Download Document [via 4shared.com] --> [DOWNLOAD]
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pendidikan dianggap sebagai suatu
investasi yang paling berharga dalam bentuk peningkatan kualitas sumber daya
insani untuk pembangunan suatu bangsa. Sering kali kebesaran suatu bangsa
diukur dari sejauhmana masyarakatnya mengenyam pendidikan. Semakin tinggi
pendidikan yang dimiliki oleh suatu masyarakat, maka semakin majulah bangsa
tersebut. Kualitas pendidikan tidak saja dilihatdari kemegahan fasilitas
pendidikan yang dimiliki, tetapi sejauh mana output (lulusan) suatu pendidikan
dapat membangun sebagai manusia yang paripurna sebagaimana tahapan pendidikan
tersebut.
Penyelenggaraan pendidikan yang
dilakukan secara terstruktur (dalam arti memiliki kurikulum dan system
pengelolaan yang sistematis) adalah pendidikan yang diselenggarakan pada jalur
formal dan non-formal. Jalur formal ini sering disebut sebagai pendidikan
persekolahan.
Pada hakikatnya pendidikan yang
menyumbang terhadap pembangunan bangsa adalah pendidikan pada tiga jalur
tersebut. ketiga jalur tersebut merupakan triltrilogydidikan yang secara
sinergis membangun bangsa melalui pembangunan sumber daya insani dari tidak
tahu menjadi tahu, dari tahu menjadi terampil, dan dari terampil menjadi ahli. Sumbangan pendidikan terhadap
pembangunan bangsa tentu bukan hanya sekedar penyelenggaraan pendidikan, tetapi
pendidikan yang bermutu, baik dari sisi input, proses, output, maupun outcome.
Input yang bermutu, kurikulum yang bermutu, fasilitas yang bermutu, dan
berbagai aspek penyelenggaraan pendidikan yang bermutu. Proses pendidikan yang
bermutu adalah proses lulusan yang memiliki kompetensi yang disyaratkan. Dan
outcome pendidikan yang bermutu adalah lulusan yang mampu melanjutkan ke jenjang
pendidikan lebih tinggi atau
terserap pada dunia usaha.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah
sejarah mutu di pendidikan?
2. Apa yang
dimaksud dengan mutu?
3. Apa yang
dimaksud dengan manajemen mutu terpadu?
4. Apa sajakah yang termasuk di dalam prinsip mutu?
5. Apa sajakah yang termasuk ke dalam komponen mutu?
6. Bagaimanakah implementasi dari manajemen
mutu pendidikan?
1.3 Tujuan Penulisan
Tulisan ini bertujuan
untuk :
1.
Memenuhi
tugas yang diberikan dosen dalam mata kuliah Manajemen Pendidikan Kejuruan.
2.
Mengetahui
konsep manajemen peningkatan mutu
pendidikan.
3.
Mengetahui
prinsip-prinsip dalam manajemen peningkatan mutu pendidikan.
4.
Mengetahui
komponen-komponen dalam manajemen peningkatan mutu pendidikan.
5.
Mengetahui
implementasi manajemen peningkatan mutu pendidikan.
1.4 Manfaat Penulisan
Adapun manfaat tulisan
ini, antara lain:
1.
Dapat menambah wawasan penulis dan
khalayak pembaca tentang hal-hal yang berhubungan dengan Manajemen Peningkatan
Mutu Pendidikan.
2.
Sebagai bahan referensi untuk pembaca.
3.
Dapat melatih mahasiswa pada umumnya dan
penulis khususnya dalam mengembangkan wawasan diri untuk menyusun buah pikiran
secara sistematis dalam bentuk makalah.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sejarah
Mutu
Konsep manajemen mutu pendidikan
merupakan sebuah konsep yang berasal dari Total Quality Management (TQM). TQM
pertama kali diperkenalkan pada tahun 1920an oleh Edward Deming di Jepang.
Deming adalah seorang warga amerika yang menjadi salah satu konsultan
perusahaan di jepang. Konsep TQM pada awalnya berkembang dari pemikiran untuk mewujudkan
produk yang bermutu sampai pada akhirnya meliputi semua aspek dalam organisasi.
Perkembangan upaya mewujudkan mutu dapat ditelusuri dari konsep
“inspection” kemudian berkembang “quality Qontrol and statistical theory”,
selanjutnya berkembang “quality in Japan” yang menghantarkan pada konsep “total
quality”. Perkembangan selanjutnya adalah “total quality management” kemudian
berkembang menjadi “Quality awards and excellence model”. Perkembangan
selanjutnya adalah “business excellence”. (http://www/bpir.com/total-quality-management-history-of-tqm-and-business-excellence-bpir.com.html).
Inspection (inspeksi) meliputi
pengukuran, pengujian, dan test produk, proses dan pelayanan dalam membuat
produk yang sama. Pada kerjaannya sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan
oleh pabrik/industry atau tidak. Hal ini dianggap berjalan baik pada konsisi
para pekerja yang rendah produktivitasnya dan perusahaan relative kecil.
Artinya semua pegawai akan terawasi dengan baik dan seksama. Namun seiring
dengan perkembangan dunia industry dalam memproduksi barang dalam jumlah yang
banyak, inspeksi menjadi tidak lagi efektif dalam mewujudkan suatu produk yang
bermutu.Pada tahun 1991 Frederick W. Taylor berperan penting dalam inspeksi.
Dia mempublikasikan ‘The Principles of Scientific Management’ yang memberikan
sebuah kerangka untuk mendayagunakan orang secara efektif dalam suatu
organisasi. Salah satu konsep Taylor adalah secara jelas mendefinisikan
tugas-tugas pada suatu standart. Inspeksi adalah salah satu tugasnya yang bertujuan
untuk:
a) Menyediakan
jaminan bahwa tidak ada kegagalan produk baik pada pabrik atau “Workshop”.
b) Memfokuskan
pada produk dan mendeteksi masalah-masalah di dalam produk.
c) Melaksanakan
pengetesan untuk setiap item untuk menjamin bahwa produk telah sesuai dengan
spesifikasinya.
d) Menganalisis
proses produksi akhir dan mendukung pelatihan khusus inspektur.
Perkembangan ini pada akhirnya
memunculkan sebuah departemen/ bagian yang berfungsi secara khusus untuk
melakukan inspeksi. Dalam penyelenggaraan pendidikan saat ini, khususnya dalam
struktur organisasi departemen pendidikan nasional dikenal “Inspektorat
Jenderal”. Inspeksi saat ini tidak lagi menjadi jawaban untuk semua masalah
mutu suatu produk, tetapi menjadi salah satu alat untuk meningkatkan mutu suatu
produk.
Quality
Qontrol and Statistical Theory pertama kali diperkenalkan untuk mendeteksi
dan memperbaiki masalah-masalah selama proses produksi untuk mencegah adanya
kegagalan suatu produk. Teori statistic memainkan peran penting dalam area ini.
Pada tahun 1920an, W. Shewhart mengembangkan sebuah aplikasi metode statistic
untuk manajemen mutu. Dia membuat model chart control pertama dan menunjukkan
bahwa variasi dalam proses produksi akan menghasilkan variasi produk.
Karenanya, eliminasi variasi dalam proses akan menghasilkan standard an produk
akhir yang baik.
Proses control secara statistic ini (1)
memfokuskan pada produk dan pendeteksian dan pengontrolan masalah-masalah mutu.
