan proses memobilisasi kekuatan untuk merubah sistem sosial dan
mereformasi kelembagaan.
Konsep
transformasional dan transaksional muncul di sebabkan adanya gejala bahwa
praktik-praktik terdahulu hanya mampu menciptakan perubahan yang kurang
mendasar seperti : menetapkan sasaran yang baru, merubah suatu tindakan yang
kurang disukai. Bass dan Avolio (1990) menjelaskan bahwa model kepemimpinan
transformasional dan kepemimpinan transaksional mirip dengan konsep model
pemimpin dan manajer. Dalam pengertian ini seorang transformasional selalu
muncul dalam situasi krisis, masa perubahan, dan selalu berkembang, sementara
pemimpin transaksional bekerja dalam situasi yang lebih bersifat birokratis
mekanistis, yang cenderung menyukai kondisi status quo.
Bennis
dan Drucker yang menjelaskan bahwa perbedaan manajer dan pemimpin dalam suatu
ungkapan popular “manajemen adalah bagaimana mengerjakan sesuatu dengan benar”,
sedangkan kepemimpinan adalah “bagaimana menentukan sesuatu yang benar untuk
dikerjakan”(manajemen is doing this right, leadership is doing the right
thing). Sbagai gambaran perbedaan konsep manajer dan pemimpin dapat ditunjukan
pada tabel pada tabel berikut ini :
Table
6.2
Perbandingan
antara Manajer dan Pemimpin
MANAJER
|
PEMIMPIN
|
1
|
2
|
Perbedaan perilaku manajerial
|
|
Bekerja di dalam batas-batas ruang lingkup tanggung
jawabnya dan memenuhi peraturan dan ketentuan yang berlaku
|
Lebih tertarik untuk memenuhi kebutuhan perusahaan yang
lebih besar dan merealisasikan tanggung jawab sosial
|
Lebih untuk mengerjakan tugas dengan baik sesuai dengan
cara yang sudah ditetapkan
|
Merumuskan perhatian pada pelaksanaan tugas yang benar,
memilih apa yang baru dikerjakan dan mengapa hal itu perlu dikerjakan
|
Perbedaan fungsional
|
|
Perencanaan bersifat rutin dan terbatas pada bidang
tugasnya
|
Perencanaan yang berwawasan luas dan menjangkau jauh ke
depan
|
Mengatur penempatan staff untuk mengisi lowongan di
dalam struktur organisasi
|
Menemukan dan mengembangkan profesioanal dalam rangka
membangun institusi
|
Menugaskan apa yang harus dikerjakan bawahan
|
Menjelaskan apa yang dicapai
|
Mengendalikan pekerja agar mereka mengerjakan apa yang
ditugaskan sesuai dengan sesuai dengan peraturan yang berlaku
|
Memberikan kebebasan pada pengikut untuk mencari cara
yang terbaik guna mencapai tujuan secara bertanggung jawab
|
Perbedaan minat
|
|
Perhatian lebih banyak ke dalam (internal)
|
Berminat pada penggalan dukungan dari para konsultan
dan mendapatkan sumberdaya
|
Lebih tertarik pada hal-hal teknis daripada kegiatan
bisnis
|
Lebih tertarik pada aspek-aspek sosio politis dan
psikologis dan kegiatan bisnis
|
Menjualkan produk dan jasa konkret
|
Menjual gagasan, pemikiran, perasaan, dan emosi yang
dikaitkan dengan tindakan konkret
|
Menghindarkan konflik
|
Konflik adalah hal yang wajar
|
Pemecahan persoalan jangka pendek dengan tindakan yang
berencana
|
Membangun consensus tentang visi masa depan dan
tindakan konkret untuk mewujudkannya
|
Perbedaan dalam membangun pengaruh
|
|
Memiliki bawahan
|
Memiliki pengaruh
|
Besar kekuasaan ditentukan oleh posisinya dalam
organisasi
|
Kekuasaan terbentuk dari visi pimpinan dan kemampuannya
untuk mengkomunikasikan visi itu kepada pengikutnya
|
Mencari stabilitas, kepastian dan kempuan untuk
mengontrol
|
Mencari fleksibilitas dan perubahan
|
Perubahan perlu dihindari, dikelola atau di kendalikan
|
Perubahan dianggap biasa dan perlu dimanfaatkan
|
Kegagalan perlu dihindari dan dicegah sekuat tenaga
|
Kegagalan adalah konsekuensi logis dari usaha menjadi
wilayah yang tidak diketahui dan dapat menjadi pelajaran yang berharga
|
Perbedaan dalam pola pikir
|
|
Analitis dan konvergen
|
Intuitif dan divergen
|
Mengambil keputusan dan memecahkan persoalan bagi
pekerjanya
|
Memberi pengarahan dan kebebasan kepada para pengikut
untuk mengambil keputusan dan memecahkan persoalan mereka sendiri secara
bertanggung jawab
|
Menekankan hal-hal yang rasional dan konkret
|
Menekankan hal-hal yang kurang konkret, seperti visi,
wawasan, tata nilai dan motivasi
|
Berpikir dan bertindak untuk jangka pendek
|
Berpikir dan bertindak dalam jangka panjang
|
Menerima dan mematuhi secara ketat struktur organisasi,
kebijakan, prosedur, dan metodologi yang ada
|
Selalu mencari cara-cara yang lebih baik
|
Sumber
: Bass dan Avolio (1994)
Burns
membedakan kepemimpinan yang mentransformasi (transforming leadership) dengan kepemimpinan transaksional (transaksional leadership). Jenis
kepemimpinan terakhir memotivasi para pengikut denga menunjuk pada pada
kepentingan diri sendiri. Para pemimpin politik tukar menukar pekerjaan,
subsidi dan kontrak-kontrak pemerintah yang menguntungkan untuk memperoleh
suara dan kontribusi untuk kampanye. Para pemimpin korporasi saling menukar
upah dan usaha transaksional dengan bawahan menyangkut nilai-nilai, berupa
nilai-nilai, berupa nilai-nilai yang relevan bagi proses pertukaran, seperti
kejujuran, keadilan, tanggung jawab. Kepemimpinan adalah sebuah proses, bukan
sejumlah tindakan yang mempunyai ciri-ciri sendiri.