(2) melibatkan pengetesan sejumlah sampel dan secara statistic menyimpulkan
adanya kesamaan untuk semua produk. (3) meliputi tahapan-tahapan dalam proses
produksi. (4) menyadari akan pelatihan personalia bagian produksi dan
pengontrol mutu.
Quality
in Japan pada tahun 1940an, produk-produk Jepang dipersepsi
cheep dan shoddy imitations. Para pemimpin industry Jepang memahami hal ini dan
bermaksud untuk menghasilkan produk inovatif yang berkualitas. Akhirnya mereka
mengundang Deming, Juran, dan Feigenbaum untuk mempelajari bagaimana mencapai
maksud tersebut. Deming mengungkapkan bahwa mereka (para industriawan Jepang)
akan mencapai tujuan mereka dalam lima tahun, tidak banyak orang Jepang yang
mempercayainya. Namun demikian, mereka mengikuti apa yang disarankannya.
Pada tahun 1950-an, manajemen dan
control mutu dikembangkan secara cepat dan menjadi tema utama manajemen Jepang.
Ide mengenai mutu tidak berhenti sampai pada level manajemen. Lingkaran mutu
dimulai pada tahun 1960an. Lingkaran mutu (quality circles) adalah sebuah
kelompok pekerja volunteer yang bertemu dan mendiskusikan isu-isu berbagai
aspek di tempat kerja dan mereka membuat presentasi kepada manajemen
berdasarkan ide-ide mereka. Sebuah hasil dari quality circles adalah motivasi
pegawai. Para pekerja merasa mereka dilibatkan dan didengar. Hasil lainnya
adalah ide peningkatan mutu tidak saja pada mutu produk tetapi juga semua aspek
organisasi. Hal ini barangkali sebagai awal dari ide total quality.
Total
Quality adalah sebuah istilah yang pertama kali dimunculkan
oleh Feigenbaum (Dr. Armand Val Feigenbaum) pada konferensi internasional
pertama mengenai quality control di Jepang pada tahun 1969. Ishikawa juga
mendiskusikan “total quality control” di Jepang, yang berbeda dengan ide barat
mengenai “total quality”. Menurut Ishikawa control mutu perusahaan secara luas
melibatkan semua karyawan/pegawai dari jajaran top manajemen sampai pekerja.
Total
Quality Management berkembang pada tahun 1980an – 1990an.
Setelah melakukan observasi terhadap kesuksesan Jepang mengenai isu-isu
kepegawaian, perusahaan-perusahaan barat mulai mengenalkan inisiatif mutu
menurut versi mereka. TQM dibuat sebagai suatu alat untuk mengekspresikan
spectrum mutu yang lebih luas yang difokuskan pada strategi-strategi,
program-program, dan teknik-teknik. Definisi TQM secara spesifik meliputi:
focus pelanggan, keterlibatan semua pegawai/karyawan, perbaikan secara terus
menerus dan integrasi manajemen mutu ke dalam organisasi.
Quality
Awards and Excellence Models merupakan satu langkah maju dalam manajemen
mutu yang dikembangkan pada tahun 1988 oleh Malcolm Baldrige Award di amerika
Serikat. Model tersebut dikenal secara internasional sebgai model TQM. Model
itu dibuat oleh pemerintah Amerika Serikat untuk mendukung
perusahaan-perusahaan mengadopsi model tersebut dan meningkatkan kemampuan
kompetitifnya. Merespon hal tersebut, hal serupa dibuat oleh Organisasi
Manajemen Mutu Eropa pada tahun 1992 yang dikenal dengan EFQM (European
Foundation of Quality Management). EFQM ini menjadi kerangka lomba mutu di
Eropa.
Tujuan lomba mutu adalah untuk mendukung
sejumlah perusahaan untuk mengadopsi prinsip-prinsip manajemen mutu.
Model-model tersebut merupakan alat praktis, yang membantu organisasi untuk
mengukur dimana posisi perusahaan saat ini dan mau kemana perusahaan di masa
yang akan dating. Model-model tersebut juga membantu organisasi untuk
menciptakan sebuah rencana untuk mengurangi gap mutu yang ada. Pada saat ini,
ratusan lomba mutu dan berbagai model banyak berkembang dua dunia.
Business
excellence merupakan sebuah nama yang digunakan untuk
membedakan TQM saat ini dengan TQM di masa lalu. Pada tahun 90an dan awal 90an
masih banyak ketidakjelasan mengenai TQM. Jadi istilah “business excellence”
mengandung arti TQM, tetapi dalam definisi dan pendekatan yang lebih jelas.
Model ini pertama kali dibuat pada pertengahan tahun 1980an sebagai reaksi
terhadap perkembangan mutu di Barat yang juga lahir karena perkembangan mutu di
Jepang. Model ini pada awalnya sebagai “quality award” atau TQM models. Dari
waktu ke waktu, istilah “business excellence” mulai menggantikan istilah
“quality” (mutu) dan TQM. Saat ini, banyak Negara memandang model “business
excellence” sebagai mekanisme kunci untuk meningkatkan kinerja organisasi.
2.2 Definisi
Mutu
Kata “Mutu” berasal
dari bahasa inggris, “Quality” yang berarti kualitas. Dengan hal ini, mutu
berarti merupakan sebuah hal yang berhubungan dengan gairah dan harga diri.
Sesuai keberadaannya, mutu dipandang sebagai nilai tertinggi dari suatu produk
atau jasa.
Menurut Crosby,
mutu adalah sesuai yang disyaratkan atau distandarkan (Conformance to
requirement), yaitu sesuai dengan standar mutu yang telah ditentukan, baik
inputnya, prosesnya maupun outputnya.
Bagi setiap
institusi, mutu adalah agenda utama dan meningkatkan mutu merupakan tugas yang
paling penting. Walaupun demikian, ada sebagian orang yang menganggap mutu
sebagai sebuah konsep yang penuh dengan teka-teki. Mutu dianggap sebagai suatu
hal yang membingungkan dan sulit untuk diukur. Mutu dalam pandangan seseorang
terkadang bertentangan dengan mutu dalam pandangan orang lain, sehinggga tidak
aneh jika ada dua pakar yang tidak memiliki kesimpulan yang sama tentang
bagaimana cara menciptakan institusi yang baik.
Suatu konsep yang
absolut, mutu sama halnya dengan sifat baik, cantik dan benar, merupakan suatu
idealisme yang tidak dapat dikompromikan. Dalam definisi yang absolut, sesuatu
yang bermutu merupakan bagian dari standar yang sangat tinggi yang tidak dapat
diunggulii. Produk-produuk yang bermutu adalah sesuatu yang dibuat dengan
sempurna dan dengan biaya yang mahal.
Mutu dalam
pengertian relatif bukanlah suatu sebutan untuk suatu produk atau jasa, tetapi
pernyataan bahwa suatu produk atau jasa telah memenuhi persyaratan atau
kriteria, atau spesifikasi yang ditetapkan. Produk atau jasa tersebut tidak
harus terbaik, tetapi telah memenuhi standar yang ditetapkan.
Mutu dalam
pengertian relatif memiliki dua aspek. Pertama, mutu di ukur dan di nilai
berdasarkan persyaratan kriteria dan spesifikasi (standar-standar) yang telah
ditetapkan lebih dahulu. Kedua, konsep ini mengakomodasi keinginan konsumen
atau pelanggan, sebab didalam penetapan standar produk dan atau jasa yang akan
dihasilkan memperhatikan syarat-syarat yang dikehendaki pelanggan, dan
perubahan-perubahan standar antara lain juga didasarkan atas keinginan konsumen
atau pelanggan, bukan semata-mata kehendak produsen.
Pengertian mutu memiliki variasi
sebagaimana didefinisikan oleh masing-masing orang atau pihak. Produsen
(penyedia barang/jasa) atau konsumen (pengguna/pemakai barang/jasa) akan
memiliki definisi yang berbeda mengenai mutu barang/jasa. Perbedaan ini mengacu
pada orientasi masing-masing pihak mengenai barang/jasa yang menjadi objeknya.
Satu kata yang menjadi benang merah dalam konsep mutu baik menurut konsumen
maupun produsen adalah kepuasan. Barang atau jasa yang dikatakan bermutu adalah
yang dapat memberikan kepuasan baik bagi pelanggan maupun produsennya.
Apabila kita mencoba menelusuri latar
belakang munculnya gerakan mutu, maka kita akan bertemu dengan tiga bapak mutu,
yaitu W. Edwards Deming, Joseph Juran, dan Phipil B. Crosby. Ketiga pakar mutu
tersebut memiliki pandangan yang beragam mengenai filosofi mutu.
Deming menulis buku yang paling penting
yang berjudul Out of The Crisis. Buku tersebut menjelaskan tentang transformasi
gaya manajemen Amerika. Deming mengkonsentrasikan penjelasannya pada kesalahan
atau kegagalan manajemen untuk dijadikan dasar perencanaan di masa yang akan
dating dan untuk meramalkan masalah yang akan terjadi. Ia melihat bahwa masalah
mutu pada hakikatnya terletak pada konsep manajemen, khususnya kegagalan senior
manajer dalam proses perencanaan. Deming mengemukakan 14 butir filosofi mutu
gaya baru yang menjadi daya Tarik bagi pihak manajemen untuk merubah gaya
pendekatan mereka. Deming mengkombinasikannya dengan pemahaman tentang
pentingnya psikologi, khususnya untuk mengatasi hambatan dalam mengadopsi suatu
budaya mutu.
Secara tegas Deming juga menekankan
pentingnya pencegahan daripada memperbaiki kerusakan, hal inilah yang dinilai
sebagai kontribusi unik dalam memahami bagaimana menjamin peningkatan mutu.
Studi penting Deming adalah analisa mengenai kegagalan mutu. Hasil kajiannya
menunjukkan bahwa penyebab kegagalan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
penyebab kegagalan khusus dan umum. Penyebab umum adalah adanya kegagalan
sistem, yaitu berkaitan dengan proses internal lembaga. Hal tersebut dapat
diatasi atau dikurangi jika dilakukan perubahan sistem, prosesdan prosedurnya.
Sedangkan penyebab khususnya dalah gangguan yang datang dari komponen sistem
yang bervariasi.
Joseph juran merupakan salah satu pakar
mutu yang pernah mendapatkan penghargaan yang dinilai prestisius dari kaisar
Jepang, yaitu Order of Sacred Treasure. Juran telah meluncurkan sejumlah buku
mengenai mutu, diantaranya : Juran’s Quality Control Handbook, Juran on
Planning for Quality, dan Juran on Leadership for Qualiy.
Sebagai
pakar di bidang mutu, Juran memiliki ide penting mengenai mutu, yaitu produk
atau jasa yang bermutu adalah produk atau jasa yang bisa menemukan spesifikasi
yang diinginkan oleh pelanggan. Untuk mewujudkan idenya itu, Juran mengemukakan
dua hal, yaitu :
(1) Hukum 85/15.
Hukum
85/15 yang dikemukakan Juran mengungkapkan bahwa 85% masalah mutu yang dihadapi
organisasi disebabkan karena buruknya desai proses. Desain proses merupakan
proses manajemen yang dilakukan untuk mengelola organisasi. Apabila desain
proses dibuat secara benar maka dapat dikatakan bahwa mutu telah dibuat secara
benar. Desain proses sistem merupakan manajemen.
(2) Strategi Manajemen Mutu (Strategic Quality
Management)
Untuk
memperbaiki manajemen dalam rangka mencapai mutu, Juran mengembangkan suatu
pendekatan yang disebut Strategic Quality Manajemen (SQM). SQM merupakan tiga
bagian proses berdasarkan perbedaan tingkat staff. Perbedaan tingkat staff ini
dinalai memberikan kontribui yang unik bagi peningkatan mutu. Manajer puncak
memiliki pandangan strategis organisasi. Manajer madya memegang peranan
operasional mutu. Dan pengawas mutu bertanggungjawab atas pengawasan mutu.
Philip
Crosby terkenal dengan dua idenya mengenai mutu. Pertama, bahwa mutu adalah
gratis. Artinya pemborosan dan ketidak-efisienan pada sistem dapat dihemat dan
dibayar oleh program peningkatan mutu. Kedua, bahwa kesalahan, kegagalan,
pemborosan dan seluruh hal yang tidak mencerminan mutu dapat dihapus seluruhnya
jika lembaga memiliki keinginan kuat untuk menghilangkannya.
Mutu
adalah gambaran dan karakteristik menyelut=ruh dari barang atau jasa yang
menunjukkan kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan yang diharapkan oleh
pelanggan. Sallis (1993) mendefiniskan mutu dalam dua perspektif, yaitu mutu
absolut dan mutu relatif. Mutu absolut merupakan mutu dalam arti yang tidak
bisa ditawar-tawar lagi atau bersifat mutlak. Absolut juga dapat dikatakan
sebagai suatu kondisi yang ditentukan secara sepihak, yakni oelh produsen (jasa
atau barang). Dalam budang absolut, mutu diartikan sebagai ukuran yang terbaik
menurut pertimbangan produsen dalam memproduksi suatu barang atau jasa.
Sedangkan mutu relatif diartikan sebagai mutu yang ditetapkan oleh selera
konsumen. Dengan demikian, suatu barang atau jasa dapat disebut bermutu oleh
seorang konsumen, tetapi belum tentu dikatakan bermutu oleh konsumen lainnya.
Pandangan
mengenai mutu dia atas mengimplikasikan bahwa barang atau jasa yang diproduksi
harus selalu mengutamakan kesesuaian antara kebermutuan dalam perspektif
absolut dan relatif. Sallis (1993) mengungkapkannya dengan istilah fir for
their purpose. Artinya setiap barang atau jasa yang diproduksi harus memuaskan
pelanggan dan memenuhi spesifikasi ¬¬yang dimiliki produsen. Walaupun demikian,
pada hakikatnya mutu absolut merupakan kondisi atau spesifikasi yang ditetapkan
manajemen (organisasi) untuk memenuhi kepuasan pelanggan, sehingga organisasi
memiliki arah dan gambaran mengenai apa yang harus dilakukan manakala memproduksi
suatu barang atau jasa.
Penulis
memandang mutu sebagai kondisiyang terkait dengan kepuasan pelanggan terhadap
barang atau jasa yang diberikan oleh produsen. Lebih luas dari itu, konsep mutu
juga ditetapkan oelh produsen sebagai pembuat atau pemberi jasa yang didasarkan
pada spesifikasi yang telah ditentukan oleh produsen. Manajemen kontemporer
saat ini mengorientasikan proses manajemen pada upaya untuk mencapai mutu baik
pada input, proses, maupun output organisasi, sehingga diharapkan organisasi akan
selalu meliliki hubungan yang berarti dengan pelangganya. Keberartian inilah
yang akan membuat organisasi dikatakan sebagai organisasi yang bermutu.
Dalam Kamus Indonesia-Inggris kata mutu memiliki arti
dalam bahasa Inggris quality artinya taraf atau tingkatan kebaikan; nilaian
sesuatu. Jadi mutu berarti kualitas atau nilai kebaikan suatu hal.