Implementasi
Kepemimpinan Transformasional dalam Pendidikan
Implementasi
model kepemimpinan transformasional dalam bidang pendidikan memang perlu
diterapkan seperti kepala sekolah, kepala dinas, dirjen, kepala departemen dan
lain-lain. Model kepemimpinan ini memang perlu diterapkan sebagai salah satu
solusi krisis kepemimpinan dalam bidang pendidikan. Adapun alasan-alasan mengapa
perlu diterpkan model kepemimpin transformasional didasarkan pendapat Olga
Epitropika (2001 : 1) mengemukakan enam hal mengapa kepemimpinan
transformasional penting bagi suatu organisasi, yaitu :
·
Secara
signifikan meningkatkan kinerja organisasi
·
Secara
positif dihubungkan dengan orientasi pemasaran jangka panjang dan kepuasan
pelanggan
·
Membangkitkan
komitmen yang lebih tinggi para anggota terhadap organisasi
·
Meningkatkan
kepercayaan pekerja dalam manajemen dan perilaku keseharian organisasi
·
Meningkatkan
kepuasan pekerja melalui pekerjakan dan pemimpin,
·
Mengurang
stress para pekerja dan meningkatkan kesejahteraan dan pemimpin
·
Mengurangi
stress para pekerja dan meningkatkan kesejahteraan
Implementasi model
kepemimpinan transfomasional dalam organisasi/ instansi pendidikan perlu
memperhatikan beberapa hal sebagai berikut.
·
Mengacu
pada nilai-nilai agama yang ada dalam organisasi/ instansi atau bahkan suatu
bahkan suatu Negara.
·
Disesuaikan
dengan nilai-nilai yang terkandung dalam system organisasi/ instansi tersebut.
·
Menggali
budaya yang ada dalam organisasi tersebut
·
Karena
sistem pendidikan merupakan suatu sub system maka harus memperhatikan system
yang lebih besar yang ada di atas seperti system negara.
·
Kritisi
Model Kepemimpinan Transformasional
Kepemimpinan
transformasional sama dalam banyak aspek dengan kepemimpinan Transforming, namun terdapat juga
perbedaan-perbedaannya. Burns membatasi kepemimpinan yang mentransformasikepada
para pemimpin yang selalu mendapat pencerahan (enlightened) yang menunjuk kepada nilai-nilai moral yang positif
dan kebutuhan-kebutuhan tingkat yang lebih tinggi dari pada pengikutnya. Bagi
Bass, seorang pemimpin yang mengaktifkan motivasi pengikut dan meningkatkan
komitmen pengikut dan meningkatkan komitmen pengikut adalah transformasional,
tanpa memperhatikan apakah efeknya menguntungkan para pengikutnya atau tidak.
Bass tidak akan mengesampingkan para pemimpin yang menunjuk kebutuhan-kebutuhan
pada tingkat yang lebih rendah seperti rasa aman, nafkah hidup dan
kebutuhan-kebutuhan ekonomi. Jadi para pemimpin seperti Adolf Hitler dan Joseph
Stalin dianggap transformasional meskipun efeknya negative. Dengan demikian
kepemimpinan Transforming merujuk
pada pencerahan yang memperhatikan nilai-nilai moral positif dan
kebutuhan-kebutuhan yang pada tingkat yang lebih tinggi dari para pengikutnya,
sedangkan kepemimpinan transformasional tanpa memperhatikan efeknya
menguntungkan atau tidak atau mengesampingkan nilai-nilai moral yang positif.