Dalam membahas definisi mutu kita perlu mengetahui
definisi mutu produk yang disampaikan oleh lima pakar Manajemen Mutu Terpadu
(Total Quality Management) diatas yakni :
a) Juran menyebutkan bahwa mutu produk adalah kecocokan
penggunaan produk untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan pelanggan.
b) Crosby mendefinisikan mutu adalah conformance to
requirement, yaitu sesuai dengan yang disyaratkan atau distandarkan.
c) Deming mendefinisikan mutu, bahwa mutu adalah
kesesuaian dengan kebutuhan pasar.
d) Feigenbaum mendefinisikan mutu adalah kepuasan
pelanggan sepenuhnya.
e) Garvin dan Davis menyebutkan bahwa mutu adalah suatu
kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, manusia/tenaga kerja, proses
dan tugas, serta lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan atau
konsumen.
Meskipun tidak ada definisi mutu yang diterima secara
universal, namun dari kelima definisi diatas terdapat beberapa persamaan, yaitu
dalam elemen-elemen sebagai berikut :
a. Mutu mencakup usaha memenuhi atau melebihi harapan
pelanggan.
b. Mutu mencakup produk, tenaga kerja, proses, dan
lingkungan.
c. Mutu merupakan kondisi yang selalu berubah (misalnya
apa yang dianggap merupakan mutu saat ini, mungkin dianggap kurang bermutu pada
masa mendatang).
2.3 Definisi
Manajemen Mutu Terpadu
Manajemen
mutu terpadu merupakan sebuah konsep yang mengaplikasikan berbagai prinsip mutu
untuk menjamin suatu produk barang/jasa memiliki spesifikasi mutu sebagaimana
ditetapkan secara menyeluruh dan berkelanjutan. Pendekatan manajemen mutu
dilakukan secaramenyeluruh, yaitu mulai dari input, proses, output dan outcome.
Dilakukan secara berkelanjutan menunjukkan bahwa upaya mewujudkan mutu
merupakan bagian kerja keseharian, bukan sesuatu yang berifat temporal
(sewaktu-waktu). Dalam konteks outcome (dampak) dikenal dengan istilah layanan
purna jual. Dalam dunia pendidikan, layanan purnajual ini terkait dengan
keterlibatan alumni dalam pengelolaan dan pengembangan sekolah. Semua komponen
seintem organisasi diposisikan sebagai bagian untuk menjamin mutu dan
disinergikan melalui kepemimpinan mutu.
Beberapa
isu yang dibuat oleh konferensi dewan mutu pada Mei 1990 (Ross, 1993 :1-2) adalah sebagai
berikut:
a) A
culturan change based on a management philosophy of meeting customer
requirements trough continous improvement. (satu perubahan budaya didasarkan
pada filososi manajemen sesuai dengan tuntutan pelanggan melalui perbaikan
berkelanjuta).
b) Management
behavior that includes acting as role models, use of quality processes and
tools, encouraging communications, sponsoring feedback activities and a
supporting environtment. (perilaku manajemen juga harus berperan sebagai model,
menggunakan alat dan proses mutu, mendorng komunikai, mensponsori umpan balik,
dan mendukung lingkungan).
c) Mechanisms
of change including training,communications, recognition, teamwork, and
customer satisfication program. (mekanisme perubahan meliputi : pelatihan,
komunikasi perubahan, pengenalan, kerjasama kemolpok, dan program pemuasan
pelanggan).
d) Implementing
TQM by defining the mission, identifying system output, identifying customers,
negotiating customers’ reqirements, developing a “suppliers spesipication” that
details customer requirements and expectation, determining the necessary
required to fulfill those requirements and expectations. (pengimplementasian
TQM dengan mendefinisikan misi, mengidentifasi sistem output, bernegosiasi
dengan tuntutan pelanggan, mengembangkan spesifikasi bagi suplier sebagaimana
diharapkan dan dituntut pelanggan, dan menentukan syarat-syarat yang perlu
utnuk mengisiharapan dan tuntutan pelanggan tersebut).
e) The
cost of quality as the measure of non-quality (not meeting customer
requirements).(Biaya
mutu sebagai ukuran yang bukan mutu atau tidak memenuhi yang disyaratkan
pelanggan).
2.4 Prinsip
Mutu
Menurut
Deming ada 14 prinsip mutu yang harus dilakukan organisasi/perusahaan jika
menghendaki dicapainya mutu, yaitu :
1)
Menciptakan konsistensi tujuan untuk
mengembangkan produk dan jasa dengan adanya tujuan suasana bisnis yang
kompetitif.
2)
Aadopsi filosofi baru.
3)
Menghentikan ketergantungan pada adanya
inspeksi dan digantikan dengan upaya pencapaian mutu.
4)
Menghentikan anggapan bahwa penghargaan
dalam bisnis adlah terletak pada harga.
5)
Peningkatan sistem produksi dan layanan
terus menerus guna penigkatan mutu dan prduktivitas.
6)
Pelatihan dalam pekerjaan.
7)
Kepemimpinan lembaga.
8)
Menghilangkan rasa takut.
9)
Hilangkan penghalang antar
departemen/biro.
10) Mengurangi
slogan peringatan – peringatan dan target, dan mengganti dengan pemantapan
metode – metode yang dapar meningkatkan mutu kerja.
11) Kurangi
standart kerja yang menentukan kuota berdasarkan jumlah.
12) Hilangakan
penghambat yang dapat merampas hak asasi manusia untuk merasa bangga terhadap
kecakapan kerja.
13) Lembagakan
suatu program pendidikan dan pengingkatan diri yang penuh semngat.
14) Setiap
orang dalam perusahaan bekerja sama dalam mendukung proses transformasi.
Menurut
Josep juran (Ross, 1993:3) ada 10 langkah untuk meningkatkan mutu, yaitu:
1)
Build awaresess of opportunities to
improve (membangun kepedulian untuk perbaikan/peningkatan).
2)
Set goals for improvement (menentukan
tujuan – tujuan untuk peningkatan).
3)
Organize to reach goals (mengorganisasi
untuk pencapaian tujuan).
4)
Provide training (menyelenggarakan
latihan).
5)
Carry out projects to solve problems
(mendorong pembangunan pemecahan masalah).
6)
Report progress (melaporkan
perkembangan).
7)
Give recognition (memberikan pengakuan).
8)
Communicate result (mengkomunikasikan
hasil – hasil).
9)
Keep score.
10) Maintain
momentum by making annual improvement part of the regular systems and processes
of company (menjaga momentum dengan membuat peningkatan tahunan sebagai bagian
dari sistem dan proses reguler perusahaan).
Philip
Crosby (Ross, 1993:3), mengemukakan ada 4 prinsip mutu, yaitu :
1)
Quality is defined as conformance to
requirements, not “goodness” (mutu didefinisikan sebagai kesesuaian dengan
tutukan, bukan “kebaikan”).
2)
The system for delivering quality is the
prevention of poor-quality through process control, not appraisal or correction
(sistem untuk mengantarkan/mencapai mutu adalah pencegahan terhadap mutu yang
rendah melaui proses pengawasan, bukan penilaian atau koreksi).
3)
The performance standart is zero defect,
not “that’s close enaugh” (standar performa adalah tidak adalah kesalahan,
bukan “hal itu hampir mendekati”).
4)
The measurement of quality is the price
of noncoformance, not indexes (pengukuran mutu adalah harga diri
ketidakseragaman, bukan indeks – indeks).
Prinsip
,mutu adalah sejumlah asumsi yang dinilai dan diyakini memiliki kekuatan untuk
mewijudkan mutu. Akan hal ini, berbagai ahli dan organisasi mencoba merumuskan
prinsip-prinsip yang paling tepat untuk dapat mewujudkan mutu dalam organisasi.
Adal delapan prinsip mutu berdasarkan versi Iso, yaitu : (1) customer Focused
Organitaton, (2) Leadership, (3) Involvement of People, (4) Process Aproach,
(5) System Approach to management, (6) Cotinual Improvement, (7) Factual
Approach to Decision Making, (8) Mutually Beneficial Supplier Relationship.
Customer
focused organization adalah rientasi pada pelanggan. “ Organizations depend on
their customer and therefore should understand current and future needs, meet
customer requirements and strive to exeed customers expections” (Igit,2007:1).
Maksud dari orientasi pelanggan ini adalah organisasi tergantung pada
pelanggannya karenanya harus memahami berbagai kebutuhan pelanggan saat ini dan
di masa yang akan datang, kenali persyaratan/tuntuan pelanggan dan berusaha
unutk memenuhinya atau bahkan melebihi apa yang diharapkan pelangga.
Penerapan
khusus Prinsip 1 (orientasi
pelanggan) adalah:
a. Teliti,
pahami kebutuhan dan harapan pelanggan;
b. Pastikan
bahwa sasaran organisasi sejalan dengan kebutuhan dan harapan pelanggan;
c. Komunikasikan
kebutuhan dan harapa pelnaggan ke seluruh orgasisasi;
d. Ukur
kepuasan oelanggan lalui ambil tindakan dari hasil pengukuran;
e. Kelola
secara sistematis hubungan dengan pelanggan; dan
f. Buatlah
keseimbangan pendekatan antara kepuasan pelanggan dan pihak – pihak yng
berkepentingan lainnya seperti : pemilik modal, karyawan, pemasok, masyarakat
dan pemerintah.
Leadership
adalah prinsip kedua, yaitu kepemimpinan organisasi. “Leadership estabilish
unity of purpose and direction of the organization. They should create and
maintain the interval environment in which people can fully involved in
achieving the organization’s objective” (Igit, 2007 :2). Maksudnya adalah
pemimpin itu menentukan kesatuan arah dan tujuan organisasi. Pemimpin harus
menciptakan dan menjaga/memelihara lingkungan internal dimana orang-orang dapat
terlibat secara penuh dalan pencapaian tujuan-tujuan organisasi.
Penerapan
khusus Prinsip 2 (kepeminpinan)
adalah:
a. Pertimbangkan
kebutuhan semua pihak yang berkepentingan, termasuk lapangan;
b. Tetapkan
dan jelaskan visi organisasi kedepan agar setiap orang mengerti tujuan;
c. Tentukan
sasaran dan target yang menantang dan sosialisasikan;
d. Ciptakan
dan sokong nilai-nilai kebersamaan, kejujuran dan model tugas yang etis pada
semua level organisasi;
e. Lengkapi
semua orang denga sumberdaya yang diperlukan (misal : pelatihan sesuai
keperluan bisang tugas), dan beri kebebasan berindak dengan penuh tanggung
jawab; dan
f. Beri
semangat kebesaran hati dan pengakuan terhadap kontribusi setiap orang.
Involvement
of people adalah keterlibatan orang-orang (SDM) yang dimiliki oleh
organisasi/perusahaan. “People at all levels are the essence of an organization
and their full involvement enables their abilities to be used for organization
benefit” (Igit ,2007 :2). Maksudnya adalah orang-orang oada semua tingkatan merupakan
esensi organisasi dan keterlibatan mereka
secarap penuh memungkinkan digunakannya kemampuan mereka untuk
keuntungan organisasi.
Penerapan
khusus Prinsip 3 (keterlibatan
orang-orang) adalah:
a. Upaya
setiap orang memehami pentingnya kontribusi dan peran mereka dalam organisasi;
b. Upayakan
seruap orang mengenali batasan kinerja serta lingkup tanggung jawab mereka
dalam oganisasi;
c. Upayakan
setiap orang mengetahui permasalahan kerja mereka dan termotivasi untuk
menyelesaikannya;
d. Ajak
setiap orang aktif melihat peluang untuk mengingkatkan kompetensi, pengetahuan
dan pengalaman mereka;
e. Fasilitasi
agar setiap orang bebas berbagi pengetahuan/pengalaman dan berinovasi; dan
f. Budayakan
agar setiap orang secara terbuka mendiskusikan permasalahan.
Process
approach, yaitu menggunakan pendekatan proses. “A desire result is achived more
efficiently when related resource and activities are managed as a process”
(Igit, 2007 :3). Maksudnya bahwa hasil yang diinginkan dicapai secara lebih
efisien manakala sumber daya-sumber daya dan aktivitas-aktivitas yang
berhubungan dikelola sebagai satu proses.
Penerapan
khusus Prinsip 4 (pendekatan proses)
adalah:
a. Secara
sistematis menentukan aktivitas-aktivitas yang dibutuhkan untuk mencapai hasil
yang diinginkan;
b. Menganalisa
dan mengukur kapabilitas aktivitas=aktivitas kunci;
c. Mengidentifikasi
interface aktivitas-aktivitas kunci di dalam dan di antara fungi-fungsi
organisasi;
d. Upayakan
agar proses lebih ingkat dan efektif, tidak berbelit-belit;
e. Menekankan
pada faktor-faktor seperti sumberdaya, metode dan material untuk memperbaiki
aktivitas kunci pada organisasi;
f. Hilangkan
birokrasi, serta eliminir fungsi-fungsi organisasi yang tugasnya saling tumpang
tindih; dan
g. Mengevaluasi
resiko, konsekwensi, dan dampak aktivitas pada pelanggan/pemasok ataupun
pihak-pihak yang berkepentingan lainnya.
System
approach to management yaitu menggunakan pendekatan system pada manajemen.
“Indentifying, understanding and managing system of interrelated processes for
a given objective improves theorganization’effectivness and eficiency” (Igit,
2007 :4). Maksudnya adalah pengidentifikasian, pemahaman dan pengelolaan sistem
dariproses-proses yang terkait untuk memberikan perbaikan-perbaikan terhadap
efektifitas dan efisiensi pada organisasi secara objektif.
Penerapan
khusus Prinsip 5 ( menggunakan
pendekatan pada manajemen) adalah:
a. Penyusunan
sistem untuk mencapai sasaran organisasi dengan lebih efektif dan efisien;
b. Memahami
keadaan saling ketergantungan diantara proses-proses pada sistem;
c. Pendekatan
struktur yang harmonis dan integrasi proses-proses dengan tugas yang tidak
saling tumpang tindih;
d. Memberi
pemahaman terbaik pada tugas-tugas/tanggungjawab yang dibutuhkan untuk mencapai
tujuan bersama, serta mengurangi hambatan lintas fungsional; dan
e. Menargetkan
dan menentukan bagaimana aktivitas khusus dalam suatu sistem akan berprasi.
Continual
improvement yaitu peningkatan/perbaikan secara berelanjutan.”Continual
Improvement should be a permanent objective of the organization” (Igit, 2007
:4). Maksudnya adalah perbaikan secara berkelanjutan seharusnya menjadi tujuan
permanen organisasi.