Hal
ini senada dengan pendapat Golmen, et.al (2003) yang mengatakan kepemimpinan transforming ialah kepemimpinan yang
dilandasi oleh keimanan dalam rangka mencapai tingkat ketaqwaan kepada Alloh
SWT. Model kepemimpinan ini selalu memikirkan keadaan utamanya dan jauh dari
memikirkan kepentingan pribadi atau golongannya. Pemimpin model ini sadar betul
akan adanya pertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya. “Salah satu contoh model
kepemimpinan amanah adalah masa kepemimpinan Khalifah Umar menerima tamu untuk
urusan kenegaraan. Ditengah-tengah pembicaraan tiba-tiba Khalifah Umar meniup
lampu penerangan ruang tamu. Pada saat itu sang tamu bertanya: “mengapa engkau
mematikan lampu wahai khalifah?” Khalifah Umar menjawab: “Urusan Negara yang
kita bicara sudah selesai dan saat ini kita bicara yang bukan urusan Negara
sedangkan minyak lampu itu dibeli dari uang Negara untuk urusan Negara. “Kisah
serupa juga digambarkan pada masa kepemimpinan Umar Bin Abdul Azis yang
menutupi hidungnya dengan kain ketika memasuki gudang minyak wangi milik Negara
agar bau minyak yang bukan haknya tidak terhirup oleh dirinya. Dan kedua
kisahnya ini menggambarkan pemimpin yang selalu berhati-hati dalam menjaga
keimanannya dan adanya nilai kejujuran yang tinggi yang dilandasi nilai
keimanan untuk memperoleh derajat taqwa disisi Alloh (Ash Shalabi, 2003).
4. Studi Kasus
Peran
pendidikan dalam Human Investment dapat
dipandang dari dua sisi. Pertama, peran pendidikan secara eksternal dalam arti
organisasi, lembaga atau bahkan Negara melihat manusia sebagai sumber daya yang
perlu dididik agar memberikan daya dukung dan produktivitas optimal terhadap
organisasi, lembaga atau pembangunan bangsa. Kedua, peran pendidikan secara
internal dalam arti pendidikan dipandang oleh manusia itu sendiri sebagai
kebutuhan.
Penyelenggaraan pendidikan nasional
dilakukan secara birokratik-sentralistik sehingga menempatkan sekolah sebagai
penyelenggara pendidikan sangat tergantung pada keputusan birokrasi yang
mempunyai jalur yang sangat panjang dan kadang-kadang kebijakan yang
dikeluarkan tidak sesuai dengan kondisi sekolah setempat. Sekolah lebih
merupakan subordinasi dari birokrasi diatasnya sehingga mereka kehilangan
kemandirian, keluwesan, motivasi, kreativitas/inisiatif untuk mengembangkan dan
memajukan lembaganya termasuk peningkatan mutu pendidikan sebagai salah satu
tujuan pendidikan nasional.
Peserta warga
sekolah khususnya guru dan peranserta masyarakat khususnya orangtua siswa dalam
penyelenggaraan pendidikan selama ini sangat minim. Partisipasi guru dalam
pengambilan keputusan sering diabaikan, padahal terjadi atau tidaknya perubahan
di sekolah sangat tergantung pada guru. Dikenalkan pembaruan apapun jika guru
tidak berubah, maka tidak akan terjadi perubahan di sekolah tersebut.
Partisipasi masyarakat selama ini pada umumnya sebatas pada dukungan dana,
sedang dukungan-dukungan lain seperti pemikiran, moral, dan barang/jasa kurang
diperhatikan. Akuntabilitas sekolah terhadap masyarakat juga lemah. Sekolah
tidak mempunyai beban untuk mempertanggung jawabkan hasil pelaksanaan
pendidikan kepada masyarakat, khususnya orangtua siswa, sebagai salah satu
unsur utama yang berkepentingan dengan pendidikan (stakeholder).
Permasalahannya
sekarang adalah bagaimana mengembangkan mutu pendidikan di Indonesia jika kita
menyadari bahwa, salah satu factor penting dalam penggerak pembangunan adalah
kualitas sumber daya manusia yang dipandang dari sudut kepemimpinan dari
seorang yang mempunyai tugas sebagai pemimpin pendidikan.
Berdasarkan
permasalahan tersebut, coba saudara berikan rekomendasi yang menguraikan
bagaimana bentuk atau model seorang pemimpin pendidikan yang cocok untuk
diterapkan di Negara Indonesia sehingga dapat meningkatkan proses pembangunan
di bidang pendidikan dan dapat menghasilkan sumber daya manusia yang
berkualitas?
DAFTAR RUJUKAN
Tim
Dosen Administrasi Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia. 2012. Manajemen Pendidikan. Bandung: Alfabeta
1 komentar
Terimakasih.. Alhamdulillah sangat membantu pembuatan makalah saya :)
Post a Comment