Penerapan
khusus Prinsip 6 (perbaikan secara
berkelanjutan) adalah:
a. Laksanakan
secara konsosten pendekatan organisasi untuk kontiunitas (kelangsungan)
perbaikan performasi;
b. Sediakan
dan kirim SDM untuk pelatihan terhadap metode dan alat perbaikan
berkesinambungan;
c. Laksanakan
perbaikan yang kontinu pada produk, proses dan sasaran sistem;
d. Tetapkan
tujuan dan sasaran sebagai pedoman, ukur pencapaian unutk perbaikan yang
berkesinambungan; dan
e. Beri
penghargaan dan pengakuan terhadap perbaikan.
Factual
aproach to decision making, yaitu menggunakan pendekatan factual dalam
pembuatan keputusa. “Efective decisions are based onthe analysis of data anf
information” (Igit, 20075). Maksudnya adalah bahwa keputusan yang efektif
didasarkan pada analisis data dan informasi.
Penerapan
khusus Prinsip 7 (pendekatan faktual
dalam pembuatan keputusan) adalah:
a. Pastikan bahwa data dan informasicukup akurat
dan dapat dipercaya;
b. Sediakan data yang dapat diakses oleh yang
membutuhkan;
c. Analisa data dan informasi denga menggunakan
metode yang valid; dan
d. Buat keputusan dan ambil tindakan berdasarkan
faktual, seimbang dan pengalaman intuisi.
Mutually
benefical supplier relationship adalah memiliki hubungan yang saling
menguntungkan dengan suplier. “An organization and its supplier are
interdepedent, and a mutually benefical relationship enchance the ability of
both to create value “ (Igit, 2007 :5) . Maksudnya bahwa suatu organisasi dan
supliernya adalah saling berhubungan/membutuhkan, dan mempunyai kerjasama yang
saling menguntungkan akan
meningkatkan kemampuan kedua belah pihak untuk menciptakan nilai keberhasilan.
Penerapan
khusus Prinsip 8 ( hubungan yang saling menguntungkan dengan suppier )
adalah:
a. Tetapkan
hubungan yang seimbang antara keuntungan jangka pendek dengan mempertimbangkan
jangka panjang;
b. Sinergikan
keahlian dan sumberdaya secara berpasangan dengan pemasok;
c. Identifikasi
dan pilih pemasok pemasok kunci;
d. Susun
pengembangan bersama, untuk fleksibilitas dan ecepatan merespon perubahan
kebutuhan pasar; dan
e. Berikan
semangat dorongan dan penghargaan atas peningkatan dan prestasi pemasok.
2.5 Komponen
Mutu
Komponen komponen mutu merupakan bagian bagian yang
harus ada dalam upaya untuk mewujudkan mutu. Bagian bagian ini merupakan
pendukung dan merupakan prasyarat dimilikinya mutu, beberapa komponen mutu yang
dimaksud adalah:
-
Kepemimpinan yang berorientasi pada
mutu
Manajer
puncak harus mengarahkan upaya pencapaian tujuan secara terpadu dengan
memberikan, menggunakan alat dan bahan yang komunikatif, menggunakan data, dan
mengidentifikasi orang orang ( SDM ). Dalam implementasi TQM sebagai kunci
proses manajemen, manajer puncak berperan sebagai penasihat, guru dan
penampilan.
Pimpinan
suatu organisasi harus sepenuhnya menghayati implikasi manajemen dan semua
perilakunya terhadapap produktifitas organisasi, bahan terhadap respon pesaing.
Kenyataan ini harus menyadarkan manajer puncak untuk mengakui bahwa mereka
harus mengembangkan manajemen secara partisipatif, baik visi dan misi mereka
maupun proses manajemen yang dapat mereka pergunakan untuk mencapai keduanya.
Pmpinan
harus mengerti bahwa TQM adalah suatu proses yang harus bersinergi dan terdirid
ari prinsip prinsip dan komponen komponen pendukung yang harus dikelola agar
mencapai perbaikan mutu secara berkesinambungan sebagai kunci keunggulan
bersaing.
-
Pendidikan dan pelatihan ( diklat )
Perwujudan
mutu didasarkan pada ketrampilan setiap pegawai dalam merencanakan, membuat,
mengorganisasi, mengevaluasi dan mengembangkan baeang atau jasa sebagaimana
tuntutan pelangganan. Pemahaman dan ketrampilan pegawai menjadi kunci untuk
mewujudkan hal itu melalui aplikasi pemahaman dan kemampuannya. Perkembangan
tuntutan pelaggan inilah yang terus berkembang dan harus direspon positif oleh
manajer puncak melalui penyiapan SDM yang kompeten dalam bidangnya. Dinamisasi
tuntutan mengharuskan diupgradenya kemampuan pegawai secara terus menerus.
Bahakan investasi terbesar hruslah pada SDM organisasi. Diklat terkait dengan ketrampilan
pokok dan pendukung keduanya menjadi utama dalam membentuk pegawai yang
kompeten. Keterbatasan implementasi diklat memungkinkan untuk memilih pada
ketrampilan inti, sedangkan untuk ketrampilan pendukung dikembangkan melalui
proses kepemimpinan.
-
Struktur pendukung
Manajer
puncak akan memerlukan dukungan untuk melakukan perubahan yang dianggap perlu
dalam melaksanakan strategi pencapaian mutu. Dukungan semacam ini mungkin
diperoleh dari luar melalui konsultan atau tim mutu, akan tetapi lebih baik kalau
diperoleh dari dalam organisasi itu sendiri. Staf pendukung yang kecil dapat
membantu manajer puncak untuk mengartikan konsep mengenai mutu, membantu
melalui network dengan manajer mutu di bagian lain dalam organisasi dan
membantu sebagai narasumber mengenai topik topik yang berhubungan dengan mutu
bagi manajer puncak.
-
Komunikasi
Komunikasi dalam suatu organisasi yang berorientasi
mutu perlu
ditempuh dengan cara yang bervariasi agar pesan yang dikomunikasikan dapat
tersampaikan secara efektif dan manajer puncak dapat berkomunimasi kepada
seluruh pegawai mengenai suatu komitmen yang sungguh sungguh dalam upaya
perubahan dan peningkatan mutu. Secara ideal manajer harus bertemu secara
pribadi dengan para pegawai untuk menyampaikan informasi, memberikan
pengarahan, dan menjawab pertanyaan dari setiap pegawai. Namun demikian, jika
pegawai / anggota organisasi berjumlah sangat banyak, maka penyampaian mengenai
komitmen organisasi terhadap mutu harus disampaikan secara terus menerus dan
konsisten.
-
Ganjaran dan pengakuan
Tim dan atau individu individu yang berhasi l
menrapkan prinsip prinsip mutu dalam proses mutu harus diakui dan diberi
ganjaran sebagaimana kemampuan organisasi, sehingga pegawai lainnya sebagai
anggota organisasi akan mengetahui apa yang diharapkan. Kegagalan dalam
mengenali seseorang yang mencapai sukses akan memberikan kesan bahwa ini bukan
arah menuju pekerjaan yang sukses, dan memungkinkan promosi atau sukses
individu secara menyeluruh. Jadi pada dasarnya pegawai yang berhasil mencapai
mutu tertentu harus diakui dan diberi ganjaran agar dapat menjadi panutan /
contoh bagi pegawai lain nya.
-
Pengukuran
Penggunaan data hasil pengukuran ( evaluasi )
menjadi sangat penting dalam menetapkan proses manajemen mutu. Hasil pengukuran
merupakan informasi umpan balik bagi manajer puncak mengenai kondisi riil
bagaimana gamabran proses mutu yang ada dalam organisasi. Bahkan hasil evaluasi
ini harus menjadi dasar untuk mengambil keputusan bagi manajer puncak. Pendapat
pendapat umum mengenai mutu organisasi harus diganti dengan fakta dan data.
Setiap orang dalam organisasi dan yang terkait dengan organisasai harus
diberitahu bahwa yang penting bukan yang dipikirkan aka tetapi yang
diketahuinya berdasarkan fakta dan data. Dalam menentukan dan memilih data,
kepuasan pelanggan eksternal harus diukur secara konsisten untuk mengetahui
seberapa jauh kebutuhan benar benar dipenuhi.
Pengumpulan data dari pelanggan juga merupakan penilaian
kinerja yang realistis serta sangat berguna didalam memotivasi setiap orang
untuk mengetahui persoalan yang sebenarnya. Disamping keenam komponen diatas,
ada 13 hal yang perlu diilki oleh sorang pimpinan dalam TQM, yaitu :
1.
Pembuatan keputusan bagi pimpinan
didasarakan pada data, bukan hanya pendapat saja
2.
Pimpinan berperan sebagai pelatih dan
fasilitator bagi setiap anggota organisasi
3.
Pimpinan terlibat secara aktif dalam
pemecahan masalah yang dihadapi oleh bawahan melalui berbagai pendekatan
4.
Pimpinan hrus berupaya membangun
komitmen yang menjamin bahwa setiap orang memahami misi, visi dan target
perusahaan ayng jelas
5.
Pimpinan hrus berupaya membangun dan
memelihara kepercayaan anggotanya untuk berkomitmen terhadap pembangunan mutu
organisasi
6.
Pimpinan harus tahu bagaimana memebrikan
apresiasi kepada pegawai yang berprestasi
7.
Secara aktif melakukan kaderisasi
melalui pendidikan dan pelatihan yang terprogram
8.
Perilaku dalam organisasi diorientasikan
pada pelanggan internal / eksternal
9.
Memilki ketrampilan dalam menilai
situasi dan kemampuan orang lain secara tepat.
10. Memiliki
kemampuan untuk menciptakan suasan kerja yang sangat menyenangkan
11. Mau
mendengan dan menyadari berbagai kekurangan dan kesalahan anggota organisasi
12. Selalu
berusaha memperbaiki sistem dan banayak berimprovisai secara terus menerus
13. Bersedia
belajar dimana saja dan kapan saja secara terus meenerus
2.6 Implementasi
Manajemen Mutu melalui Konsep MPMB
MPMBS adalah sebuah singkatan dari
Manajemen Peningkatan Mutu Berbasi Sekolah, yaitu sebagai model disentralisasi
dalam bidang pendidikan, khususnya untuk pendidikan dasar dan menengah diyakini
sebagai model yan gakan mempermudah pencapaian tujuan pendidikan. Dalam konteks
penyelenggaraan persekolahan saat ini konsep MPMBS dijadikan sebagai suatu kebijakan
untuk meningkatkan mutu pendidikan.
Umaedi ( 1999: 2 – 3 ) mengungkapkan
bahwa ada dua hal yang menjadi landasan mengapa peningkatan mutu pendidikan di
indonesia harus dilakukan dengan menggunakan pendekatan MPMBS, yaitu : “pertama strategi pembangunan pendidikan
selama ini lebih bersifat input oriented. Strategi yang demikian lebih
bersandar kepada asumsi bahwa bila semua input pendidikan telah dipenuhi,
seperti penyediaan buk buku dan alat belajar lain nya, penyediaan sara
pendidikan, pelatiah guru dan tenaga kependidikan lainya, maka secara otomatis
lembaga pendidikan akan dpaat menghasilkakn output yang bermutu sebagaiman yang
telah diharpakan. Ternyata strategi input output yang diperkenalkan oleh teori
“education productin function” ( Hanushek, 1979, 1981 ) tidak berfungsi
sepenuhnya di lemabaga pendidikan sekolah melainkan hanya terjadi pada intitusi
ekonomi dan industri. Kedua pengelolaan pendidikan selama ini lebih bersifat
macro-oriented, diatur oleh jajaran birokrasi di tingka pusat. Akibatnya,
banyak faktor yang dipryeksikan di tingkat macro ( pusat ) tidak berjalan
semestinya di tingkat micro. Atau dengan singkat dapat dikatakan bahwa
kompleksitasnya cakupan permasalah pendidikan, seringkali tidak dapat
terpikirkan secara untuh dan akurat oleh birokrasi pusat.
Lebih lanjut, Umaeedi ( 1999 )
mengungkapkan bahwa konsep MPMBS adalah konsep yang menawarkan kerjasama yang
erat antara tiga tiga pihak yang terkait dengan penyelenggaraan persekolahan,
yaitu sekolah, masyarakat dan pemerintah dengan tanggung jawabnya masing
masing. MPMBS ini berkembang didasarkan kepada suatu keinginan pemberian
kemandirian kepada seklah untuk ikut terlibat secara aktif dan dinamis dalam
rangka oroses peningkatan kualitas pendidikan melalui pengelolaan sumberdaya
sekolah yang ada.
Apabila
ditelusuri secara historis, MPMBS ini berasal dari pengembangan konsep
effective school yang intinya adalah melakukan perbaikan proses pendididkan (
PBM ) di sekolah. Orientasi manajemen adalah dalam MPMBS dapat ditelusuri pada
indikator;
1.
Lingkungan sekolah yang aman dan tertib
2.
Sekolah memiliki target mutu yang ingin
dicapai
3.
Sekolah memiliki kepemimpinan yang kuat
4.
Adanya harapan yang tinggi dari personel
sekolah ( kepaala sekolah, guru, dan staf lainnya termasuk siswa) untuk
berprestasi
5.
Adanya pengembangan staf sekolah yang
terus menerus sesuai tuntutan IPTEK
6.
Adanya peaksanaan evaluasi yang terus
menerus terhadapa berbagai aspek akademik dan administratif, dan pemanfaatan
hasilnya untuk penyempurnaan / perbaikan mutu, dan
7.
Adanya komunikasi dan dukungan intensif
dari orang tua murid / masyarakat. (Umaeedi, 1999:5).
Sedangkan
kata mutu dalam MPMBS ini memilki makan mutu proses dan mutu hasil. “proses
pendidikan” yang bermutu melibatkan
berbagai input, seperti; baha ajar, metodologi, sarana sekolah, dukungan
administrasi dan sarana prasaran dan sumberdaya lainnya serta penciptaan suasan
yang kondusif. Mutu “hasil pendidikan” mengacu pada prestasi yagn dicapai oleh
sekolah pada setiap kurun waktu tertentu. Prestasi yang dicapai atau hasil pendidikan
dapat berupa prestasi akademik maupun prestasi non akademik. Bahkan prestasi
sekolah dapat berupa kondisi yang tidak dapat dipegang ( intangible ) seperti
suasana disiplin, keakraban, saling menghormati, kebersian dana sebagainya.
Kerangka
kerja MPMBS sebagaimana dikemukakan Umaeedi ( 1999:7-9) meliputi :
Sumber
Daya; Sekolah harus mempunyai fleksibilitas dalam mengatur
semua sumber daya sesuai dengan kebutuhan setempat. Selain pembiayaan
operasional / administrasi, pengelolaan keuangan harus ditujukan untuk;
1.
Memperkuat sekolah dalam menentukan dan
mengalokasikan dana sesuai dengan skala prioritas yang telah ditetapkan untuk
peningkatan mutu
2.
Pemisahan antara biaya yang bersifat
akademis dari prosespengadaannya, dan
3.
Pengurangan kebutuhan birokrasi pusat
Pertanggung
jawaban ( acountability ) ; sekolah dituntut untuk memiliki
akuntabilitas baik kepada masyarakat maupun pemerintah. Hal ini merupakan
perpaduan anatar komitmen terhadap standar keberhasilan dan harapan orang tua /
masyarakat. Pertanggung jawaban ini bertujuan untuk meyakinkan bahwa dana
masyarakat digunakan sesuai dengan kebijakan yang telah ditentukan dalam rangka
meningkatkan kualitas pendidikan dan bila memungkinankan untuk menyajikan
informasi mengenai apa yang sudah dikerjakan. Untuk itu setiap sekolah harus
memebrikan laporan pertanggung jawaban dan mengkomunikasikan nya kepada orang
tua dan pemerintah, dan melaksanakan kaji ulang secara komperhensif terhadap
pelakasanaan program prioritas sekolah dalam proses peningkatan mutu.
Kurikulum;
berdasarkan
kurikulum standar yang telah ditentukan secara nasional, sekolah bertanggung
jawab untuk mengembangkan kurikulum baik dari standar materi dan proses
penyampainnya. Melalui penjelasan bahawa materi tersebut ada manfaat dan reelefansinya
terhadap siswa, sekolah harus menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan
melibatkan semua indra da lapisan otak serta menciptakan tanatangan agar siswa
tumbuh dan berkembang secara intelaktual dengan memiliki ilmu pengetahuan,
terampil, memilki sikap arif dan bijaksanam karakter dan memilki kematangan
emosional. Ada tiga hal yang harus diperhatikan dalam kegiatan ini, yaiut :
1. Pengembangan
kurikulum tersebut harus memenuhi kebutuhan siswa
2. Bagaimana
mengembangkan keterampilan pengelolaan untuk menyajikan kurikulum tersebut
kepada siswa sedapat mungkin secara efektif dan efisien dengan memperhaitkan
sumber daya yang ada
3. Pengembangan
berbagai pendekatan yang mampu mengatur perubahan sebagai fenomena alamian di
sekolah
Untuk
melihat progress pencapaian kurikulum, siswa harus diniali melalui sebuah test
yang dibuat sesuai dengan standar nasional dan mencakup berbagai aspek
kognitif, afektif dan psikomotor maupun aspek psikologi lainnya. Proses ini
akan memberikan masukna ulang secara objectif kepada rang tua mengenai ana
mereka ( siswa ) dan kepada sekolah yang bersangkutan maupun sekolah lainnya
mengenai performan sekolah sehubungan dengan roses peningkatan mutu pendidikan.
Personil
sekolah; sekolah bertanggun gjawab dan terlibat dalam proses
rekrutmen ( dalam arti penentuan jenis guru yang diperlukan ) dan pembinaan
struktural staf sekolah. Sementara itu pembinaan professional dalam rangka
pembangunan kemampuan kepala sekolah dan pembinaan ketrampilan guru dalam
pengimpleentasian kurikulum termasuka staff kependidikan lainnya dilakukan
secara terus menerus atas inisiatif sekolah. Untuk itu birokrasi di luar
sekolah berperan untuk menyediakan wadah dan instrumen pendukung. Dalam konteks
ini pengembangan prfessioanl harus menunjang peningkatan mutu dan penghargaan
terhadap prestasi perlu dipertimbangkan, manajemen peningkatan mutu berbasis
sekolah memberikan kewenangan kepada sekolah untuk mengkontrol sumber daya
manusia fleksibilitas dalam merespon kebutuhan masyarakat, misalnya
pengangkatan tenaga honorer untuk ketrampilan yang khas, atau muatal lokal.
Demikian pula mengirim guru untuk berlatih di institusi yang dianggap tepat.
Strategi
implementasi MPMBS dilakukan melalui tahapan sebagai berikut :
1.
Penyusunan basis data dan profil sekolah
lebih presentatif, akurat, valid dan secara sistematis menyangkut berbagai
aspek akademis, administratif ( siswa, guru, staff) dan keuangan
2.
Melakukan evaluasi diri ( self assesment
) untuk menganalisa kekuatan dan kelemahan mengenai sumber daya sekolah,
personil sekolah, kinerja dalam mengembangkan dan mencapai target kurikulum dan
Hasil-hasil yang dicapai siswa berkaitan dengan aspek-aspek intelektual dan
keterampilan, maupun aspek lainnya
3.
Berdasarkan analisis tersebut sekolah
harus mengidentifikasikan kebutuhan sekolah dan merumuskan visi, misi, dan
tujuan dalam rangka menjadikan pendidikan yang berkualitas bagi siswanya sesuai
dengan konsep pembangunan pendidikan nasional yang akan dicapai. Hal penting
yang perlu diperhatikan sehubungan dengan identifikasi kebutuhan dan perumusan
visi, misi dan tujuan adalah bagaimana siswa belajar, penyediaan sumber daya
dan pengelolaan kurikulum termasuk indicator pencapaian peningkatan mutu
tersebut.
3.
4.
Berangkat dari visi, misi dan tujuan
peningkatan pendidikan tersebut sekolah bersama-sama dengan masyarakat
merencanakan dan menyusun program jangka panjang atau jangka pendek ( tahunan
termasuk anggarannya. (Umeadi, 1999:11)
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Secara
historis kajian mutu merupakan suatu yang terus berkembang sesuai dengan
perkembangan tuntutan pelanggan barang/jasa yang mereka inginkan. Merespon hal
ini melalui berbagai cara. Perkembangan mutu ini dapat dilihat dari munculnya
inspection, quality control dan statistical theory, quality in japan, total
quality, total quality management, quality awards and excellence models, dan
business excellence.
Konsep dasar menejemen
mutu dapat ditelusuri pada pendidri dan pengembangan mutu, yaitu W. Edwards
Deming, Walter A. Shewhart, Kaoru Ishikawa, Armand Val Figenbaum, Josep Juran,
dan Philip Crosby.
Manajemen mutu terpadu
( total quality management) adalah konsep yang mengaplikasikan berbagai prinsip
mutu untuk menjamin sebuah produk barang/jasa memiliki spesifikasi mutu
sebagaimana ditetapkan secara menyeluruh dan berkelanjutan.
Impelementasi mutu dilakukan melalui
aplaikasi prinsip mutu. Deming mengejukan
14 prinsip mutu, Juran mengajukan 10 prinsip mutu dan Crosby
mengajukan 4 prinsip mutu.
Komponen mutu yang
harus ada adalah kepemimpinan yang berorientasi pada mutu, pendidikan dan
pelatihan (Diklat), Struktur Pendukung, Komunikasi, Ganjaran dan Pengakuan,
Pengukuran (evaluasi).
Impelementasi manajemen
mutu didalam sekolah Indonesia saat ini dikenal dengan istilah Manajemen
Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS). Model ini diartikan sebagai konsep
yang menawarkan kerjasama yang erat antara sekolah, masyarakat dan pemerintah
dengan tanggung jawabnya masing-masing. Kerangka kerja MPMBS meliputi sumber
daya, pertanggungjawaban, kurikulum, dan personil sekolah. Sterategi impelmentasinya
dilakukan melaluiempat tahapan, yaitu:
penyusunan basis data dan profil sekolah; penyusunan evaluasi diri;
mengidentifikasi kebutuhan sekolah dan merumuskan visi, misi dan tujuan; dan
merencanakan menyusun program jangka panjang dan jangka pendek.
0 komentar
Post a Comment